Berita Pendidikan Surabaya
3.000-an Guru Tidak Tetap di Surabaya Tak Gajian hingga Akhir Tahun, Ini Masalahnya
Lebih dari 3.000 Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kota Surabaya tetap tidak akan gajian hingga akhir tahun ini.
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Yuli
SURYA.co.id | SURABAYA - Lebih dari 3.000 Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kota Surabaya tetap tidak akan gajian hingga akhir tahun ini.
Sejak pengambilalihan semua SMA/SMK ke Provinsi Jatim dan tak lagi dikelola Kota Surabaya, para honorer daerah itu tak gajian.
Kondisi itu akan dialami para pengajar non-PNS itu hingga Desember mendatang. Atas situasi ini, Pemkot Surabaya tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan DPRD Kota Surabaya juga tak mampu berbuat banyak atas tidak gajiannya para GTT itu.
"Kami bisa memahami situasi teman-teman GTT yang sudah tak terima gaji. Di satu sisi, mereka punya keluarga. Tapi di sisi lain belum ada aturan terkait penggajian mereka saat SMA SMK diambil provinsi," kata Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Agustin Poliana, Senin (24/10/2016).
Sejak sekolah jenjang SMA/SMK resmi diambil provinsi, Kota Surabaya tak lagi mencairkan dana Bopda yang dianggarkan dari APBD Kota Surabaya. Selain untuk menggratiskan semua SPP hingga jenjang SMA dan SMK, dana Bopda selama ini untuk menggaji GTT.
"Dampaknya akan sangat luas. Tidak hanya GTT dan SPP yang saat ini terdampak nyata. Nanti saat PPDB juga akan berlaku uang gedung. Juga kuota 1 persen untuk warga kota juga tidak akan berlaku," tambah Agustin.
Perempuan wakil dari PDI Perjuangan ini berharap ada solidaritas bersama untuk menolong para GTT. Termasuk Pemkot mencari solusi untuk bantuan gaji GTT. Jika tak ada payung hukum, pihak sekolah atau sesama guru bisa saling bantu.
Saat ini, operasional sekolah jenjang SMA/SMK hanya dicukupi dana BOS dari pusat. Sebelum Oktober ini, dana Bopda masih bisa dicairkan untuk menggaji GTT. Begitu diserahterimakan, dana Bopda tak bisa digunakan untuk pengajar non-PNS ini.
Begitu juga dalam regulasinya, sekolah yang bukan wewenang Pemkot Surabaya tak bisa menggunakan anggaran dari APBD Kota Surabaya. Sementara ada dana BOS dari pusat hanya untuk operasional sekolah. Tidak boleh untuk menggaji GTT.
Sejumlah guru GTT dan PTT banyak yang mengadu ke Dewan atas situasi mereka. Namun wakil rakyat itu tak bisa berbuat apa-apa.
Bahkan Pemkot Surabaya juga tidak mampu menolong para pahlawan tanpa tanda jasa itu. Dana Bopda yang ada tidak bisa dicairkan untuk sekolah di luar pengelolaan Kota Surabaya
Bopda selama ini diperuntukkan sebagai penunjang siswa. Setiap siswa untuk jenjang SMA berhak atas dana Bopda Rp 152.000. Dana ini cukup untuk menggratiskan siswa SMA.
"Kami bersama Pemkot Surabaya akan konsiltasi ke Kemterian Dalam Negeri. Apakah BOS bisa untuk menggaji GTT. Sebab Surabaya tak berani menggunakan dana BOS untuk menggaji GTT," kata Agustin.
Surabaya juga tak ingin jika menggunakan dana BOS itu bisa berkonsekuensi hukum. Baik Pemkot maupun DPRD juga menginginkan ada jaminan jika menggunakan dana untuk GTT itu tak menyeretnya ke hukum. Temasuk konsultasi ke kepolisian dan kejaksaan.
Agustin memprediksi potensi anak putus sekolah dari jenjang SMA di Surabaya pasca diambil alih provinsi makin tinggi. Mengingat ada ribuan warga gakin yang selama ini mereka sekolah gratis dan kebutuhan personal mereka dipenuhi Surabaya.
Total ada 5 persen dari seluruh siswa di setiap skeolah berhak atas dana personal siswa. Selain SPP gratis, setiap siswa gakin di kota ini berhak atas seragam, sepatu, tas, dan lain lain. Kalau diambil provinsi apa mampu anggaran provinsi untuk siswa gakin.