723 Tahun Surabaya

Kalimas Bertahan dari Gempuran Zaman

inilah salah satu saksi sejarah Surabaya yang berabad lamanya bertahan dari gempuran zaman...Kalimas...

Editor: Tri Hatma Ningsih
rintahani johan pradana/citizen
Perahu tambang melintasi Kalimas 

Reportase : Rintahani Johan Pradana
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang

KALIMAS tak mungkin dipisahkan dari hikayat Surabaya di setiap zaman. Anak dari sungai Brantas ini tak hanya menjadi latar peristiwa dari berbagai momentum sejarah, namun juga menghadirkan bukti sahih denyut kehidupan bagi warganya. Sungai ini juga menjadi tempat mengais rezeki bagi warga.

Prasasti Trowulan I berangka tahun 1358 menyebutkan keberadaan tempat-tempat penyeberangan penting sepanjang aliran sungai Brantas. Aliran yang dimaksud juga termasuk percabangan menuju ke Kalimas.

Perannya sebagai lalu lintas air nampak begitu penting di masa silam. Hingga catatan sejarah mengenangnya sebagai jalur masuk menuju kerajaan Majapahit, dari pintu dermaga yang menghadap ke Laut Jawa.

Sebelum dibangun jembatan-jembatan beton penghubung dua daratan yang dipisah aliran Kalimas, berjajar dermaga penyeberangan sungai. Warga mungkin lebih familiar dengan istilah tambangan.

“Dulu ada banyak tambangan, dari Wonokromo hingga ke Pabean,” kata Mister, penarik perahu yang sehari-hari mengais rezeki di daerah Dinoyo Surabaya.

Pria paro baya ini mengatakan semenjak dibangun jembatan penghubung antar wilayah, usahanya tak seramai dulu. Apa lagi mulai banyak orang yang memiliki kendaraan pribadi. “Perahu ini milik orang, saya hanya bertugas mengelola saja. Tiap hari dengan hasil yang tak menentu, saya masih harus menyetor uang ke pemilik perahu,” ujarnya.

Mister tinggal tak jauh dari tempat perahu bersandar. Sejak tahun 1962 ia bekerja sebagai penarik perahu. Banyak sekali kenangan yang tersimpan pada memorinya terkait Kalimas.

“Saya masih ingat, tahun 1970’an hingga 1980’an, tiap pagi perahu selalu ramai digunakan orang-orang yang mau pergi ke pasar. Gerobak yang ditarik sapi juga masih bisa ditemui di dekat Pasar Keputran. Sekarang semua diangkut pakai mobil,” kenangnya.

Profesi yang ditekuni Mister ini uniknya masih bertahan di tengah gempuran zaman, terlebih di kota sebesar Surabaya. Pria yang tak hobi mancing meski sehari-hari ada di Kalimas ini mengatakan, orang yang berprofesi sama seperti dirinya saat ini bisa dihitung dengan jari.

“Paling cuma tinggal tiga saja, itu pun mulai dari Wonokromo hingga mau masuk ke Jembatan Petekan,” kata Mister.

Dalam laju kencang perkembangan Surabaya, ternyata masih saja ada profesi lama yang tetap bertahan. Bagi sebagian orang, Kalimas memang tak ubahnya sebuah aliran sungai yang membelah kota. Namun bagi orang-orang seperti Mister, Kalimas merupakan tempat mengais rezeki.

Komentar lain datang dari konsumen setia perahu Kalimas. “Kalau boleh jujur, naik kendaraan pribadi seperti sepeda motor memang lebih praktis, namun kadang takut juga naik sepeda motor, orang pada ugal-ugalan. Jadi lebih baik naik perahu terus nunggu angkot di seberang,” ungkap Yasar (59).

Surabaya yang akan berusia 723 tahun di akhir Mei 2016 ini pasti akan terus bersolek menatap zaman. Tiap sudut kota pasti akan menghadirkan wajah barunya. Gedung-gedung kian melangit dan aktivitas manusia kian melejit sebagaimana umumnya sebuah kota metropolitan.

Kelak, masihkah ada tempat bagi para penjaga tradisi beserta profesi unik lintas generasi untuk bertahan menghadapi gempuran arus moderenisasi?

 

Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved