Muhammadi Sinwan

Seniman Teater Jatim 2014

Saya awalnya tidak percaya diberi penghargaan seperti itu, sebab apa yang saya lakukan ini belum apa-apa.

Penulis: Adrianus Adhi | Editor: Wahjoe Harjanto
surya/adrianus adhi
Muhammadi Sinwan 

SURYA Online, MALANG - Dalam dunia teater di Kota Malang, nama Moehammad Sinwan sudah tak asing lagi. Ia guru, sekaligus seorang tokoh dalam dunia teater. Ia sangat dituakan di dunia ini berkat konsistensinya menghidupi dunia teater lewat kelompok Teater Ideot selama lebih dari 30 tahun.

Berkat konsitensinya itupula, pria yang sehari-hari bekerja sebagai guru di SMA 9 ini diberi penghargaan oleh Gubernur Jatim, Soekarwo di Taman Candra Wilwatikta Pandaan, Pasuruan, Sabtu (18/10/2014) malam. Ia dianggap berjasa dalam mengembangkan seni peran dan teater di Jatim.

Pada malam itu ia juga berdiri sejajar dengan sejumlah seniman lain, seperti Leo Kristi (Bidang Musik), Tjahjono Widijanto (bidang sastra) ataupun Asri Nugroho (bidang seni rupa) yang juga diberi penghargaan Pakde Karwo pada malam itu.

“Saya awalnya tidak percaya diberi penghargaan seperti itu, sebab apa yang saya lakukan ini belum apa-apa. Belum ada yang menonjol,” kata bapak dua anak ini saat ditemui Surya di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Dengan gaya bicaranya yang berapi-api, Sinwan yang senang dipanggil dengan sebutan Lek Bos lantas memaparkan kalau dirinya mengirim biodata diri agak terlambat dari peserta yang lain, yakni tiga hari jelang pengumuman.

Dia pun tak berharap untuk menang dalam ajang ini, apalagi tokoh seni peran di Jawa Timur ini jumlahnya sangat banyak, dan sangat mumpuni. Sebut saja, Kartolo atau Tessy yang nama dan pengaruhnya tak bisa diragukan lagi.

Kendati begitu, panitia dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tampaknya berpendapat lain. Sinwan dianggap layak menerima penghargaan itu karena perannya untuk menghidupi Teater Ideot selama 30 tahun ini.

Selain berhasil mementaskan puluhan naskah selama 30 tahun, ia dianggap berhasil meneruskan roda generasi Teater Ideot, dan mempertahankan konsistensi grup teater ini. Apalagi, grup ini juga berhasil menelurkan banyak actor, salah satu diantaranya adalah Ria Enes.

Kini setelah penghargaan itu diraih, Lek Bos tetap tak jumawa. Ia masih rendah diri, dan tetap berapi-api dalam menerangkan berbagai hal terkait dunia teater, atau seni peran yang sudah digelutinya sejak kecil.

Lek Bos memaparkan darah seninya lahir dari orang tua. Ayahnya, adalah seorang PNS Guru SD yang juga sebagai pemusik, dan pelukis. Dari sini ketertarikannya pada dunia seni itu lahir. “Sejak SD sudah senang mengumpulkan banyak teman. Tujuannya, untuk bikin hal-hal unik, seperti main drama-dramaan,” paparnya.

Di SMP, ia lantas membentuk grup lawak. Begitupun saat SMA, pria yang lahir pada 27 November 1966 ini juga mulai menseriusi teater. Ia mendirikan Teater IDEA di SMA Negeri 4 Malang tahun 1984, yang kemudian berlanjut dan ber-evolusi menjadi teater IDEOT ini mulai tahun 1986.

“Keluarga sangat mendukung dan memberi keleluasaan kepada saya sejak kecil sampai sekarang untuk berkiprah di bidang seni, khususnya teater,” tuturnya.

Karena itu pilihannya untuk kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (dahulu bernama Ikip Malang) langsung disetujui keluarga. Disinilah ia menempa diri menjadi pemain teater yang sesungguhnya, sampai akhirnya berhasil membintangi sejumlah film di layar kaca, seperti film Cintaku Kembali di Desa dan Satu Cinta Untuk Selamanya.

“Teater bagi saya adalah salah satu cara untuk ‘berguna’ dalam kehidupan. Walaupun, teater itu adalah kehidupan,” katanya.

Pernyataan Sinwan yang terakhir ini juga menjadi alasannya betah hidup, dan menghidupi dunia teater. Menurutnya, teater adalah cerminan kehidupan, yang mengungkapkan, membahas, mengisahkan atau menggambarkan tentang permasalahan-permasalahan hidup manusia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved