Serangga Menjadi Motif Batik
Baik Redha dan Tomy memiliki impian, untuk mendirikan galeri
Penulis: Irwan Syairwan | Editor: Adi Agus Santoso
SURYA Online, MALANG – Alam selalu menginspirasi manusia yang berusaha memahaminya dengan bijak. Hal itulah yang dilakukan empat orang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB).
Berbekal inspirasi siklus kehidupan serangga Redha Qadiani Ariyono, Tomy Marmadian, Ronny Pamuji, dan Nugroho SP, membuat batik yang mengkhususkan diri pada pola serangga. dan menamakan kreasi batiknya dengan nama Batik Serangga.
“Di kampus, kami mengambil penjurusan hama dan penyakit tanaman. Namun serangga-serangga yang jadi pola di batik kami, justru serangga-serangga baik yang menjaga tanaman,” kata Redha kepada Surya Online, Minggu (1/9/2013).
Redha dan Tomy sedang membuka stand di sebuah lomba reptil yang digelar di Lapangan Rampal Malang. Di stand itu, mereka menjual kaus, tas, dan kain batik katun bermotif ragam seranga. "Ada kupu-kupu, capung, lebah, belalang sembah, kumbang bulan sabit, hingga mematoda. Bagi kami yang bergelut di bidang entomologi (ilmu serangga), serangga-serangga itu merupakan musuh alami serangga-serangga hama tanaman,” sambung Redha.
Berdasarkan cabang ilmu yang dipelajarinya itulah, keempat mahasiswa ini memberi merek dagang batik mereka dengan sebutan Encatik. "Singkatan dari Ento Craft Batik. Kata ‘ento’ artinya serangga, yang kami ambil dari entomologi," bebernya.
Mahasiswi asli Malang ini menerangkan membuat batik serangga sebagai bagian dari edukasi. Menurutnya penggunaan pestisida oleh para petani untuk membasmi hama juga ikut membunuh serangga-serangga baik ini.
"Seperti kumbang dan belalang sembah, mereka justru membasmi kepik yang biasanya merugikan petani. Dengan batik serangga ini, kami berharap para petani justru mengurangi atau bahkan tidak lagi memakai pestisida kimia,” urainya.
Pada batik kreasinya, Redha cs mengambil bentuk utama dari serangga-serangga ini. Kemudian di dalam bentuk serangga itu dimasukan motif batik Nusantara seperti parang, mega, wadasan, gaman, dan lain-lain.
Redha menjelaskan desain seperti itu biasanya hanya diaplikasikan pada produk kaus, tas, dan gantungan kunci. Untuk kain, Redha kebanyakan membuat desain flora di mana serangga-serangga itu banyak bertebaran. "Batik-batik ini asli batik tulis, kecuali kaus yang dibuat secara sablon. Desainnya kami buat sendiri, yang kami adopsi dari berbagai batik di Indonesia,” jelasnya.
Tomy menambahkan, dirinya dan rekan-rekannya menggandeng tiga perajin batik di Malang, Probolinggo, dan Lumajang. "Kami sediakan desain, mereka yang membuat batik tulisnya," imbuh Tomy.
Ada kisah unik, saat Tomy dkk sedang bermitra dengan perajin batik di Probolinggo. Saat itu, ada seorang guru SDN Randu Putih 1 Probolinggo yang tertarik desainnya. "Kemudian kami diminta membuatkan seragam untuk para guru di SD tersebut,” ujarnya.
Untuk harga kaus, Tomy menjual Rp 80 ribu Sementara kain batik dijual Rp 160 ribu untuk kain katun, dan Rp 200 ribu untuk berbahan sutra. "Kalau tas yang kami buat dari belacu harganya cuma Rp 33.500," paparnya.
Baik Redha dan Tomy memiliki impian, untuk mendirikan galeri. Usaha itu tengah diusahakan karena batik serangga ini sedang diikutkan dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa NAsional (PIMNAS) di Mataram, 9 September mendatang.
“Pak rektor sudah menjanjikan, yang dapat emas akan diberi hadiah Rp 25 juta. Insya Allah kalau menang, hadiah itu akan kami jadikan modal untuk pengembangan dan juga membuka galeri,” pungkas Redha yang diamini Tomy.