Berita Viral
Imbas MK Putuskan Polisi Aktif Tak Bisa Duduki Jabatan Sipil, Ini Nasib Pejabat Polri di Kementerian
MK resmi melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil. Kini, mereka wajib mundur atau pensiun sebelum menjabat di luar institusi kepolisian.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
Ringkasan Berita:
- MK melarang polisi aktif menjabat di lembaga sipil kecuali telah mundur atau pensiun.
- Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 menguji Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian.
- Frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum.
- MK menilai praktik penugasan melanggar prinsip netralitas dan meritokrasi aparatur negara.
SURYA.co.id - Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut polisi aktif tak bisa lagi menduduki jabatan sipil berdamapk besar.
Terutama bagi ribuan polisi aktif yang terlanjur rangkap jabatan, termasuk pejabat Polri di Kementerian.
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan larangan bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang masih aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar institusinya.
Dengan putusan terbaru ini, seorang polisi hanya dapat menempati jabatan di lembaga sipil bila sudah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Keputusan itu tertuang dalam putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menguji ketentuan Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.
Keduanya menyoroti praktik yang selama ini marak, yakni penempatan polisi aktif di sejumlah jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, hingga Kepala BNPT, tanpa melalui proses pengunduran diri atau masa pensiun terlebih dahulu.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025), melansir dari tribunnews.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menilai bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang tercantum dalam penjelasan Pasal 28 Ayat (3) tidak memberikan kejelasan norma hukum, sehingga menimbulkan kerancuan dalam penerapannya.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” tutur Ridwan.
Menurut MK, ketentuan tersebut justru menimbulkan ketidakpastian hukum baik bagi anggota Polri yang hendak menempati posisi di luar korps, maupun bagi para aparatur sipil negara (ASN) yang berkompetisi secara terbuka dalam seleksi jabatan publik.
Selain itu, situasi tersebut juga dianggap bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, serta dapat menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan.
Para pemohon menilai praktik penugasan ini juga merugikan hak konstitusional warga sipil profesional untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam menduduki jabatan publik.
Putusan MK ini menjadi penegasan hukum bahwa setiap anggota Polri yang ingin berkiprah di jabatan sipil wajib menanggalkan status kepolisiannya terlebih dahulu.
Selama ini, tidak sedikit perwira aktif yang menempati posisi strategis di lembaga-lembaga non-polisi, termasuk di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun aturan lama tidak sepenuhnya tegas melarang hal tersebut.
Dengan demikian, keputusan MK tersebut menjadi tonggak penting dalam memperkuat batas institusional antara aparat penegak hukum dan jabatan sipil, demi menjaga netralitas, profesionalitas, serta keadilan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Nasib Pejabat Polri di Kementerian
Sejumlah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) aktif diketahui menduduki posisi jabatan sipil di luar institusi kepolisian.
Karier mereka sebagai pejabat sipil kini terancam setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 114/PUU-XXIII/2025 terhadap gugatan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang UU Polri terkait kedudukan anggota polisi di jabatan sipil.
Permohonan yang dikabulkan oleh MK itu merupakan gugatan yang diajukan oleh Syamsudin dan Christian Adrianus Sihite.
Ketua MK Suhartoyo mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Sementara itu, menurut hakim konstitusi Ridwan Mansyur, frasa "mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian" merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki posisi jabatan sipil, seperti dikutip dari Kompas.com.
Ia berpandangan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang membuat tidak jelasnya terhadap norma yang dimaksud.
Sementara itu, adanya frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" telah mengaburkan substansi frasa "setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian" dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite melayangkan gugatan ini karena mereka menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menurut mereka, praktik tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi, serta merugikan hak konstitusional warga sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
MK memutuskan anggota kepolisian yang masih aktif tidak dapat menduduki jabatan sipil, kecuali setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025) untuk perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menguji konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa penugasan anggota polisi aktif di jabatan sipil tidak dapat dilakukan berdasarkan arahan atau perintah Kapolri semata.
Putusan ini mempertegas prinsip netralitas aparat penegak hukum dan pemisahan antara struktur militer, kepolisian dan sipil dalam pemerintahan.
Namun, dua hakim konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh dan M Guntur Hamzah menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Menurut mereka, frasa 'tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri' dalam penjelasan pasal yang diuji seharusnya tidak menjadi persoalan konstitusionalitas, melainkan persoalan implementasi norma.
“Yang pada pokoknya menyatakan sepanjang pengujian frasa ‘tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ sebagaimana dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 bukan persoalan konstitusionalitas norma,” ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan pendapat berbeda tersebut.
“Akan tetapi lebih merupakan persoalan implementasi norma sehingga permohonan para pemohon seharusnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum,” imbuhnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani juga menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion).
Ia menilai frasa yang dipersoalkan berpotensi menimbulkan tafsir yang terlalu luas terhadap jabatan di luar kepolisian, sehingga perlu ditegaskan pembatasannya.
“Sehingga permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk dikabulkan,” ujar Suhartoyo saat membacakan pandangan Arsul.
Sebagai penulis, saya menilai putusan ini adalah langkah maju menuju tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan adil.
Larangan bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil akan menutup ruang konflik kepentingan yang selama ini kerap terjadi.
Keputusan MK juga menjadi peringatan bahwa profesionalisme dalam lembaga negara tidak boleh dikompromikan oleh status atau kedekatan institusional.
Dengan memperjelas batas antara aparat penegak hukum dan birokrasi sipil, Indonesia memperkuat fondasi demokrasi dan meritokrasi. Langkah ini bukan sekadar soal regulasi, tetapi juga soal etika kekuasaan.
Saya percaya, implementasi putusan ini akan berdampak positif bagi regenerasi ASN dan penataan struktur kepemimpinan di berbagai lembaga.
berita viral
Multiangle
Meaningful
Mahkamah Konstitusi
polisi
jabatan sipil
polisi duduki jabatan sipil
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
| Mengapa Roy Suryo Cs Tak Ditahan Usai Diperiksa Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi? Akan Bawa Saksi |
|
|---|
| Siapa Faisal Tanjung? Oknum LSM yang Disebut Laporkan 2 Guru hingga Dipecat, Pernah Adukan KPU |
|
|---|
| Gelagat Roy Suryo Usai Diperiksa Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Lelah dan Ucap Ini ke Pendukung |
|
|---|
| MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil Tanpa Mundur atau Pensiun |
|
|---|
| Roy Suryo Cs Tak Ditahan Usai Diperiksa sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Imbas-MK-Putuskan-Polisi-Aktif-Tak-Bisa-Duduki-Jabatan-Sipil-Ini-Nasib-Pejabat-Polri-di-Kementerian.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.