Sosok M Hariyanto, Guru Olahraga Di Bondowoso Sukses Jadi Owner Wonokasih House of Batik

Dia merintis usaha batiknya saat pandemi Covid-19. Hari dan istrinya berusaha mencari tambahan pendapatan. 

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Wiwit Purwanto
surya.co.id/sinca
MEMBATIK - M. Hariyanto (baju putih) Owner House Of Wonokasih Batik, di Desa/Kecamatan Wonosari, Bondowoso saat mewarnai batik di tempat usahanya pada Selasa (11/11/2025). Dia kini banyak mendapat pesanan batik kontemporer. 
Ringkasan Berita:
  • Di tempatnya mengajar dirinya kerap mengikuti siswanya yang praktek batik. 
  • Berbekal itulah, pria dengan satu anak itu, mulai memberanikan diri membuat batik tulis. Hasilnya diposting di media sosial.
  • Hari kerap menerima pesanan batik dari teman-teman guru, tenaga kesehatan, dan berbagai profesi. Sering pula, dia mendapat pesanan batik kontemporer untuk oleh-oleh tamu.

SURYA.co.id - Masa Pandemi Covid-19 lalu, tak membuat masyarakat di Bondowoso menyerah begitu saja. Masyarakat kala itu banyak yang merambah dunia bisnis. Meski tak punya pengalaman berusaha.

Seperti guru olahraga SMP Negeri 1 Sukosari, M Hariyanto (38), warga Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Bondowoso.  Ia kini menjadi owner Wonokasih House Of Batik.

Dia merintis usaha batiknya saat pandemi Covid-19. Hari dan istrinya berusaha mencari tambahan pendapatan. 

Sekaligus, mengisi waktu luang di tengah seluruh proses belajar mengajar yang beralih virtual di masa Corona. 

Di tempatnya mengajar sebelum pindah ke Sukosari, di SMP Negeri 5 Bondowoso dirinya kerap mengikuti siswanya yang praktek batik. 

Baca juga: Dosen Ubhara Surabaya Kembangkan Alat Penyaring Malam Otomatis Antibeku untuk Industri Batik

Berbekal itulah, pria dengan satu anak itu, mulai memberanikan diri membuat batik tulis. Hasilnya diposting di media sosial.

"Kok banyak yang antusias, ya terus," jelas pria kelahiran 19 Januari 1987 dikonfirmasi Selasa (11/11/2025).

Pada awal 2021, makin banyak yang berminat memesan batik padanya. Temannya di Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) kemudian mengajaknya untuk bergabung dengan persatuan batik di Bondowoso.

Sehingga, membuatnya ikut terlibat dalam pelatihan membatik. Serta terus saling bertukar pengetahuan tentang teknik membatik dengan pebatik lainnya.

"Ditarik ke group paguyuban, ya disitulah mulai berkembang," jelas pria yang juga kerap menerima pemesanan gambar sketsa itu.

Baca juga: Perpaduan Motif Batik dan Inovasi Ramah Lingkungan Pewarna Ampas Kopi, Seperti Ini Hasilnya

Dia juga mendapat support peralatan dari Diskoperindag. Termasuk, didorong segera mengurusi berbagai ijin usaha.

"Dulu itu  pas berjalan satu tahun disuruh ngurusi ijin usaha," jelasnya.

Meski dia juga menerima pesanan batik tulis dan batik cap. Namun saat ini Hari banyak menerima pesanan batik kontemporer.

Yaitu batik yang tidak ada patokan design, dan semi batik tulis. Sehingga, bisa bebas menggunakan berbagai motif dan berbagai warna.

Dia menilai banyaknya konsumen memilih batik kontemporer ini karena harganya tidak murah tapi juga tidak mahal. Selain itu, design dan polanya tidak monoton.

"Orang cenderung memilih seperti ini (batik kontemporer,red)," jelasnya.

Harga batiknya bervariasi tergantung teknik batik pembuatannya. Termurah sebagaimana harga eceren terendah paguyuban batik di Bondowoso yakni Rp 135 ribu. 

Kemudian untuk batik kontemporernya berkisar Rp 180 ribu hingga Rp 225 ribu. Kemudian, batik tulis dihargai Rp 225 ribu paling murah.

"Pernah itu paling maksimal satu kali proses batik tulis harganya Rp 450 ribu," ujarnya.

Hari kerap menerima pesanan batik dari teman-teman guru, tenaga kesehatan, dan berbagai profesi. Sering pula, dia mendapat pesanan batik kontemporer untuk oleh-oleh tamu.

Pengirimannya juga pernah sampai ke Madura, dan  Kalimantan. Mulai dari memesan satuan hingga dalam jumlah banyak.

"Produksi tergantung pesanan, kemarin itu 90 potong," ujar pria penyuka olahraga basket ini.

Hari masih enggan menjual batiknya di online market atau pun mengiklan produknya. Promosi masih dari mulut ke mulut di antara teman guru dan teman istrinya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan.

Alasan lain, Hari masih memiliki 3 orang pekerja. Karena, memang sebelum benar-benar bekerja disana. Hari pasti masih mengajari mereka membatik.

"Takut pesanan membludak. Saya juga mengajar, takut tidak nututi," ungkapnya.

Ia berharap pemerintah daerah ke depan mengeluarkan peraturan yang bisa mengangkat batik Bondowoso. Dulunya, memang ada peraturan setiap Kamis wajib menggunakan batik daerah.

"Bergesernya waktu, akhirnya tak ada lagi," pungkasnya.

Sebagaimana namanya Wonokasih, yang memiliki arti Wono (hutan) kasih. Hari berharap nanti usahanya ini bisa menjadi hutan kasih bagi semua orang.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved