Berita Viral

Rekam Jejak Prof Suhandi Wijaya yang Anggap Keliru Langkah Tom Lembong Laporkan 3 Hakim Usai Abolisi

Editor: Musahadah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KELIRU - Ahli hukum pidana, Prof Suhandi Wijaya menganggap keliru langkah Tom Lembong melaporkan majelis hakim yang vonis dia 4,5 tahun penjara.

SURYA.co.id - Inilah rekam jejak Prof Suhandi Wijaya, ahli hukum pidana sekaligus dosen di Institute of Business Law and Management (IBLAM) Law School yang menganggap keliru langkah Tom Lembong melaporkan 3 hakim yang memvonis dia ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Sebelumnya, 3 hakim yakni Dennie Arsan Fatrika, Purwanto S. Abdullah, dan Alfis Setyawan dilaporkan Tom Lembong ke Bawas MA dan KY karena dianggap sikapnya janggal. 

Terutama menyangkut prinsip-prinsip dasar peradilan seperti praduga tak bersalah (presumption of innocence). 

Pelaporan ketiga hakim ini dilakukan hanya tiga hari setelah Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden RI Prabowo Subianto.

Adapun permohonan pemberian abolisi untuk Tom Lembong diajukan Prabowo dan tertuang dalam Surat Presiden (Surpres) Nomor R43/Pres/072025, tertanggal 30 Juli 2025.

Baca juga: Rekam Jejak 3 Hakim yang Dilaporkan Tom Lembong ke MA dan KY usai Dapat Abolisi dari Prabowo

Setelah disetujui DPR RI, abolisi untuk Tom Lembong termuat dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 tahun 2025 yang ditandatangani Prabowo dan sudah dikirimkan ke Kejaksaan Agung RI (Kejagung).

Berdasarkan Keppres Nomor 18 Tahun 2025 tersebut, Tom Lembong resmi bebas pada 1 Agustus 2025, atau sembilan bulan setelah ia ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024.

Dan, Tom Lembong pun sudah keluar tahanan pada Jumat (1/8/2025).

Langkah Tom Lembong yang tetap melaporkan majelis hakim meski sudah menerima abolisi ini lah yang dianggap keliru oleh Prof Suhandi Wijaya. 

Menurut Suhandi, Tom Lembong telah dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016, sesuai putusan PN Jakarta Pusat.

Dengan Prabowo menggunakan hak prerogatif sebagai presiden untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong, maka proses hukum atau penuntutan yang berlangsung terhadap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2016-2019 itu dihapuskan.

"Bahwa Tom Lembong itu, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan pasti, memang bersalah," kata Suhandi saat dihubungi Tribunnews, Senin (4/8/2025).

"Mendapat abolisi dari Presiden bukanlah putusan bebas, melainkan hak Presiden untuk memberikan abolisi," tambahnya.

"Jadi, apabila sudah mendapat abolisi, Tom Lembong melaporkan hakim yang mengadili dirinya adalah tindakan yang sangat keliru," lanjut Suhandi.

"Sebab, pola pikirnya sangatlah salah," ujarnya.

Suhandi menilai, akan lebih bijaksana jika Tom Lembong tidak melaporkan majelis hakim.

"Itu (tidak melaporkan hakim, red), yang bijaksana," kata Suhandi.

Kemudian, ketika dikonfirmasi apakah langkah Tom Lembong seharusnya cukup di abolisi, Suhandi juga menilai sebaiknya demikian.

"Iya, [cukup di abolisi saja, red]," tutur Suhandi.

Sementara itu, tim kuasa hukum Tom Lembong telah menegaskan, suami Franciska Wihardja itu tak ingin berhenti berjuang mendapat keadilan meski sudah lepas dari proses hukum dan penuntutan setelah mendapat abolisi.

Ia tetap ingin memastikan proses peradilan dijalankan secara adil dan profesional.

“Sebelum dan setelah abolisi, kami tetap melaporkannya, karena Pak Tom komitmen harus ada perbaikan proses penegakan hukum Indonesia,” ujar kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, Minggu (3/8/2025).

Selain itu, pelaporan majelis hakim ke KY dan Bawas MA merupakan bentuk keberatan atas proses hukum yang dinilai cacat secara etik dan profesional.

“Dia ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia bisa dirasakan oleh semuanya,” ujar Zaid Mushafi, Senin (4/8/2025).

Zaid Mushafi juga menyoroti sikap Hakim Anggota, Alfis Setyawan, yang dinilai tidak menjunjung asas praduga tak bersalah.

“Bahkan tidak jarang hakim anggota bernama Alfis menyimpulkan dengan tidak mengedepankan presumption of innocence, melainkan dengan presumption of guilty,” tegasnya.

Adapun pihak Komisi Yudisial (KY) menyatakan telah mengawal proses persidangan perkara tersebut melalui tugas pemantauan karena dinilai memiliki perhatian publik yang besar.

“KY segera memverifikasi dan menganalisis laporan. Oleh karena itu, kami berharap Kuasa Hukum TL segera melengkapi persyaratan laporan,” ujar Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangannya.

Ia juga menegaskan KY membuka kemungkinan memeriksa majelis hakim untuk menggali informasi lebih jauh mengenai dugaan pelanggaran etik. KY, lanjut Fajar, memastikan keadilan akan ditegakkan dan tidak ragu untuk merekomendasikan sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran kode etik hakim.

Sebelumnya, Tom Lembong telah dijatuhi vonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta (subsidair 6 bulan kurungan) dalam sidang yang digelar Jumat (18/7/2025) lalu terkait perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI periode 2015-2016.

Tom dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyebut bahwa perbuatan melawan hukum yang memperkaya orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Rekam Jejak Prof Suhandi Wijaya

Prof Suhandi Cahaya menyebut penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka tak sesuai KUHAP. (kolase youtube TVOne/tribun jabar)

Suhandi Cahaya lahir di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) pada 22 Juli 1954.

Ia dikenal sebagai advokat terkemuka dengan berbagai peran profesional.

Suhandi juga menjadi dosen di berbagai universitas ternama, seperti Fakultas Hukum (FH) Universitas Sahid Jakarta, FH Universitas Bayangkara Jakarta, Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945, Program Pascasarjana Universitas Jayabaya, Program Pascasarjana STIH IBLAM, Program Pascasarjana Universitas Djuanda Bogor, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Palembang.

Selain itu, keterlibatan dalam Organisasi, Suhandi Cahaya aktif dalam berbagai organisasi professional di antaranya Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Cabang Jakarta Pusat, Ketua Umum Yayasan Persekutuan Injil Advokat (YAPIA)

Dengan pengetahuan mendalam dan pengalaman luas, Suhandi Cahaya mengkhususkan diri dalam berbagai bidang hukum, termasuk Perbankan, Pasar Modal, Penanaman Modal, Kepailitan/Kurator, Pembiayaan, Properti, dan masih banyak yang lainnya

Riwayat Pendidikan

1. Sarjana Hukum dari Universitas Muhammadiyah, jurusan Perdata

2. Magister Hukum dari Universitas Jayabaya, jurusan Perdata

3. Master of Business Administration (MBA) dari IPWI

4. Business Training di Business Training Limited, London

5. Doktor dalam bidang Hukum Perdata dari Universitas Jayabaya

Beri Kesaksian Meringankan Pegi Setiawan

Sebelumnya, Suhandi Cahaya menilai, penangkapan dan penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus Vina Cirebon tidak sah atau tak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Di awal kasus ini, penyidik sempat mendatangi rumah Pegi Setiawan di Desa Kepompongan, namun tidak mendapati Pegi. 

Meski begitu, penyidik menyita sebuta motor milik Pegi tanpa berita acara penyitaan dan penetapan. 

Menurut ahli, sesuai dengan ketentuan, sebelum menyita, penyidik semestinya ada izin dari ketua pengadilan.

"Apabila sita sudah dilakukan, tapi izin belum ada, dalam waktu 3 hari harus minta ketua pengadilan bahwa dia sudah melakukan sita," terang Prof Suhandi Cahaya. 

Dilanjutkan Suhandi, apabila penyidik tidak melakukan itu, maka tidak dibenarkan dan merupakan kesalahan.  

Sementara terkait langkah penyidik yang selama 8 tahun tidak mencari Pegi dan mengirimkan surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi, menurut ahli semestinya pemnyidik memanggil terlebih dahulu. 

"Semestinya penyidik memanggil Pegi Setiawan kalau ternyata diduga. Kalau tidak dilakukan, tahu-tahu main tangkap, main tahan saja," sebut Suhandi. 

Padahal, lanjutnya, sejarah atau silsilah kasus ini yang menjadi DPO adalah Pegi Perong, bukan Pegi Setiawan.

"Kenapa Pegi setiawan yang diciduk?" kata Suhandi heran.

Tim kuasa hukum Pegi Setiawan lalu menegaskan apakah tindakan yang dilakukan penyidik melanggar hukum.

"Berarti , menurut ahli, apa yang dilakukan penyidik itu tidak sah?" tanya Marwan Effendi, kuasa hukum Pegi Setiawan. 

"Iya betul. Tidak sesuai dengan KUHAP," tegas Suhandi. 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tom Lembong Laporkan Majelis Hakim ke MA dan KY, Ahli Hukum Pidana: Itu Salah, Abolisi Sudah Cukup

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkini