Berita Viral

Duduk Perkara Alif Meninggal Usai Ditolak Pakai BPJS karena Dianggap Tak Darurat, Ini Klarifikasi RS

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BPJS KESEHATAN - Ilustrasi. Seorang bocah 12 tahun bernama Alif, Meninggal Usai Ditolak Pakai BPJS karena Dianggap Tak Darurat.

SURYA.co.id - Berikut duduk perkara Alif, bocah 12 tahun meninggal dunia setelah sempat ditolak pakai BPJS Kesehatan karena dianggap tidak darurat.

Diketahui, seorang anak berusia 12 tahun, Alif Okto Karyanto, meninggal dunia pada Minggu (15/6/2025) dinihari.

Ia meninggal setelah diduga ditolak perawatan di RSUD Embung Fatimah Batam, Kepulauan Riau, karena statusnya sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Korban dinyatakan meninggal dua jam setelah diduga mengalami penolakan perawatan di rumah sakit tersebut.

Peristiwa ini menjadi viral setelah diunggah oleh pengguna media sosial Facebook bernama Suprapto pada hari sebelumnya, yang kini telah dibagikan sebanyak 659 kali.

Kronologi Versi Pasien

Dalam unggahannya, Suprapto menceritakan kronologi saat orang tua Alif membawa anaknya ke RSUD Batam pada Sabtu (14/6/2025) malam sekitar pukul 22.30 WIB.

Setelah masuk melalui Unit Gawat Darurat (UGD), pihak rumah sakit menginformasikan bahwa mereka tidak dapat merawat Alif karena pasien tidak masuk dalam kategori darurat.

"Kami tidak tahu kok rumah sakit bisa berkata seperti itu, padahal jika pasien tengah malam ke UGD pasti sudah sakit. Karena orang tuanya warga tidak mampu, jika harus bayar sendiri maka oleh orang tua Minggu 15 Juni 2025 jam 02.30 atau sekitar 4 jam di RSUD dibawa pulang dengan menebus obat bayar sendiri," ungkap Suprapto dalam postingannya.

Setelah ditolak, keluarga Alif memutuskan untuk membawa pulang korban setelah membayar semua biaya yang diminta pihak rumah sakit.

Namun, Alif kemudian dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 04.30 WIB, Minggu (15/6/2025) dinihari.

"Tapi Naas sampai di rumah ananda pukul 04.30 mengembuskan napas terakhir," tambahnya.

Klarifikasi Pihak RS

Direktur RSUD Embung Fatimah, Sri Widjayanti Suryandari, membantah tuduhan mengenai penolakan perawatan terhadap peserta BPJS Kesehatan.

Ia menjelaskan bahwa pihak rumah sakit selalu siap membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

"Saat itu juga langsung kami layani di IGD sesuai keluhan dua jam sebelumnya terlihat sesak di rumah. Akhirnya kami kasih bantuan oksigen, pemeriksaan respirasi, nadi ulang, laboratorium, dan pemeriksaan kadar oksigen," ujar Sri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (16/6/2025), melansir dari Kompas.com.

Sri menambahkan, saat tiba di rumah sakit, kondisi Alif stabil dan tidak memenuhi kriteria gawat darurat, sehingga tidak bisa dijamin oleh BPJS.

Setelah hampir empat jam diobservasi, kondisi pasien tetap stabil dan akhirnya dipulangkan dengan rekomendasi untuk rawat jalan.

"Jadi kami sudah melayani. Bukan tidak melayani, seperti yang disebarkan," tegasnya.

Kasus ini menyoroti pentingnya akses dan pemahaman terhadap layanan kesehatan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tergabung dalam program BPJS Kesehatan.

Benarkah Operasi Caesar Tak Ditanggung BPJS Kesehatan Jika Jarang Berobat?

Sebelumnya, Jagat media sosial juga sempat dihebohkan terkait operasi caesar yang katanya tak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Menurut narasi yang beredar, operasi caesar tak ditanggung BPJS lantaran jarang dipakai untuk berobat.

Unggahan tersebut juga menyebutkan bahwa aturan tersebut berlaku per 1 April namun tidak disebutkan tahunnya.

“BPJS Bikin Aturan Mendadak Buat Para Bumil, Operasi SC Tidak Ditanggung BPJS Bila Selama Kehamilan Tidak Pernah Di Periksa Rutin pakai BPJS,” bunyi keterangan dalam unggahan.

Lantas, Benarkah Operasi Caesar Tak Ditanggung BPJS Kesehatan Jika Jarang Berobat?

Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah membantah informasi tersebut.

Ia mengungkapkan, pelayanan kesehatan termasuk persalinan caesar ditanggung BPJS Kesehatan, meski tidak menggunakannya saat periksa rutin.

Asalkan, kata Rizzky, tindakan caesar yang diambil tersebut sesuai dengan indikasi medis yang sah menurut dokter.

“Artinya, tindakan caesar ini harus atas pertimbangan medis demi keselamatan ibu dan/atau bayi,” terang dia.

Dengan begitu, imbuhnya, BPJS Kesehatan tidak menanggung biaya persalinan caesar yang dilakukan atas permintaan sendiri tanpa adanya indikasi medis.

Agar biaya operasi caesar ditanggung BPJS Kesehatan, pastikan bahwa ibu hamil telah terdaftar sebagai peserta JKN aktif.

Ibu hamil juga perlu mengikuti alur rujukan sesuai ketentuan BPJS Kesehatan, yakni menjalani pemeriksaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terlebih dahulu.

Ketika mendatangi FKTP, ibu hamil hanya perlu menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Tidak perlu membawa kartu fisik JKN maupun berkas fotokopi identitas,” ujar Rizzky.

Apabila memerlukan operasi caesar, ibu hamil akan dirujuk atau dibawa ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) seperti rumah sakit.

Meski demikian, persalinan caesar di FKRTL tersebut perlu mendapatkan rujukan dari dokter di FKTP sesuai indikasi medis.

Ibu dengan kehamilan berisiko tinggi atau mengalami gangguan dan kelainan dalam proses persalinan normal, juga akan dirujuk bersalin di FKRTL.

Kondisi berisiko tinggi yang dimaksud seperti pendarahan, kejang kehamilan, ketuban pecah dini, dan kondisi lainnya yang menyebabkan kecacatan. 

"Surat rujukan akan diberikan setelah dokter melakukan pemeriksaan dan menemukan indikasi medis yang menunjukkan perlunya tindakan caesar," ucap Rizzky.

Namun jika dalam kondisi gawat darurat, persalinan operasi caesar dapat dilakukan di FKRTL tanpa rujukan.

Menurutnya, penjaminan layanan persalinan normal maupun operasi caesar berlaku untuk seluruh peserta, termasuk bagi segmen mandiri dan penerima bantuan iuran dari pemerintah.

Nantinya ketika proses persalinan di FKTP atau FKRTL, akan diambil sampel Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). 

Proses ini sudah termasuk dalam paket pelayanan persalinan, guna mendeteksi kelainan hormon tiroid pada bayi baru lahir, sehingga dapat segera diobati.

Pemeriksaan sampel SHK akan dilakukan oleh laboratorium yang telah ditunjuk pemerintah dengan pembiayaan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Peserta tidak ditarik biaya untuk pelayanan ini," pungkas Rizzky.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkini