Berita Surabaya

KISAH Lengkap Dwi Kurniawati Buruh Asal Surabaya yang Masuk Bui Usai Tanyakan UMK

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dwi Kurniawati (kiri), Buruh Asal Surabaya yang Masuk Bui Usai Tanyakan UMK. Simak kisah lengkapnya.

SURYA.co.id - Inilah kisah lengkap Dwi Kurniawati (41), buruh asal Surabaya yang dibui usai tanyakan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Diketahui, sosok Dwi Kurniawati jadi sorotan karena kasus yang menjeratnya.

Kasus yang menjebloskan mantan karyawan tempat hiburan malam Kowloon Surabaya sejak 5 Maret 2024 lalu itu mendapat sorotan dari para pengacara di Surabaya.

Sekelompok pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (Tabur Pari) menemukan kejanggalan dalam kasus ini.

Mereka menduga kasus ini tidak bisa dipisahkan karena Dwi Kurniawati memperjuangkan hak mendapat upah sesuai UMK.

Baca juga: Buruh Wanita Surabaya Dikriminalisasi Karena Tanya UMK, Polda Jatim Hentikan Kasusnya Tanpa Alasan

Berikut kronologi lengkap kasus ini.

1. Tidak Mendapat Haknya

Menurut pandangan LBH, Dwi hanya korban yang tidak mendapatkan hak ketenagakerjaan, namun perusahaan justru menjadikannya korban kembali dengan cara melapor di Polsek Genteng Surabaya.

Padahal sebelumnya Dwi sudah terlebih dahulu melapor ke Polda Jatim, tetapi polisi malah menghentikan kasusnya.

Achmad Roni, salah seorang pengacara dari LBH menjelaskan, semua Dwi bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria atau yang lebih dikenal Diskotik Kowloon.

Dwi mulanya dikontrak kerja selama 6 bulan, dan dijalani selama 3 bulan. Pada bulan pertama Dwi mendapat gaji Rp 1,2 juta, bulan kedua Rp 1,5 juta, dan ketiga Rp 2,3 juta.

"Selain gaji di bawah UMK, Bu Dwi juga tidak didaftarkan BPJS dan akta kelahirannya ditahan. Berawal dari situ, Bu Dwi mengadu ke Disnaker Kota Surabaya dan diarahkan sebagai perselisihan hak pidana ke Disnaker Provinsi Jatim. Karena tidak ada tindak lanjut, Dwi melaporkan ke Polda Jatim," ucapnya.

Baca juga: Sosok Santri di Riau yang Tega Bakar Temannya di Dalam Kamar, Usia 16 Tahun, Sering Dibully

2. Malah Dilaporkan

Anehnya, polisi ternyata menghentikan kasus tersebut.

Tetapi ketika kemudian Dwi dilaporkan di Polsek Genteng oleh oknum di perusahaan tempatnya bekerja, polisi dengan cepat menangani.

"Yang melaporkan adalah karyawan bernama Eko Purnomo. Pelapor ini bukan pemegang saham tetapi melaporkan nama perwakilan perusahaan.

Anehnya lagi, menjelang pemanggilan tersangka, keterangan mewakili perusahaan dihilangkan. Laporan menjadi atas nama pribadi yaitu Eko," ujar Roni.

3. Diduga Dikriminalisasi

Roni dan rekan-rekannya beranggapan perkara ini tidak bisa dipisahkan karena Dwi Kurniawati memperjuangkan hak mendapat upah sesuai UMK.

"Singkatnya, ada kriminalisasi, Bu Dwi masuk bui hanya karena menanyakan tanya UMK," jelasnya.

Baca juga: Nyambi Jadi Biduan Sejak Kelas 5 SD, Wanita Ini Kini Sukses Jadi Bos Skincare dan Bergelimang Emas

4. Isi Dakwaan

Kasus ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, di mana Dwi menjadi terdakwa atas pelaporan yang dilakukan Eko, karyawan di Kowloon juga.

Dan Kamis (21/3/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Surabaya, Darwis membacakan amar dakwaan kepada terdakwa Dwi Kurniawati di ruang Candra PN Negeri Surabaya.

Dwi merupakan pekerja asal Sumber Welut, Kota Surabaya yang menurut versi laporan Eko, diduga memalsukan surat pengalaman kerja untuk bisa bekerja sebagai staff accounting di PT Mentari Nawa Satria. Perusahaan ini biasa dikenal dengan sebutan Kowloon Palace Internasional Club.

Sidang berlangsung secara daring di mana terdakwa menghadapi sidang dari Rutan Medaeng. Di depan majelis hakim yang diketuai Taufan Mandala, Darwis menjelaskan bahwa terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William Booth yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus.

Dengan surat tersebut, terdakwa bisa bekerja di sebagai staff accounting sejak 28 November dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023.

"Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja, didapatkan temuan terdakwa sering melakukan kesalahan terhadap perhitungan kerja karyawan," kata Darwis.

Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.

Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan Kopkar Rumah Sakit William Booth.

Baca juga: Beda Perlakuan Prabowo dan Anies saat Sambangi NasDem Tower, Kehadiran Surya Paloh Disorot

Selanjutnya saksi melakukan pengecekan di rumah sakit tersebut. Dan terungkap bahwa lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan Rumah Sakit William Booth adalah palsu.

Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 tidak pernah bertandatangan dalam surat pengalaman kerja milik terdakwa.

Namun terdakwa Dwi Kurniawati memang pernah bekerja sebagai karyawan kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera Rumah Sakit William Booth sebagai staff administrasi. Kurang lebih sejak tahun 2005 sampai dengan 2014, lalu ia berhenti kerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Bahwa dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar, Dwi Kurniawati bisa dapat diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria," ucap Darwis.

Darwis melanjutkan, seharusnya terdakwa saat itu tidak bisa diterima kerja sebagai accounting. Karena yang dibutuhkan adalah seorang yang berpengalaman.

Hingga akhirnya terbukti ketika terdakwa bekerja tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan. Akibatnya tempat usaha hiburan malam di Surabaya itu mengalami kerugian sekitar Rp 24 juta.

Rinciannya, ada gaji selama 6 bulan dikalikan Rp 3 juta yaitu Rp 18 juta. Lalu kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp 4,7 juta. Ditambah lagi Tunjungan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp 1,5 juta.

Berita Terkini