SURYA.co.id | SURABAYA – Daun jati selama ini hanya digunakan sebagai pembungkus nasi atau pewarna sayur gudeg.
Padahal daun jati di Desa Herbal Kebontunggul, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto cukup banyak karena adanya hutan jati.
Melihat hal ini, Dosen dan mahasiswa Fakultas Teknobiologi Universitas Surabaya (Ubaya) berkolaborasi dengan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) membuat inovasi kukis dan teh untuk mengoptimalkan daun jati yang melimpah.
Ketua tim, apt Tjie Kok PhD mengatakan keberadaan daun jati sangat melimpah di desa tersebut.
Apalagi terdapat hutan jati terbesar di Jawa Timur dengan luas sekitar 130 hektare.
Namun sayangnya pemanfaatan daun jati masih sangat minim.
“Kandungan senyawa dalam daun jati diketahui mempunyai aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (antiradang). Oleh karena itu, kami berinisiatif membuat produk pangan bermanfaat kesehatan yang memiliki nilai komersial, yakni kukis dan teh,” jelasnya di sela demo pembuatan cookies dan teh daun jati di Ubaya Baking Center, Kampus Ubaya Tenggilis, Rabu (4/10/2023).
Produk pangan dari daun jati ini memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (antiradang) karena kandungan senyawa berupa senyawa fenolik, flavonoid, tanin, terpenoid, dan alkaloid yang terdapat di dalamnya.
Oleh karena itu, mengonsumsi teh dan kukis ini bermanfaat untuk pencegahan terhadap timbulnya penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit kronis lain.
Kukis dan teh ini memiliki kandungan senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (antiradang).
"Melalui inovasi ini, masyarakat bisa memiliki produk unggulan dari daun jati yang gratis menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi dan khas. Bahkan Pembuatan inovasi ini menjadi bagian dari Program Pemberdayaan Berbasis Wilayah (PBW) berupa Pemberdayaan Desa Binaan (PDB)," lanjutnya.
Program ini juga mendapatkan dukungan pendanaan dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Mahasiswa Magister Teknobiologi Ubaya, Tiffany Arista Sutanto, menjelaskan proses pembuatan dimulai dengan mengumpulkan daun jati pada hutan jati di kawasan Desa Kebontunggul.
Kemudian daun tersebut dipilah untuk diambil daun jati berusia muda yang berwarna hijau segar.
Daun tersebut diangin-keringkan (dapat memakai kipas angin), lalu dimasukkan ke dalam food dehydrator (cabinet drier) hingga kering.
Selanjutnya daun kering dirajang kecil-kecil dan diserbukkan dengan mesin penepung herbal (herb grinder).
"Untuk empat hingga lima kilogram daun basah jika dikeringkan bisa mendapat 400gram daun kering dan setelah diproses bisa dapat 200 gram tepung. Karena kami pakai 5 persen saja tepung daun jatinya untuk satu resep cookies, jadi kami bisa dapat 4 kilogram cookies dari 200 gram tepung itu," urainya.
Serbuk daun jati ini, selain siap diolah menjadi produk olahan seperti cookies juga untuk produk olahan teh botol.
Bisa juga dimasukkan ke dalam kantung teh celup dan disegel untuk produk olahan teh celup.
Dikatakannya, pengolahan menjadi teh dan kukis merupakan tahap awal dari inovasi pemanfaatan daun jati.
“Pada tahap selanjutnya tentu dapat dikembangkan produk olahan lainnya yang berbasis daun jati, antara lain produk aneka kue, sabun antiseptik (karena aktivitas antibakteri dari senyawa yang terkandung di dalamnya), dan produk olahan komersial lain,” pungkasnya.