SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Kasus penggelapan solar ilegal di Tulungagung akhirnya berbuah hukuman yang sama pada dua terdakwa yaitu M Juari (42) dan Priyanto (54) yaitu masing-masing 4 bulan penjara. Juari yang menjadi sopir pengangkut solar ilegal juga dikenai denda Rp 3 juta, sedangkan Priyanto (54) yang menjadi pemilik gudang penampungan solar ilegal diganjar denda Rp 5 juta.
Keduanya diputus dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Rabu (29/3/2023), karena berkomplot dalam penyalahgunaan solar subsidi yang dijual ulang dengan harga solar industri.
“Kedua terdakwa dinyatakan bersalah, turut serta menyalahgunakan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah,” terang Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti.
Lanjut Amri, jika denda yang ditetapkan majelis hakim untuk Juari dan Priyanto tidak dibayarkan, maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan.
Sebelumnya Juari dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) penjara 7 bulan dan denda Rp 3 juta sehingga putusan majelis hakim 3 bulan lebih rendah. “Untuk dendanya sama, divonis Rp 3 juta, namun pidana penjara putusan hakim 3 bulan lebih rendah,” ungkap Amri.
Sedangkan untuk Priyanto, JPU menuntut pidana penjara 7 bulan dan denda Rp 5 juta, subsider 5 bulan kurungan. Dengan demikian, putusan majelis hakim lebih rendah 3 bulan, dan putusan subsider denda juga lebih rendah 2 bulan.
Atas putusan ini, JPU menyatakan pikir-pikir, sebelum menentukan sikap banding atau menerima. “Kami akan melaporkan putusan ini pada pimpinan. Kami akan manfaatkan waktu sebelum mengambil sikap,” sambung Amri.
Dari data perkara, baik Juari maupun Priyanto mulai ditahan sejak 28 November 2022. Jika dihitung putusan pidana primer, maka keduanya seharusnya bebas, Selasa (28/3/2023) kemarin. Hanya tergantung dari pidana denda yang dijatuhkan majelis hakim.
Selain kedua terdakwa ini, saat Kejari Tulungagung tengah melakukan penuntutan terhadap tersangka Nasrat. Nasrat adalah pemilik PT Dina Raya Internusa, yang armadanya dikemudikan Jauri untuk mengangkut solar bersubsidi. “Untuk terdakwa Nasrat, pekan depan akan menghadapi tuntutan,” pungkas Amri.
Kasus ini diungkap Satreskrim Polres Tulungagung. Dalam modusnya, terpidana memodifikasi mobil boks layaknya kendaraan niaga untuk membeli solar bersubsidi. Dalam mobil boks itu sudah dilengkapi bak penampungan yang terhubung dengan tangki bahan bakar mobil.
Bak penampungan ini juga dilengkapi pompa untuk mengalirkan solar dari tangki mobil. Setiap hari mobil boks modifikasi ini yang dipakai berkeliling dari SPBU satu ke SPBU lainnya untuk membeli solar bersubsidi, dan sekali transaksi tersangka membeli 50-70 liter.
Jika bak penampungan sudah penuh, solar akan dipindahkan ke truk tangki solar PT Dana Raya Internusa. Tersangka bisa melakukan pembelian dari sedikitnya 20 SPBU di wilayah Tulungagung dan Kediri, sekitar 1.000 liter solar subsidi per hari. Solar ini kemudian dijual sebagai solar industri.
Mereka mengambil keuntungan dari selisih harga antara solar bersubsidi dan solar industri. Jika solar bersubsidi dijual Rp 8.600 per liter, solar industri dipatok Rp 15.000 per liter. Untuk menarik pembeli, tersangka menjual di harga Rp 11.000 hingga Rp 11.2000 per liter dan mereka mengaku menjalankan usaha ilegal ini sejak 4 bulan terakhir. ******