SURYA.CO.ID, PROBOLINGGO - Larangan impor pakaian tangan kedua alias bekas oleh pemerintah belum lama ini sangat dirasakan para pedagang busana di Probolinggo. Sejumlah pedagang pakaian bekas impor pun menjerit, lantaran ada sebagian yang sudah sangat bergantung pada usahanya itu untuk menyambung hidup.
Larangan impor pakaian bekas ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Seorang penjual pakaian bekas impor atau disebut thrifting, Yuni Dharma (46), warga Jalan Panjaitan, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo mengaku keberatan dengan aturan pemerintah.
Pasalnya mata pencaharian satu-satunya Yuni adalah menjual pakaian bekas impor. "Aturan larangan impor pakaian bekas memberatkan saya. Saya sudah usaha menjual pakaian bekas impor sejak 3 bulan. Usaha ini lumayan menghasilkan," kata Yuni, Rabu (29/3/2023).
Dalam sebulan, lanjut Yuni, ia bisa mendapatkan penghasilan kotor Rp 2,5 juta. Uang sebesar itu cukup bagi Yuni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Kalau dilarang, saya mau usaha apa lagi. Meski bukan partai besar, usaha ini menghasilkan bagi saya," paparnya.
Pedagang pakaian bekas lain, Abdul Satar, warga Desa Banjarsari, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, menyebut jualan baju bekas sudah ia lakoni sejak 20 tahun lalu. Berdagang baju bekas, merupakan pekerjaan utamanya.
Satar menjual pakai bekas seharga Rp 5.000 sampai Rp 15.000, tergolong ramah di kantong. "Kalau memang ada larangan impor pakaian, lalu untuk makan dan membiayaai anak saya sekolah siapa? Usaha ini merupakan pekerjaan utama saya," pungkasnya. ****