Diejek, Kakek 90 Tahun KO Rampok

Penulis: Cak Sur |
[caption id="attachment_153379" align="alignleft" width="150" caption="Parmin"][/caption] SURABAYA |  SURYA - Parmin (90), terpidana 12 tahun penjara kasus pembunuhan terhadap Kamsi alias Ambon di Jalan Jemursari, 6 Oktober 2009 silam, menggemparkan Rumah Tahanan Medaeng, Surabaya. Pria yang akrab disapa Mbah Min ini mengepruk dua napi, teman satu selnya. Modus yang dilakukan sama ketika menghabisi Kamsi --rekan sesama tukang becak yang tewas ditangannya-- yakni mengincar kepala korbannya saat tertidur pulas. Bedanya, kalau Kamsi dibacok kepalanya hingga tewas, sedangkan dua napi ini dikepruk dengan palu dan balok kayu hingga knockout (KO) alias klenger. Beruntung nyawa dua napi itu masih bisa diselamatkan. Informasi yang diterima Surya, peristiwa pertama terjadi seminggu lalu. Bermula dari ulah rekan satu selnya di Blok A yang mengejek Parmin dengan mengatakan kalau dia sudah tua dan impoten. Awalnya Parmin diam saja ketika digojlok loyo, namun memendam dendam. Malam hari ketika 35 tahanan di selnya tertidur pulas, Parmin terbangun dan langsung mengambil palu yang ada di sel. Tanpa pikir panjang, kakek renta ini menghantamkan palu ke kepala teman yang pada siang hari mengejeknya tersebut. Hantaman palu itu mengenai pelipis kiri korban. Akibatnya, napi kasus 365 (perampokan) yang memiliki tato di sekujur tubuh itu terkapar. Oleh napi lainnya, pria ini langsung dilarikan ke poliklinik (Blok D). Ketua Tim Medis Rutan Medaeng dr M Arifin saat dikonfirmasi membenarkan kabar ini. “Lukanya cukup parah, saya harus menjahitnya dan korban juga harus menjalani rawat inap di poliklinik sampai seminggu,” terang dr Arifin tanpa menyebut nama korban saat ditemui, Senin (28/2). Setelah peristiwa itu, Mbah Min diisolasi di sel khusus untuk mencegah kejadian serupa. Setelah dirasa aman, pihak rutan lalu melepas Mbah Min ke sel umum lagi. Selang tiga hari setelah dilepas tepatnya, Jumat (25/2), Mbah Min kembali berulah. Penyebabnya sama, saat itu beberapa napi menggunjing dan menggojloknya dengan guyonan vulgar. Mbah Min kembali emosi, namun emosi itu dipendamnya lagi dan baru diluapkan malam harinya. Sasarannya kali ini adalah Citra Wijaya Liem, terpidana kasus penipuan (Pasal 378 KUHP). Pria berkulit putih ini dikepruk dengan balok kayu mengenai kepalanya. Keprukan ke kepala Liem ini lebih keras hingga mengakibatkan kepalanya bocor dan mengalami pendarahan hebat. Liem langsung dilarikan ke RS Bhayangkara Polda Jatim, malam itu juga. “Saat itu lukanya sangat parah, di tulang kepala belakangnya retak hingga harus di CT Scan. Saya saja sampai bingung mencarikan biaya pengobatan karena tidak ada keluarga korban yang mengurus,” papar Arifin. Akibat luka ini, Liem harus dirawat beberapa hari di RS Bhayangkara dan baru pulang, Minggu (27/2) lalu. Kasi Pelayanan Tahanan Rutan Medaeng Suwanto memastikan penganiayaan yang dilakukan Mbah Min sudah dilaporkan ke Polsek Waru. “Kelanjutan proses penyidikannya, kami serahkan sepenuhnya pada polsek,” terang Wanto saat dihubungi, Senin (28/2). Sementara itu, Mbah Min pascakejadian langsung diisolasi di sel khusus Blok F (narkoba). Di sel ini Mbah Min tinggal sendiri dengan pengawasan penuh. Wanto mengaku tidak tega jika harus mengirimkan Mbah Min ke ‘sel tikus’, karena kondisinya sudah renta. Sel tikus yang luasnya hanya pas untuk tubuh manusia biasa digunakan untuk mengurung napi bermasalah. “Kami sudah sering mengisolasi dia, setelah baik kami keluarkan lagi. Tapi ternyata ia mengulangi perbuatannya lagi,” keluhnya. Diakui Wanto, emosi Mbah Min sangat labil. Digojlok sedikit dia langsung naik darah dan meluapkan emosi bak seorang algojo berdarah dingin. Agar kejadian ini tidak terulang lagi, Senin, Mbah Min dilayar ke Lapas Porong. Sementara itu, kuasa hukum Mbah Min dari Purbakum Pengadilan Negeri Surabaya Selvi Laka SH mengaku, sudah mendengar perilaku Mbah Min yang menganiaya rekan satu selnya. Namun Selvi belum tahu jika masalah ini dilaporkan ke polsek. “Kami belum mendapat pemberitahuan itu dari pihak Rutan Medaeng. Mesiki begitu kami siap saja, jika nanti diminta mendampingi lagi,” ujarnya. Selvi mengaku, sudah sering mengingatkan Mbah Min tentang perilakunya yang emosional dan cepat tersinggung itu. Bahkan ketika kasus pertama, Selvi datang ke Medaeng untuk meminta maaf kepada korbannya. “Kalau tidak emosi dia baik, dia mau kok minta maaf. Tapi kalau emosi benar-benar tidak terkendali, saya sudah sering menasihati tapi masih saja begitu,” keluhnya. Dikatakan Selvi, kondisi Mbah Min memang butuh perhatian ekstra. Hidupnya selama ini sebatang kara. Sejak kasusnya bergulir hingga putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan PN Surabaya menghukum Mbah Min 12 tahun penjara keluar Kamis lalu (24/2), tidak ada satupun keluarganya yang menengok. Sebelum membunuh, Mbah Min tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Ia biasa mangkal sebagai tukang becak di kawasan Jl Jemursari, Surabaya. Saat ini untuk makan, Mbah Min hanya mengandalkan makanan dari penjara. Begitu juga dengan pakaian yang banyak didapatnya dari pemberian pihak rutan maupun rekan sesama tahanan. Karena usianya yang sudah renta, tidak jarang Mbah Min sering lupa (pikun). “Ini terjadi saat kami memberinya uang untuk bekal hidupnya di penjara. Setelah beberapa hari kami datang lagi, kami tanya uangnya dipakai apa, dia bilang lupa naruhnya. Itu sering terjadi karena itu kami hanya memberinya sedikit uang untuk bekal di tahanan,” kata Selvi. Dengan vonis 12 tahun penjara itu, berarti Mbah Min baru bisa bebas di usia 102 tahun. Dan bisa jadi, sebelum masa hukumannya habis, Mbah Min sudah dijemput ajal.
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved