Abdus Shomad Belasan Tahun Rutin Lapor Polisi Urus Kesehatan Anak Terlantar di Surabaya Barat
Lansia yang sudah sejak tahun 2012 ditinggal wafat istrinya itu tercatat sebagai kepala keluarga dalam dokumen tersebut.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Nafisah Al Mukaromah ditinggalkan ibunya sejak baru lahir.
Ibunya menyerahkan Nafisah beserta ari-arinya kepada Panti Asuhan Al Mu’min beberapa jam setelah proses persalinan di salah satu praktik bidan kawasan Surabaya Barat.
Saat diserahkan, bayi yang lahir dengan bobot sekitar 2 kilogram itu belum diberi nama.
Nama Nafisah baru didapatnya tiga hari setelah lahir. Itu pun atas pemberian dari Hr. Abdus Shomad Suryanto, pemilik Panti Asuhan Yatim Piatu Al Mu’min yang terletak di Jalan Wisma Lidah Kulon B-125, Surabaya. Sejak saat itulah, Nafisah tinggal di panti asuhan tersebut.
Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi gadis kecil menginjak usia tujuh tahun dan sudah menjadi pelajar kelas I Sekolah Dasar (SD) Negeri Lidah Kulon.
Sehari-hari ia tinggal bersama puluhan anak di panti asuhan, yang sebagian besar nasib mereka terpisah dari orang tua.
Baca juga: Jalur Situbondo-Banyuwangi Lumpuh Total Pagi Ini, Organda Jatim : Terkuci di Bangsring Wongsorejo
Bagi mereka, sosok pengganti orang tua yaitu pemilik panti asuhan, yang sehari-hari dipanggil Abah Shomad.
Mereka hidup di rumah berlantai tiga, tak jauh dari gerbang masuk komplek perumahan Wisma Lidah Kulon.
Ruang tengah di lantai dasar rumah mereka bukan sekadar tempat berkumpul, tapi juga difungsikan sebagai penyimpanan kebutuhan harian anak-anak.
Mulai dari barang sembako, susu, popok, termasuk perlengkapan mandi disusun di sebuah rak besi yang tingginya hampir sekitar 3 meter.
Bukan hanya barang-barang saja yang tertata di rumah tersebut.
Masing-masing nama anak, mulai dari kelahiran tahun 2001 hingga 2019, masuk di dalam Kartu Keluarga (KK) pemilik panti asuhan berusia 63 tahun itu. Nafisah tercatat sebagai keluarga yang ke-20.
Ada sebanyak 21 anak yang masuk di dalam KK Abah Shomad.
Lansia yang sudah sejak tahun 2012 ditinggal wafat istrinya itu tercatat sebagai kepala keluarga dalam dokumen tersebut.
Jumlah anak yang dimasukkan cukup banyak, sehingga berkas kependudukannya sampai tercetak hingga tiga lembar.
“Setiap ada penghuni baru, saya selalu usahakan masuk dalam KK. Supaya identitas mereka jelas, dan satu lagi, semisal kalau tiba-tiba saya nggak ada umur, asal-usul mereka jelas, jadi tidak terlantar,” tegasnya.
Tiga lembar KK bukan sekadar dokumen administratif bagi puluhan anak di panti asuhan.
Mereka bisa menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan jenis kepesertaan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Dengan begitu, siapa pun yang sakit, bisa pergi berobat tanpa perlu membuka laci dana darurat atau menunggu bantuan dari dermawan.
“Donatur sifatnya seperti bersedekah, tl tidak mengikat. Penghasilan saya sehari-hari swasta hanya buka sewa mobil. Kalau punya KIS bisa lebih tenang, ada yang sakit bisa langsung berobat, tidak usah bingung mikir biaya karena pengobatan dibayar sama negara,” ucapnya.
Ia masih ingat satu peristiwa yang membuatnya sadar jaminan kesehatan penting bagi puluhan anak asuhnya.
Salah seorang balita masih berusia 14 bulan pernah mengalami demam tinggi, disertai muntah dan diare selama dua hari.
Dokter klinik tak jauh dari panti asuhan menyatakan si kecil mengalami muntaber akut dan disarankan harus segera dirawat di rumah sakit.
Salah satu rumah sakit milik instansi pemerintah di Surabaya dipilih menjadi tempat rujukan berobat.
Balita laki-laki itu harus menjalani rawat inap selama tiga hari di rumah sakit tersebut.
Tanpa jaminan kesehatan, dana darurat panti hampir terkuras hanya untuk satu kasus sakit.
“Tagihan rumah sakit waktu itu sampai jutaan. Saya benar-benar bingung, uang dari mana. Untung ada wartawan yang tulis kisah anak itu, akhirnya ada donatur bersedia membantu. Tapi gimana kalau semisal nggak ada yang peduli, bagaimana nasib anak itu? Makanya saya usahakan mereka masuk KK agar punya KIS, karena negara sudah janji dalam UUD 1945 Pasal 34 bahwa anak terlantar dipelihara negara,” tuturnya.
Gotong Royong, Semua Tertolong
Aragit Elgantara tumbuh dari balita menjadi pemuda dewasa di Panti Asuhan Al Mu’min.
Kini, pemuda berusia 20 tahun dengan postur kekar dan tinggi sekitar 175 centimeter itu menjadi sosok kakak bagi Nafisah dan puluhan anak lainnya di sana.
Salah satu tugas yang kini ia tangani adalah mengurus dokumen administrasi untuk empat adik asuhnya.
Selama tiga tahun terakhir, keempat anak itu tinggal bersamanya di panti, namun belum tercantum dalam KK milik pengasuh panti.
Saat ditemui, ia menunjukkan surat Laporan Polisi (LP) tentang pengasuhan anak yang dibuat di Polsek Lakarsantri.
Laki-laki yang akrab disapa Agit itu menjelaskan, tujuan membuat laporan polisi karena syarat mengurus dokumen kependudukan anak-anak tanpa orang tua kandung harus melampirkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian.
“Sekarang bisa cukup di polsek, kalau dulu malah harus di Polres. Saya lupa tahunnya, pokoknya belum sekolah SD pernah diajak Abah Shomad (pemilik panti, red) ke Polrestabes Surabaya untuk buat BAP, setelah itu nunggu jadwal sidang di pengadilan. Kalau sekarang BAP cukup di polsek saja sudah bisa dipakai buat mengurus ke Dispendukcapil secara online,” terangnya.
Saat ini, proses administrasi keempat balita itu tersendat di tahap awal.
Laporan di Polsek Lakarsantri yang dibuat sejak 15 Februari 2021 sebagai usahanya mendapatkan BAP, tak kunjung selesai.
Akibatnya, hingga kini keempat adik itu belum memiliki jaminan asuransi seperti anak-anak lain di panti asuhan.
“Pernah inisiatif tanya ke Polda Jawa Timur, jawabannya disuruh nunggu mungkin masih dipelajari. Tanya lagi ke polsek, disuruh nunggu. Salah satu anak dulu masih bayi, sekarang sudah bisa jalan, tapi BAP belum juga dibuat. Padahal itu syarat agar adik-adik punya catatan sipil dan KIS,” ujarnya, Selasa (29/7).
Panti Asuhan Al Mu’min sudah berdiri sejak tahun 1994. Soal layanan kesehatan, Abah Shomad sebagai pemilik panti mengenal dekat pemilik Rumah Sakit Randegansari Husada di Gresik.
Semisal ada yang membutuhkan penanganan medis, rumah sakit itu siap melayani.
Fasilitas KIS bisa digunakan untuk mendapatkan layanan medis dan obat tanpa membayar sepeser pun.
Agit, yang dulu diasuh dan kini jadi pengasuh, berharap makin banyak pihak terlibat membantu anak-anak tanpa orang tua, terutama dalam mempermudah akses jaminan kesehatan.
“Sakit kan nggak bisa diprediksi, bisa datang (menyerang, red) kapan saja. Makanya, kalau semua terdaftar KIS, rasanya lebih tenang,” tandasnya.
Ada yang Masih Berjuang
Tri Sugiarto tampak sibuk saat ditemui di Panti Asuhan Bonek, kawasan Cemeng Bakalan, Sidoarjo.
Siang itu, pria yang akrab disapa Cak Tri itu duduk lesehan di ruang tengah lantai dua bersama beberapa anak. Mereka bercanda, sesekali bertukar cerita soal sekolah.
Panti asuhan yang terletak tak jauh dari kawasan pusat Kabupaten Sidoarjo itu sekarang dihuni delapan anak.
Anak tertua sudah pelajar SD kelas enam. Namun, mereka belum ada satu pun yang terdaftar sebagai peserta KIS.
“Kalau ada yang sakit, ya terpaksa kami tangani pakai alokasi dana darurat,” ujarnya.
Ia paham betul pentingnya jaminan kesehatan. Keinginannya sederhana: anak-anak bisa berobat tanpa harus memikirkan biaya.
Ia sempat berencana meniru langkah Panti Asuhan Al Mu’min, yang memasukkan anak-anak asuh ke dalam Kartu Keluarga (KK) milik pengasuh agar bisa mengakses layanan BPJS.
“Masalahnya, nggak ada pengasuh yang berdomisili di panti,” ungkapnya.
Karena itu, proses administrasi belum bisa dipenuhi. Tapi sedikit demi sedikit, syarat-syarat itu sedang diupayakan.
Cak Tri berharap anak-anak asuhnya kelak bisa mendapatkan hak yang sama seperti anak-anak lain: jaminan kesehatan yang layak.
Jembatani Anak Terlantar
Panca Puspita Sari tampak sibuk saat ditemui di ruang kerjanya siang itu.
Di depan monitor laptopnya, Pekerja Sosial Pertama Dinas Sosial Jawa Timur itu sedang menelepon polisi.
Ia membahas jadwal sidang Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) yang akan digelar dalam waktu dekat.
Anak yang menjadi pembahasan dalam sambungan telepon itu saat ini masih dirawat di UPT Perlindungan Pelayanan Sosial Asuhan Anak dan Balita (PPSAB) di Sidoarjo.
Jika semua berjalan sesuai rencana, anak tersebut akan segera diadopsi.
Seusai menelepon, Panca menjelaskan bahwa anak-anak terlantar sangat membutuhkan identitas kependudukan.
Data dari Dispendukcapil, menurutnya, menjadi pintu masuk agar mereka bisa diakui mendapat perlindungan sosial yang layak.
Tindakan seperti pemilik Panti Asuhan Al Mu'min sama persis yang selama ini dilakukan pihaknya ketika menangani anak-anak terlantar.
“Kami sering menemukan kasus anak ditinggalkan orang tua di pinggir jalan. Supaya anak tersebut mendapat Nomor Induk Kependudukan (NIK) laporan ke polisi untuk mendapat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), lalu minta surat perkiraan lahir dari rumah sakit. Baru kemudian diajukan ke Dispendukcapil, dan nama anaknya dimasukkan ke KK pengasuh," jelasnya.
Ia menuturkan kepemilikan NIK sangat penting. Dari NIK, masyarakat dapat mengakses berbagai jaminan sosial mulai pendidikan hingga jaminan kesehatan.
“Tupoksi tugas kami melindungi kelompok rentan. Kalau ada yang kesusahan mengurus BAP, kami sangat terbuka menerima pengaduan. Meskipun pencatatan sipil kewenangannya ada di Dispendukcapil, tapi kalau ada kami dengan siap membantu,” terang Panca.
BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Bisa Dicetak di Kecamatan Setelah Terima 196.000 Blangko E-KTP, Disdukcapil Sidoarjo : Semua Gratis |
![]() |
---|
Rayakan HUT ke-46 Bertema An Odyssey of Majestic Realms, Mondial Rilis Perhiasan 'Realms Collection' |
![]() |
---|
Legislator Jatim Perkarakan Istri pelaku KDRT, Foto Wanita Nyaris Telanjang Hebohkan PN Surabaya |
![]() |
---|
Ada 45 Suspect dan 3 Orang Positif Campak, Dinkes Tulungagung: Tidak Mengarah ke Kejadian Luar Biasa |
![]() |
---|
Laga Persebaya vs Semen Padang, Rachmat Irianto Berpeluang Besar Gantikan Posisi Francisco Rivera |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.