SURYA Kampus

Perjuangan Rofidah Anak Sopir Truk Bisa Kuliah Gratis di UGM, Kerja Keras Sampai Dini Hari

Rofidah Nurhana Lestari tak menyangka bisa kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
UGM
SNBP - Rofidah dan orang tuanya. Rofidah merupakan calon mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) 

SURYA.CO.ID - Rofidah Nurhana Lestari tak menyangka bisa kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dirinya mengaku, sempat ragu melanjutkan pendidikan ke perkuliahan sebab kondisi ekonomi orang tua yang terbatas. 

"Melihat kondisi Bapak di musim hujan ini yang belum bisa bekerja maksimal. Saya juga tahu nantinya masuk kuliah juga perlu biaya," jelasnya.

Namun, karena usaha dan kerja keras selama ini, akhirnya permasalahan tersebut selesai setelah Rofidah dinyatakan mendapat beasiswa penuh tidak perlu membayar sepeser pun selama kuliah. 

Pencapaian Rofidah tak lepas dari perjuangannya sejak duduk di bangku sekolah.

Sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA), Rofidah langganan ranking 1 di kelas.

Dia juga sering memenangkan lomba penulisan puisi hingga telah menerbitkan buku puisinya "Catatan Perjuangan" bersama Najwa Shihab.

Ayah Rofidah, Timbul Marsono, bangga memiliki anak mandiri dan pekerja keras seperti Rofidah.

“Belajarnya sampai jam 1 sampai 2 pagi apalagi jika menjelang ujian,” terangnya.

Sementara Rofidah mengaku dirinya termotivasi dari orang tua.

"Bapak ibu selalu memotivasi saya untuk bisa sekolah lebih tinggi, walaupun dengan keadaan ekonomi yang seperti ini," ujarnya, dikutip SURYA.CO.ID dari laman UGM. 

Rofidah mengaku, ayahnya adalah sosok yang membuatnya yakin dan berani mendaftarkan diri di UGM.

"Bapak selalu meyakinkannya, pasti ada kesempatan beasiswa di masa depan, dan bagaimanapun saya akan dapat berkuliah," kenangnya.

Selain itu, Rofidah ingin membahagiakan orang tuanya yang sempat dirundung duka.

"Tahun lalu kakak saya berpulang, selama 27 tahun ibu merawat di rumah dan bolak-balik masuk rumah sakit," katanya lagi.

Kerja sebagai Penjaga Konter HP

Sambil menunggu jadwal perkuliahan, Rofidah memilih bekerja sebagai penjaga konter ponsel, untuk mengisi waktu luang sekaligus membantu orang tuanya.

Ayah Rofidah hanya bekerja sebagai pengangkut jerami dan sopir truk milik tetangga.

Ia menjadi penjaga warung.

"Jerami saya ambil dari desa lain, lalu dijual ke warga yang punya ternak," kata Timbul.

Selama musim hujan, pekerjaan mengangkut jerami kurang dibutuhkan. Ayah Rofidah pun akhirnya harus melakukan jual beli barang bekas.

"Kalo lagi sepi, kita cari rongsokan," katanya.

Kisah Lain : Gadis Yatim yang Lolos SNBP 2025

SNBP 2025 - Adinda Yusria Rachma dan ibunya
SNBP 2025 - Adinda Yusria Rachma dan ibunya (UGM)

Beberapa waktu lalu, juga viral sosok Adinda Yusria Rachma,

Kegigihan Adinda menjadi bukti nyata bahwa kondisi ekonomi tak jadi penghalang.

Adinda terlahir dari keluarga sederhana.

Ibunya, Eny Setyawati, berprofesi sebagai guru di Taman Asuh Anak Al Fatihah di lingkungan rumah mereka.

Pekerjaan inilah yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan sejak ayah Adinda meninggal dunia sejak lama. 

Meski begitu, Eny selalu menyemangati anak-anaknya agar menggapai cita-cita yang mampu bermanfaat bagi sesama.

Menurutnya, pekerjaan yang bukan sekadar untuk bertahan, tetapi juga untuk melayani.

“Saya tanamkan ke anak-anak, kalau bisa kerjalah di bidang yang bermanfaat entah pendidikan atau kesehatan."

"Karena itu ladang amal untuk bekal hidup panjang bukan hanya di dunia," katanya, dikutip dari laman UGM.

Pesan dari ibunya yang menjadi inspirasi dan alasan Adinda ingin menekuni bidang kesehatan.

“Saya ingin membantu orang, terutama dalam situasi darurat,” ungkap Adinda.

Ia lantas memilih kuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK), Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Keinginan Adinda pun terwujud setelah mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025. 

Tak hanya itu, Adinda juga menerima beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen atau UKT 0 yang membebaskannya dari kewajiban membayar uang kuliah.  

“Waktu lihat nama saya lolos SNBP, rasanya kayak mimpi. Tapi ternyata belum selesai, beberapa hari kemudian, saya cek dan ternyata saya juga dapat beasiswa."

"Senang tentunya karena bisa meringankan beban Ibu,” ujar Adinda.

Ketertarikan itu bukan sekadar cita-cita masa kecil, tapi makin mantap saat ia aktif di kegiatan OSIS dan Palang Merah Remaja (PMR) selama SMA.

Ia kerap mengikuti pelatihan pertolongan pertama, simulasi evakuasi bencana, dan kegiatan sosial lainnya yang membuatnya sadar bahwa dunia kesehatan adalah panggilan hidupnya.

Aktivitas di organisasi tersebut sempat membuat nilainya turun di tengah semester. Adinda tidak menyerah.

Ia belajar mengatur waktu lebih baik, menyeimbangkan kegiatan organisasi dengan tanggung jawab akademik.

Ia mulai membatasi kegiatan di luar jam pelajaran dan memperkuat kebiasaan belajar malam hari. 

Dukungan dari guru dan teman-temannya juga menjadi suntikan penambah semangat.

“Saya sadar saya harus kejar ketertinggalan. Semester akhir saya push diri sendiri supaya masuk peringkat eligible."

"Akhirnya, bisa masuk UGM sesuai harapan saya dan keluarga,” ujarnya sambil tersenyum.

Adinda mengakui selama proses seleksi, ibunya adalah sosok yang paling sering menyemangati dan mendoakan, bahkan saat ia sendiri sempat ragu.

Ia ingat betul bagaimana ibunya selalu menyisipkan doa di sela-sela makan pagi atau menjelang tidur. 

Setiap langkah yang ia tempuh terasa seperti langkah bersama, bukan semata usaha pribadi. 

“Masuk UGM itu juga salah satu cita-cita Ibu. Jadi saya merasa ini bukan cuma kemenangan saya, tapi juga hadiah kecil untuk beliau,” tambahnya.

Saat di kampus nanti, Adinda sudah memiliki bayangan yang jelas.

Ia ingin memperdalam pemahaman tentang praktik keperawatan, penanganan pasien, dan pertolongan pertama.

Tidak hanya di kelas, ia juga ingin aktif di luar ruang akademik.

Adinda berharap bisa bergabung di organisasi kemahasiswaan dan kegiatan volunteering, khususnya menjadi relawan di daerah bencana.

Ia juga berharap bisa mengikuti riset-riset lapangan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat.

“Saya ingin bantu langsung masyarakat yang benar-benar membutuhkan tenaga medis. Itu salah satu alasan saya masuk keperawatan, bukan cuma karena saya suka, tapi karena saya merasa ini jalan saya untuk berkontribusi,” tuturnya.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved