Pemkot Surabaya Usulkan Lahan 4,2 Hektare untuk Bangun Sekolah Rakyat

Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan lahan untuk pembangunan Sekolah Rakyat, sebagai bagian dari program pemerintah pusat. 

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Cak Sur
Istimewa/Dokumentasi Pemkot Surabaya
EKOLAH RAKYAT - Unesa Kampus II Lidah Wetan, siap menjadi Sekolah Rakyat tingkat SMA di Surabaya, yang menerima siswa baru pada Juni 2025 mendatang. Selain melalui sejumlah asrama yang saat ini sudah ada, Pemkot Surabaya juga berencana menyiapkan lahan untuk pembangunan Sekolah Rakyat di kawasan Surabaya Utara. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan lahan untuk pembangunan Sekolah Rakyat, sebagai bagian dari program pemerintah pusat. 

Seluas 4,2 hektare, usulan lokasi tersebut berada di Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Surabaya utara.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah mengusulkan area ini kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial. 

"Pada prinsipnya, Bapak Wali Kota (Eri Cahyadi) sangat mendukung program Sekolah Rakyat dari Bapak Presiden (Prabowo Subianto). Karenanya, beliau juga telah meminta kami untuk mencari lahan (aset) sebagai lokasi sekolah ini," kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, Anna Fajriatin saat dikonfirmasi, Senin (19/5/2025).

Apabila disetujui pusat, lahan tersebut nantinya akan digunakan sebagai area Sekolah Rakyat

Sesuai petunjuk teknis (juknis) Kementerian Sosial, lahan tersebut bisa digunakan pendukung penyediaan fasilitas pendidikan dari jenjang SD hingga SMA, termasuk asrama dan fasilitas pendukung lainnya. 

Untuk sarana pembelajaran, Sekolah Rakyat akan dilengkapi ruang kelas yang masing-masing mampu menampung 20-30 peserta didik. 

Kemudian, ruang administrasi, perpustakaan (opsional), ruang guru hingga halaman sekolah. 

"Kami menyiapkan lahan Sekolah Rakyat yang nantinya digunakan untuk asrama sekaligus sekolah menjadi satu," ucap Anna.

Sekalipun demikian, Anna mengakui, bahwa luasan tersebut masih di bawah standar minimal luasan Sekolah Rakyat dari ketentuan pusat (5-10 hektare). 

Penyiapan lahan dengan total area yang besar, memang menjadi tantangan bagi pemerintah kota, apalagi daerah padat seperti Surabaya.

Namun, Anna optimis, bahwa lahan yang disiapkan tersebut dapat digunakan sebagai area asrama sekaligus sekolah bagi peserta Sekolah Rakyat

"Kami memilih aset dengan luas sesuai itu (juknis pemerintah pusat) tidak mudah. Namun, masa pemerintah kota lantas diam saja?," tutur Anna.

"Ini (Sekolah Rakyat) merupakan program pemerintah pusat yang bagus sekali. Karenanya, Pak Wali mendukung penuh. Sehingga kami memodifikasi dengan lahan yang sudah ada. Kami melihat dan menyesuaikan dengan pola yang sudah ada," ujar Anna.

Apabila lahan tersebut disetujui oleh pemerintah pusat menjadi area Sekolah Rakyat di Surabaya, maka pembangunan sepenuhnya menggunakan anggaran pemerintah pusat. 

"Saat ini, sudah diusulkan kepada Pemerintah Pusat," katanya.

Sekalipun Sekolah Rakyat belum berdiri di Surabaya, pemkot  mulai mengadopsi pola pendidikan tersebut ke dalam program di Kota Pahlawan saat ini. 

Di antaranya, siswa SD dan SMP berada di UPTD Kampung Anak Negeri Jalan Wonorejo Timur, untuk jenjang SMA di kawasan Unesa Kampus II Lidah Wetan serta jenjang perguruan tinggi "Omah Ilmu Arek Suroboyo" di wilayah Kalijudan.

Selain wilayah asrama yang berbeda-beda, konsep Sekolah Rakyat di Surabaya pada tahap awal juga masih menggunakan sekolah formal sebagai tempat pendidikan. 

"Kami mencari pola yang mirip dengan Sekolah Rakyat. Nanti akan tinggal di Kampung Anak Negeri, hanya saja sekolahnya bergabung dengan (sekolah) formal," ulas Anna.

Untuk SD dan SMP, total siswa yang mengikuti pendidikan ini mencapai 150 anak. Sedangkan untuk SMA, pihak pemkot akan berkolaborasi dengan Universitas Negeri Surabaya

"Pemkot Surabaya akan kolaborasi dengan Unesa. Jadi akan ada asrama di Unesa. Siswa yang masuk ke sekolah itu adalah anak-anak Surabaya," beber Anna.

Peserta Sekolah Rakyat, merupakan warga kurang mampu yang diambil berdasarkan data keluarga rentan ekonomi dari Desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

"Data nama-nama calon siswa ini sudah ada," katanya.

Sedangkan untuk perguruan tinggi, Pemkot Surabaya juga akan kembali menyesuaikan pada program yang sudah berjalan selama ini. 

Sebelumnya, Pemkot Surabaya telah membiayai sekitar 3.800 anak Surabaya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi lewat program Satu Keluarga, Satu Sarjana dengan total anggaran mencapai mencapai Rp1 83 miliar.

Apabila seluruh fasilitas Sekolah Rakyat selesai dikerjakan, maka siswa yang saat ini tinggal di beberapa asrama akan disatukan di gedung baru. 

"Artinya, kami nggak diam. Pada proses perencanaan saat ini kami belajar (pengelolaan Sekolah Rakyat)," tegas Anna.

"Kalau (Sekolah Rakyat) sudah jadi, akan pindah ke sana. Namun, kami harus sudah siap sejak awal. Sehingga, sehingga kalau kemudian sudah disetujui pemerintah pusat, kami sudah bisa melaksanakan dengan baik," tandasnya.

Wakil Rektor I Bidang Pendidikan, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr Martadi, mengapresiasi rencana besar Pemkot Surabaya tersebut. 

Hal ini, sejalan dengan visi Sekolah rakyat gagasan Presiden RI, Prabowo Subianto, yakni mencetak agen perubahan pada setiap keluarga miskin melalui pendidikan berkualitas guna memutus transmisi kemiskinan.

Sehingga, calon siswa dari keluarga miskin atau miskin ekstrem tetap memiliki harapan melanjutkan sekolah. 

Sekalipun, harus memiliki motivasi belajar tinggi, didukung oleh orang tua atau wali dalam pendidikan, sehat jasmani dan rohani, lulus seleksi dan diizinkan orang tua untuk tinggal di asrama.

"Yang menarik dari Surabaya adalah tidak terpaku pada satu pola Sekolah Rakyat. Selain model terpusat dengan asrama dan beasiswa seperti di Unesa, Pemkot Surabaya juga telah mengembangkan model inklusif melalui Kampung Anak Negeri (jenjang SD-SMP) dan Omah Ilmu Arek Suroboyo (jenjang perguruan tinggi), di mana mereka tinggal di asrama namun bersekolah di sekolah formal terdekat," kata Dr Martadi.

Ia juga menekankan pentingnya harmonisasi kurikulum antara pendidikan formal di sekolah, dengan pendidikan karakter dan pembiasaan positif di asrama.

Sinergi antara SD, SMP dan pengelola asrama dinilai krusial untuk menciptakan pendidikan yang holistik.

“Tinggal bagaimana nanti harmonisasi dan penyelarasan antara kurikulum yang ada di sekolah untuk anak-anak yang ada di Sekolah Rakyat ini, dan bagaimana kurikulum yang ada di asrama,” ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengharapkan jumlah peserta didik yang tertampung di dalam program Sekolah Rakyat, bisa mencapai lebih dari 10 ribu pelajar. Memenuhi target tersebut, sarana prasarana akan dibangun secara bertahap.

Saat ini, sebanyak 53 titik lokasi se-Indonesia sudah ditindaklanjuti untuk renovasi, sementara 80 titik lain dalam tahap survei. 

Setelah memenuhi 100 titik Sekolah Rakyat, maka kapasitas Sekolah Rakyat bisa mengakomodasi lebih dari 10 ribu siswa pada Tahun Ajaran 2025/2026.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved