Kajari Situbondo Ungkap Modus Korupsi ke Wartawan, Ketua PN Minta Tidak Ada Diskriminasi Pemberitaan

Rasjid mengatakan, para jurnalis dalam menulis karya jurnalistik harus memberikan hak jawab kepada sumber yang dberitakan

Penulis: Izi Hartono | Editor: Deddy Humana
surya/Izi Hartono (Izi Hartono)
KOLABORASI DENGAN PERS - Kajari Situbondo, Ginanjar Cahya Permana dan Ketua PN Situbondo, Achmad Rasjid memberikan penerangan hukum kepada sejumlah wartawan dalam peringatan HPN ke-79, Selasa (25/02/0/2025). 


SURYA.CO.ID, SITUBONDO - Para wartawan yang tergabung PWI Situbondo mengikuti kegiatan penerangan umum dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) ke-79 bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Selasa (25/2/2025).

Selain mendapat pemahaman mengenai modus berbagai tindak korupsi, para wartawan juga mendapat masukan dari Ketua PN Situbondo, Achmad Rasjid mengenai kode etik jurnalistik.

Selain Rasjid, pemateri dalam kegiatan itu adalah Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri Situbondo, Ginanjar Cahya Permana yang banyak menyampaikan cara dan bentuk korupsi yang dapat merugikan negara.

Secara khusus Rasjid mengupas kode etik jurnalis sesuai Undang undang Nomor 40 Tahun 1999. Rasjid mengatakan, pihaknya berharap agar pers bisa berperan aktif dalam memgedukasi masyarakat.

"Salah satunya tananan bahasa pemberitaan yang tidak mendiskriminasi pihak-pihak terkait," kata Rasjid saat memberikan materi penerangan hukum dalam kegiatan di lantai 2 Kantor Kejari Situbondo itu.

Rasjid mengatakan, para jurnalis dalam menulis karya jurnalistik harus memberikan hak jawab kepada sumber yang dberitakan. "Wartawan dalam menulis berita tidak boleh menghakimi subjek dan objek berita,” tukasnya.

Selain itu, sambungnya, dalam peliputan yang berkaitan hukum, para wartawan harus memahami bahasa bahasa hukum. "Kalau wartawan tidak paham, maka produk jurnalistiknya berdampak yang sangat besar di masyarakat," tegasnya.

Maka dari itu, kata Rasjid, pihaknya berharap para wartawan di Situbondo dapat mengaplikasikan secara kongkret bahasa hukum dengan baik. "Yang terpenting mampu mengedukasi bahasa hukum ke masyarakat," terang Rasjid.

Dikatakan, ada tiga hal agar wartawan akan terbebas dari jeratan hukun, yaitu penyampaiannya ditujukan untuk umum, untuk membela diri dan untuk mengungkap kebenaran.

Sementara Kajari Situbondo, Ginanjar Cahya Permana menjelaskan terkait korupsi dan dasar yang menjeratnya. Menurutnya, kejaksaan mempunyai kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan Undan-Undang Kejaksaan pasal 30 dan Undang-Undang Tipikor pasal 39 Undang-Undang KPK pasal 44 ayat 4.

"Apa itu korupsi, yaitu perbuatan yang secara tidak langsung dan langsung merugian keuangan negara atau transaksi tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian negara," jelas Ginanjar.

Alasan kesulitan pengungkapan kasus korupsi, kata Ginanjar, karena melibatkan lebih dari satu orang dan bersifat rahasia serta secara diam diam. "Jadi korupsi itu tidak pernah dilakukan didepan umum," ujarnya.

Dikatakan, pasal yang menjerat para pelaku korupsi ada dua pasal, yakni pasal 2 dab pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Padahal sambung Ginanjar, masih banyak pasal yang dapat menjerat praktik korupsi.

"Misalnya ada suap menyuap, perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan dan pemerasan dalam kekuasaan, gratifikasi, pemalsuan dokumen," jelasnya. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved