SURYA Kampus

Perjuangan Yulinda Anak Pengepul Rongsokan Demi Lulus Kuliah di Trisakti, Rela Waktu Luang Berkurang

Begini perjuangan Yulinda, anak pengepul rongsokan demi bisa lulus kuliah di Universitas Trisakti, Jakarta.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Dok.pribadi Yulinda
Foto wisuda Yulinda dan keluarganya 

SURYA.CO.ID - Menyelesaikan pendidikan di tengah keterbatasan ekonomi, tak menyurutkan semangat Yulinda Putri.

Yuli-sapaan akrab Yulinda Putri, terlahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah.

Orang tuanya bekerja sebagai pengepul barang rongsokan di Ciomas, Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Di tengah kondisi tersebut, Yuli bertekad mengangkat derajat keluarga agar keluar dari belenggu kemiskinan.

Terbukti, ia berhasil menyelesaikan pendidikan diploma di Universitas Trisakti, Jakarta. 

Momen wisuda Yuli pun sempat viral di media sosial.

Saat itu ia memperlihatkan foto menggunakan baju toga sembari membawa plakat wisuda. 

Uniknya, dia dan keluarga melakukan sesi foto itu di atas gerobak yang ditarik oleh ayahnya.

Sempat Pilih Pekerjaan

Yuli bercerita, awalnya ia memilih melanjutkan pekerjaan di sebuah restoran ayam goreng di dekat rumah.

Namun, ada satu pengalaman yang membuatnya merasa perlu untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi.

"Karena di pekerjaan ada sesuatu hal gitu yang bikin kayak 'oh harus lebih dari ini' gitu."

"Makanya yaudah menetapkan hati untuk berani cari beasiswa gitu," ungkap Yuli, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com. 

Rela Kerja Paruh Waktu 

Baca juga: Sosok Yulinda Anak Pemulung Berhasil Lulus Diploma Trisakti, Bangga Foto Wisuda di Atas Gerobak

Meskipun berhasil mendapatkan beasiswa, Yuli tetap mengambil pekerjaan sambilan untuk membantu biaya hidupnya.

Dengan uang sebesar Rp 8,4 juta setiap semester, ia harus pandai-pandai mengelola keuangannya agar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kan itu dicukup-cukupin, makanya uangnya itu nggak pernah dipakai buat apa pun."

"Misalkan yang bulan ini masih ada sisanya nih, jadi bener-bener diatur supaya bisa sampai dapat lagi, itu diakumulasiinnya gitu," jelasnya.

Namun, terkadang biaya kuliah yang cukup tinggi memaksa Yuli untuk mencari penghasilan tambahan.

Ia memanfaatkan waktu luangnya di antara jadwal kuliah untuk menjajakan jasanya.

"Kalaupun memang habis, paling nanya-nanya sih kayak, kan ada kafe dekat rumah juga gitu, pernah part-time juga gitu, Sabtu Minggu."

"Cukup sering juga sih, pokoknya setiap ada yang nawarin, dan aku lagi enggak kuliah, aku ambil di hari apa pun itu gitu," tambahnya.

Menghadapi skeptisisme dan stigma sosial

Keputusan Yuli untuk melanjutkan kuliah sempat mengejutkan kedua orang tuanya.

Mereka meminta Yuli berpikir dua kali karena masih ada empat adik yang harus dihidupi.

Namun, Yuli tidak mengubah niatnya.

Dia berkomitmen untuk mengejar cita-citanya melalui beasiswa, dan beruntungnya, ia berhasil mendapatkannya.

Yuli rutin berangkat dari Ciomas ke Kampus Trisakti di Jakarta Timur menggunakan KRL, tanpa menyewa kos demi menghemat biaya hidup.

Meskipun begitu, perjalanan yang ia lakukan tidak selalu mulus.

Ia sering mendapatkan skeptisisme dari orang-orang di sekitarnya, yang meragukan kemampuannya untuk berkuliah.

"Itu (diragukan) enggak cuma satu orang gitu. Hampir selentingannya kedenger terus," ujarnya.

Keluarga Yuli pun mengalami stigma negatif ketika orang-orang meragukan keputusan ayahnya untuk mengizinkannya berkuliah.

Bahkan, ayah dan adiknya yang bekerja untuk menghidupi keluarga sempat dituduh mencuri.

"Sampai ayah tuh bener-bener dijatuhkan banget gitu karena ayah kan memang ngambilin barang-barang gitu sampai dituduh mencuri."

"Adikku juga kerja sampai diberhentikkan kerja karena dituduh mencuri itu sampai surat polisi pun dipanggil," ceritanya dengan nada sedih.

Beruntung, Yuli berkuliah di kampus yang mendukungnya.

Dosen dan teman-temannya memberikan dukungan penuh dalam usahanya untuk mendapatkan gelar D3 Transportasi dan Logistik.

Kini, setelah lulus, Yuli telah berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di sebuah perusahaan permodalan.

Ajak Adik-adiknya

Yuli mulai menularkan semangat itu kepada adik-adiknya. 

"Setidaknya, pikiran mereka akan terbuka jika mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi," kata Yuli.

Dengan tekad dan kerja keras, Yuli telah menunjukkan bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib, meski harus melawan stigma dan tantangan yang datang.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved