Bocah Banyuwangi Korban Kekerasan

Keluarga Terpukul dan Terus Menangis Usai Anaknya Tewas Dirudapaksa

Seorang bocah di Banyuwangi berinisial DCNA (7 tahun) diduga menjadi korban kekerasan seksual dan penganiayaan hingga merenggang nyawa

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Fatkhul Alami
surya/Aflahul Abidin (afla)
Tim pendampingan dari Dinsos PPKB saat mendampingi keluarga korban. 

SURYA.co.id | BANYUWANGI -  Seorang bocah di Banyuwangi berinisial DCNA (7 tahun) diduga menjadi korban kekerasan seksual dan penganiayaan hingga merenggang nyawa, Rabu (13/11/2023). Korban merupakan warga Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru yang tercatat siswi kelas I madrasah ibtidaiyah (MI).

Kapolsek Kalibaru Iptu Yaman Adinata membenarkan adanya kejadian tersebut. Korban diduga mengalami kekerasan seksual dan kekerasan fisik dari tanda-tanda saat ia ditemukan.

Yaman menjelaskan, kejadian tersebut terungkap saat orang tua korban curiga korban tak kunjung pulang setelah lewat jam usai sekolah, Rabu (13/11). Di jam tersebut, korban biasanya telah sampai di rumah. Namun saat itu, korban tak kunjung tiba.

Kecurigaan itu membawa orang tua korban menghubungi guru sekolah. Guru sekolah pun menjawab bahwa korban telah meninggalkan sekolah sejak jam sekolah berakhir. Jawaban itu membuat orang tua dan guru merasa curiga. "Setelah itu, orang tua dan guru mencari keberadaan korban bersama-sama," kata Yaman.

Menurut Yaman, hasil pemeriksaan luar menunjukkan bahwa kuat dugaan korban mengalami kekerasan seksual dan kekerasan. "Tapi kami belum bisa memastikan. Masih menunggu hasil otopsi," ujarnya.

Yaman menjelaskan, kasus ini tengah ditangani oleh Polresta Banyuwangi. Pihak Polsek akan berkordinasi dengan penyidik Polresta untuk penanganan lebih lanjut.

Surya menghimpun keterangan atas pristiwa tersebut secara langsung dari keluarga korban yang tinggal di Kalibaru, Kamis (14/11/2024).  

"Mbah, apa benar kata Bu Guru, kalau rajin salat, kalau nanti mati masuk surga?"

"Iya."

"Mbah, apa benar di surga banyak taman-taman yang indah?"

"Waduh, Mbah tidak bisa menjelaskan. Kapan-kapan, ya."

Itu merupakan penggalan dialog koban dengan Sutrisno, kakek DCNA sehari sebelum peristiwa atau tepatnya pada Selasa (12/11).

Belum juga sempat penjelasan tentang taman-taman indah di surga itu bisa disampaikan sang kakek, DCNA (7) sudah pergi untuk selama-lamanya. Percakapan tersebut terjadi tiga hari sebelum DCNA merenggang nyawa akibat kekerasan seksual dan penganiayaan.

Siswi madrasah ibtidaiyah (MI) kelas I itu tewas dengan kondisi menggenaskan. Alat vitalnya rusak dan kepalanya bocor. Ia ditemukan tewas berseragam sekolah di lahan kebun 150 meter dari rumahnya di Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, Rabu (14/11).

Kematian bocah periang itu mengejutkan pihak keluarga. Kejadian terjadi saat ia dalam perjalanan pulang sekolah. Diduga, DCNA mendapat kekerasan seksual dan fisik oleh seseorang yang hingga saat ini belum terungkap identitasnya.

Kakek DCNA, Sutrisno, mengenang cucunya sebagai anak yang sopan dan mandiri. Meski baru berusia 7 tahun, bocah itu sudah terbiasa mencuci baju sendiri. Bahkan sering membantu sang ibu memasang jemuran di teras rumah.

Selain itu, DCNA juga anak penyayang keluarga. Sehari sebelum tewas, ia menuliskan nama anggota keluarganya di dinding rumah bagian depan dengan menggunakan spedol. "Saya juga sering dibikinkan kopi. Anak itu tidak pernah nakal. Tidak pernah aneh-aneh. Tiap hari dia main di rumah bersama kakaknya. Kalau sudah waktunya pulang sekolah, ya pulang. Tidak pernah mampir-mampir," terang Sutrisno, di rumah duka, Kamis (14/11).

Oleh karena itu, ibu dan ayah DCNA gelisah saat anaknya tak kunjung ke rumah meski waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB, Rabu (13/11) lalu.

Jam pulang sekolah untuk kelas I, yakni pukul 10.00 WIB. Biasanya paling lambat, bocah itu akan tiba di rumah sekitar setengah jam kemudian. Ia menaiki sepeda menempuh jarak sekitar 1 kilometer (km) melewati jalan perkebunan.

Tak kunjung pulangnya DCNA membuat sang ibu, Siti Aningsih, langsung mengontak wali kelas. Wali kelas yang menyebut bahwa DCNA telah pulang pada jam seperti biasanya membuat sang ibu terkejut. Ia langsung mengajak suaminya, Ahmad Doni Nur, untuk mencari keberadaan anak.

"Saya di kebun di dihubungi juga. Langung saya ke sekolahnya. Karena tidak ada, saya langsung mencari ke jalan utama," terang Sutrisno.

Sementara sang ibu dan beberapa guru menyusuri jalur pulang DCNA. Tanpa di sangka, mereka melihat sepedanya di sungai kecil yang jaraknya sekitar 150 meter dari rumah mereka.

Setelah menyusuri area sekitar, DCNA ditemukan dalam kondisi terlentang dengan kepala belakang berlumur darah. Ia tergeletak di tepian tanah berkontur. Meski berpakaian lengkap, celana dalamnya melorot dan acak-acakan.

Tubuh korban langsung dilarikan ke klinik terdekat. Namun, kondisinya tak tertolong. Ia dinyatakan telah tewas. Jenazah bocah tersebut kemudian dibawa ke RSUD Genteng untuk otopsi pada Kamis ini.

Kematian DCNA yang tragis membuat keluarga nelangsa (sedih). Sehari setelah kejadian, kedua orang tuanya masih amat nelangsa. Mereka belum bisa diajak komunikasi dan memilih untuk berdiam dari kamar. "Saya merasa, kok bisa begitu sadisnya (pembunuhnya)," kata Sutrisno.

Pihak keluarga berharap, pelaku pembunuhan bisa segera terungkap dan tertangkap. Sutrisno menyadari, dalam hukum yang berlaku, nyawa tak selalu bisa dibalas dengan nyawa.

"Tapi setidaknya pelaku diproses hukum. Kami mengharap kebijaksanaan bapak aparat, supaya kami bisa mendapat sedikit keadilan," katanya.

Siti Aningsih, ibu dari CNA, anak 7 tahun tewas diduga diperkosa dan dianiaya di Banyuwangi, amat terpukul dengan kepergian anaknya. Sehari setelah kejadian atau Kamis (14/11), Siti masih mengurung diri di kamar dan sulit untuk diajak berkomunikasi.

Hal tersebut disampaikan ayah Siti, Sutrisno. Sutrisno menjaskan, bukan hanya Siti yang sangat terpukul atas kepergian CNA. Ayah CNA, Ahmad Doni Nur, juga merasakan hal yang sama. Doni juga menghabiskan waktu bersama istrinya di kamar. "Ibunya sampai belum mau makan," kata Sutrisno.

Untuk memulihkan Siti, Pemkab Banyuwangi memberi pendamping khusus. Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan KB menerjunkan tim untuk mendampingi keluarga korban.

Alizha Amalia Rohmana, Pendamping Korban P2TP2A Dinsos PPKB Banyuwangi, mengatakan, ibu korban tengah mengandung usia 8 bulan. Pendamping, kata dia, penting agar psikologis sang ibu bisa lekas pulih dan janin yang dikandungnya terus sehat.

"Kami tadi mendampingi, dan Alhamdulillah ibu korban mulai mau makan," kata Icha, sapaan akrabnya.

Selain pendamping psikis, pihaknya juga akan memberikan pendampingan-pendampingan lain bagi keluarga korban. Termasuk, pendampingan untuk menanggung biaya otopsi korban, pendampingan kesehatan keluarga korban, hingga pendampingan hukum selama proses persidangan hingga putusan.

Icha telah bertemu dengan ibu dan ayah korban saat mendatangi rumah duka, Kamis (14/11). Saat itu, psikis mereka masih cukup terganggu pascakepergian korban. Bahkan, sang ibu masih kerap mengigau memanggil-manggil nama anaknya.

Pun demikian dengan sang ayah. Ia masih sulit untuk diajak berkomunikasi. Saat diajak berbicara, ia masih kerap menangis. Selain korban, pasangan tersebut juga memiliki satu anak lain yang duduk dibangku kelas IV. Ia belajar di sekolah yang sama dengan korban.

Diberitakan, seorang bocah di Banyuwangi berusia 7 tahun diduga menjadi korban kekerasan seksual dan Penganiayaan hingga merenggang nyawa.

Korban adalah DCN, warga Desa Kalibaru Manis, Kecamatan Kalibaru. Korban merupakan siswi kelas I madrasah ibtidaiyah.

Kapolsek Kalibaru Iptu Yaman Adinata membenarkan adanya kejadian tersebut. Korban diduga mengalami kekerasan seksual dan kekerasan fisik dari tanda-tanda saat ia ditemukan.

Yaman menjelaskan, kejadian tersebut terungkap saat orang tua korban curiga korban tak kunjung pulang setelah lewat jam usai sekolah, Rabu (13/11/2024).

Di jam tersebut, korban biasanya telah sampai di rumah. Namun saat itu, korban tak kunjung tiba.

Kecurigaan itu membawa orang tua korban menghubungi guru sekolah. Guru sekolah pun menjawab bahwa korban telah meninggalkan sekolah sejak jam sekolah berakhir. Jawaban itu membuat orang tua dan guru merasa curiga.

"Setelah itu, orang tua dan guru mencari keberadaan korban bersama-sama," kata Yaman.

Pencarian itu membuahkan hasil. Korban ditemukan tergeletak dwngan posisi terlentang di tempat yang tak jauh dari rumah korban. Yaman menyebut, jarak penemuan korban sekitar 200 meter dari rumahnya.

Lokasinya berada di area sekitar kebun. Jalan korban pulang memang tergolong sepi sebab merupakan area kebun.

Dugaan kekerasan seksual dan fisik dialami korban sebab kondisinya memprihatinkan saat ditemukan. Celana dalamnya tsrpelorot dan kepalanya berdarah. 

Polisi Bentuk Tim Khusus

Hingga saat ini, pelaku pembunuhan gadis asal Banyuwangi tersebut belum terungkap. Polisi setempat membentuk tim khusus untuk mengungkap tabir dari kasus tersebut.

Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi Kompol Andrew Vega menjelaskan, tim khusus tersebut merupakan gabungan dari anggota Satreskrim dan Polsek Kalibaru. Anggota tim tengah turun ke lapangan untuk menelisik fakta-fakta baru dari kasus pembunuhan dan dugaan kekerasan seksual itu.

"Tapi setidaknya pelaku diproses hukum. Kami mengharap kebijaksanaan bapak aparat, supaya kami bisa mendapat sedikit keadilan," katanya.

Bentuk tim khusus

Hingga saat ini, pelaku pembunuhan gadis asal Banyuwangi tersebut belum terungkap. Polisi setempat membentuk tim khusus untuk mengungkap tabir dari kasus tersebut.

Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi Kompol Andrew Vega menjelaskan, tim khusus tersebut merupakan gabungan dari anggota Satreskrim dan Polsek Kalibaru. Anggota tim tengah turun ke lapangan untuk menelisik fakta-fakta baru dari kasus pembunuhan dan dugaan kekerasan seksual itu.

"Ketika tim dapat informasi di lapangan, mereka akan langsung ke Polsek dan Polresta untuk langsung menyampaikan hasil temuan," kata Andrew.

Saat ini, polisi juga masih menunggu hasil otopsi yang dilakukan oleh dokter forensik dari Kabupaten Jember. Otopsi telah dilaksanakan pada Rabu (13/11/2024) malam. "Hasilnya belum disampaikan ke kami. Nanti dikirim oleh dokternya melalui surat. Biasanya secepatnya akan segera kami terima," tambah dia. 

Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved