Berita Viral
Alasan KPAI Sebut Anak Aipda WH Sebagai Korban Dipertanyakan, Apa Benar Dianiaya Guru Supriyani?
KPAI memastikan anak AIpda WH yang Ngaku dianiaya guru SUproyani sebagai korban. Benarkah dia alami kekerasan fisik dan psikis?
SURYA.CO.ID - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memastikan anak Aipda WH yang mengaku dianiaya guru Supriyani adalah anak korban.
Kepastian ini didapat setelah KPAI menerjunkan tim ke Baito, Konawe Selatan untuk pengawasan langsung kasus ini.
Dyah Puspitarini, anggota KPAI mengungkapkan, selain pengawasan langsung, pihaknya juga melihat bukti dan berita acara pemeriksaan.
"Memang ada visum, ada asesmen psikologi dan laporan pekerja sosial. Memang kondisi korban mengalami kekerasan fisik dan psikis," sebut Dyah Puspitarini dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (29/10/2024).
Disebutkan Dyah, sampai kemarin, anak korban ini belum bersekolah karena ketakutan.
Baca juga: Alasan Istri Aipda WH Polisikan Guru Supriyani Dibeber di Sidang, Ucapan Ini yang Membuatnya Murka
Untuk itu, pihaknya memastikan UPTD PPA untuk selalu mendampingi psikologi anak agar tidak trauma ke sekolah.
"Bagaimana hak anak, mendapat pendampingan psikososial, ada rehabilitasi, dan hak dasar pendidikan terpenuhi," terangnya.
Dyah juga mengaku menemukan bukti visum fisik dan psikis, termasuk laporan dari pekerja sosial terkait hal itu.
"Kami mempercayai hasil visum tidak ada rekayasa. Kami lihat trauma anak. Hasil asesmen psikologis, yang mendampingi anak korban juga menyebutkan anak masih dalam kondisi trauma," ungkapnya.
"Dua alat bukti ini cukup untuk memastikan bahwa ada kekerasan fisik terhadap anak. Ditambah laporan pekerja sosial, bagaimana kondisi anak dan lingkungannya," tegasnya.
Lalu, kekerasan fisik dan psikis itu dialami korban di sekolah, di rumah atau lingkungan sekitar?
Menurut Dyah, hal itu adalah wilayah penegak hukum.
"Kami melihat luka anak muncul, bagaimana anak ketakutan sekolah, ada trauma. Itu patokan kami," tegasnya.
Pernyataan KPAI ini mendapat reaksi praktisi hukum Edwin Partogi yang hadir di program Nusantara TV.
Edwin mempertanyakan penggunaan diksi anak korban yang disandangkan KPAI terhadap anak Aipda WH.
Menurut Edwin, sesuai dengan pengertian hukum bahwa dikatakan anak korban ketika ada persitiwa pidananya.
Dalam kasus ini, lanjut Edwin, peristiwa pidananya belum dipastikan.
"Bagaimana KPAI meyakini bahwa D adalah anak korban? Apakah keyakinan menyatakan anak korban, tadi karena hasil visum dan pekerja sosial. Sejauhmana korelasi keterangan itu menunjukkan bahwa perbuatan yang dialamin anak korban dilakukan Supriyani?," tanya Edwin yang juga mantan komisioner LPSK.
Dikatakan Edwin, sejauh ini ada dua wacana yang menerangkan tentang penyebab luka yang dialami sang anak.
Pertama karena penganiayaan yang dilakukan Supriyani, dan kedua karena jatuh dari sawah.
Jika memang luka itu disebabkan karena penganiayaan, maka bisa disebut D ini adalah anak korban.
Namun, jika luka itu karena jatuh di sawah, berarti tidak ada peristiwa pidana, sehingga tidak bisa dikatakan anak korban.
"Anak korban itu dlm konteks peristiwa pidana. Apakah terjadi di sekolah, atau di rumah atau di luar rumah yang dilakukan oleh orang. Itu baru rumusan pidana, jadilah dia anak korban.
"Tapi kalau bukan disebabkan orang tapi karena dia bermain, terjatuh lalu terluka. Gak masuk kategori anak korban. Karena anak korban, dalam kaitan pidana," tegas Edwin.
KPAI Disebut TIdak Netral
Terpisah, Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan menyebut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak netral dalam kasus dugaan penganiayaan seorang anak polisi.
Menurutnya kedatangan KPAI ke rumah murid SD, korban dugaan penganiayaan oleh Supriyani beberapa waktu lalu itu dinilai seakan berpihak kepada anak polisi saja.
Padahal Supriyani juga mempunyai anak, yang ditinggalkan selama Supriyani ditahan di Lapas Perempuan dan Anak Kota Kendari.
"Kami juga kemarin sempat kritik kenapa mereka hanya datang ke rumah terduga korban (anak polisi). Kenpa tidak ke anaknya juga ibu Supriyani. Nanti kita sudah kritik baru mereka datang,” katanya kepada TribunnewsSultra.com, Senin (28/10/2024).
Selain itu, Andi juga menyayangkan, pihak KPAI baru bertindak setelah kasus ini viral dan ramai disorot publik, padahal kasus tersebut telah lama bergulir.
“Ini perkara kan sudah terjadi sejak 26 April, perkara tentang anak. Seharunya mereka sudah mulai hadir dari awal," ujarnya.
Sebelumnya, KPAI mengunjungi siswa yang diduga korban penganiayaan dari Supriyani, guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) beberpa waktu lalu.
Komisioner KPAI Ai Maryati Solehah mengatakan dalam perkara tersebut yang menjadi korban adalah anak kelas 1 SD.
"Kunjungan kerja ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kondisi anak dalam hal ini sebagai korban, terkait dengan kondisi psikologis sebagai dampak dari kasus yang sedang dialami," katanya beberapa hari lalu.
Dirinya menyebutkan dalam kunjungan itu juga dilakukan untuk mengawal pemenuhan hak anak.
Sebab, meskipun proses hukum saat ini terus bergulir, namun hak-hak anak juga harus tetap menjadi prioritas.
"Hal tersebut sebagai upaya menyikapi keadaan, serta memperkuat sistem perlindungan anak," ujarnya.
Maryati mengungkapkan dalam kasus guru honorer Supriyani itu, KPAI langsung merespon dengan melakukan profiling terhadap anak yang menjadi korban dalam perkara tersebut.
"Kami ingin mengetahui kronologis yang sebenarnya, dari versi kedua orang tua anak. Serta, memastikan penanganan perkara utama terkait hak-hak terhadap anak, hak pendidikan dan hak bersosialisasi (bermain)," sebut Maryati.
Ia juga berpesan agar dalam perkara tersebut tetap dikawal agar tidak ada diskriminasi terhadap korban.
Kasus Guru Supriyani Diduga Direkayasa

Sementara itu, dalam sidang lanjutan kasus guru Supriyani yang digelar di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo pada Senin (28/10/2024), pihak kuasa hukum terdakwa menyebut dugaan rekayasa di perkara ini.
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengatakan kasus guru honorer ini direkayasa.
Kata Andri, ada beberapa hal sehingga mereka menganggap kasus ini sengaja direkayasa.
Menurutnya, kasus ini memiliki konflik interes antara pelapor dan penyidik, di mana mereka satu kantor.
"Kemudian ada paksaaan kepada ibu Supriyani untuk mengaku padahal dia tidak melakukan. Ada permintaan Rp50 juta. Jadi itu semua pelanggaran prosedur," katanya.
Andri juga menyebut dalam kasus ini, penyidik hanya berdasarkan tiga keterangan anak.
"Yang diketahui dalam KUHAP keterangan anak itu tidak bisa dikategorikan sebagai keterangan saksi. Kalaupun ia menjadikan bukti petunjuk penyidik tidak bisa menjadikan bukti petunjuk. Tapi hakim, karena itu kewenangan hakim," jelasnya.
Andri juga mengkritisi terkait bukti petunjuk yang menurutnya tidak berkesesuaian dengan saksi-saksi yang diperiksa. Termaksud saksi guru bernama lilis.
"Ibu lilis, ini saksi dewasa, pasti disumpah. Itu sudah diperiksa bahwa tidak ada itu (penganiayaan)" katanya.
Kemudian lanjut Andri, luka yang dihasilkan dari pukulan tersebut dianggap tidak sinkron dengan hasil visum.
"Pukulan satu kali tapi menimbulkan beberapa luka. Ada disitu kaya melepuh dan luka paha dalam," ujarnya.
Dalam pembacaan eksepsi tersebut, Andri meminta agar majelis hakim dapat melanjutkan kasus ini hingga pada pemeriksaan pokok perkara.
Andri Darmawan yang ditemui usai sidang membenarkan ia meminta kepada majelis hakim untuk melanjutkan kasus ini pada pemeriksaan pokok perkara.
"Kenapa kami ingin lanjut ke pokok perkara? Karena kami ingin membuktikan, kalau ibu Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi. Kami ingin buktikan itu," ujarnya.
Kata Andri, apabila majelis hakim nantinya memvonis kasus ini dan menyatakan Supriyani tidak bersalah.
Maka pihaknya akan memintai pertanggung jawaban kepada oknum yang telah mentersangkakan dan telah menahan Supriyani.
"Kalau ibu Supriyani tidak terbukti bersalah, dan telah dikriminalisasi, supaya oknum oknum tersebut yang telah membuat supriayani tersangka, membuat supriyani ditahan. Itu harus dipertanggung jawabkan. Secara adminsitratif misalnya, sanksi etik, termasuk sanksi pidana itu yang kami inginkan," tutupnya.
Diketahui sidang pembacaan eksepsi ini adalah sidang kedua, setelah sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) berlangsung pada Kamis (24/10/2024) pekan lalu.
Sidang digelar di PN Andoolo Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Kuasa Hukum Supriyani Sayangkan Sikap KPAI Hanya Peduli Anak Polisi di Kasus Guru Konawe Selatan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Guru Supriyani
Aipda WH
Guru Supriyani Konawe Selatan
Edwin Partogi
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Profil Dony Oskaria yang Berpeluang Jadi Menteri BUMN Ad Interim, Ternyata Paman Nagita Slavina |
![]() |
---|
Perjuangan Said, Kepsek SLB Rela Antar Jemput Siswa Pakai Tosa Setiap Hari agar Tetap Bisa Sekolah |
![]() |
---|
Rekam Jejak 4 Pejabat yang Diberhentikan Prabowo Subianto, Ada Erick Thohir hingga Hasan Nasbi |
![]() |
---|
Gelagat Wali Kota Prabumulih saat Berdamai dengan Kepsek dan Satpam SMPN 1, Beri Perintah Ini: Wajib |
![]() |
---|
Kisah Pilu Haikal dan Haezar Kakak Beradik Terpaksa Bergantian Pakai Seragam dan Sepatu Demi Sekolah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.