Berita Blitar

Berawal Kena DBD, Guru Honorer di Blitar Sukses Jadi Petani Jambu Merah dengan Omzet Rp 2 Juta/Hari

guru honorer di SDN Gogodeso 2 Kabupaten Blitar itu memiliki lebih dari 200 pohon jambu merah yang menghasilkan buah minimal 2 kuintal per hari.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: irwan sy
samsul hadi/surya.co.id
Mufid Raharja (32), menunjukkan buah jambu merah di kebun belakang rumah orang tuanya di Desa Karangsono, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Kamis (25/4/2024). 

SURYA.co.id |  BLITAR - Berawal dari sakit demam berdarah dengue (DBD), Mufid Raharja (32), pria asal Desa Karangsono, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, sukses menjadi petani jambu merah.

Mufid bahkan bisa memperoleh omzet sekitar Rp 2 juta dari penjualan jambu merah tiap harinya.

Omzet itu bisa diperoleh lantaran pria yang juga menjadi guru honorer di SDN Gogodeso 2 Kabupaten Blitar itu memiliki lebih dari 200 pohon jambu merah yang menghasilkan buah minimal 2 kuintal per hari.

"Karena, sekarang, selain jadi petani, saya juga jadi pengepul jambu merah. Tiap hari rata-rata bisa menjual 2-3 kuintal jambu merah," kata Mufid ditemui di kebun jambu merah miliknya, Kamis (25/4/2024).

Harga jual jambu merah mulai Rp 3.000 per kilogram sampai Rp 8.000 per kilogram.

Di musim hujan, harga jambu merah di kisaran Rp 5.000 per kilogram sampai Rp 6.000 per kilogram.

"Kalau musim hujan seperti sekarang, hasil panennya bisa sampai 7 kuintal per hari. Omzet per hari rata-rata bisa Rp 2 juta," ujarnya.

Kebun jambu merah milik Mufid berada di pekarangan belakang rumah orang tuanya di Desa Karangsono, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.

Mufid terlihat sedang memangkas ranting beberapa pohon jambu merah di kebun belakang rumah orang tuanya.

Selesai memangkas ranting, Mufid membungkus buah jambu merah yang masih kecil-kecil.

Pohon jambu merah di kebun belakang rumah orang tuanya tidak terlalu tinggi.

Tanpa harus memakai tangga, dengan berdiri Mufid dapat meraih beberapa buah jambu merah untuk dibungkus plastik.

"Kalau telat bungkus, buahnya gampang busuk, apalagi saat musim hujan. Perawatan pohon jambu merah mudah dan murah, yang penting air. Kalau pupuk tiap dua tiga bulan sekali," ujar pria yang masih membujang itu.

Ada sekitar 50 pohon jambu merah yang ia tanam di halaman belakang rumah orang tuanya.

Kebun yang berada di halaman belakang rumah orang tuanya itu juga yang menjadi cikal bakal kesuksesan Mufid menjadi petani jambu merah.

"Kebun di belakang rumah ini kebun jambu merah pertama saya. Sekarang, saya punya tiga kebun lagi di tempat lain tapi masih di Desa Karangsono. Uang membeli kebun juga dari hasil penjualan jambu merah," katanya.

Mufid kemudian menceritakan perjalanannya bisa menjadi petani jambu merah.

Ia mulai menanam jambu merah pada 2010.

Awalnya, ketika SMA, Mufid mengaku pernah terkena penyakit DBD.

Mufid sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit karena kondisi kesehatannya drop.

Ketika menjalani perawatan di rumah sakit, dokter menyuruh Mufid banyak mengkonsumsi jambu merah untuk meningkatkan trombositnya.

"Awalnya, saya tidak suka dengan jambu merah, apalagi kalau dibuat jus, saya tidak mau minum. Tapi, karena untuk kesehatan, akhirnya saya mengkonsumsi jambu merah," katanya.

Dari pengalaman itu, setelah lulus SMA, Mufid berinisiatif menanam pohon jambu merah sendiri di rumah.

Ia memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah orang tuanya untuk menanam jambu merah.

Pekarangan belakang rumah orang tuanya yang awalnya ditanami pohon belimbing, ia ganti dengan tanaman pohon jambu merah.

Sekitar 1,5 tahun setelah ditanam, pohon jambu merah miliknya mulai berbuah.

Awalnya, ia bersama keluarga mengkonsumsi sendiri hasil panen buah jambu merah di kebun miliknya.

Namun, hasil panen jambu merah terlalu banyak untuk dikonsumsi sendiri.

Mufid kemudian menjual sebagian hasil panen jambu merah.

"Awalnya, saya memasarkan jambu merah dengan cara dititipkan ke pedagang etek (pedagang keliling). Mula-mula hanya dua pedagang, kemudian bertambah jadi 10 pedagang. Lalu, pemasarannya terus berkembang ke beberapa pasar dan kios pedagang buah," ujarnya.

Karena permintaan terus meningkat, Mufid kemudian nekat menambah kebun jambu merah.

Ia membeli tanah tegalan untuk ditanam pohon jambu merah.

Kebun jambu merah milik Mufid juga dilirik oleh pemerintah desa untuk dijadikan produk unggulan mengikuti lomba pemanfaatan pekarangan rumah menjadi kebun jambu merah.

Dengan produk unggulan pemanfaatan pekarangan rumah menjadi kebun jambu merah, Desa Karangsono memperoleh juara satu lomba desa di tingkat Provinsi Jatim pada 2016.

Prestasi itu kemudian juga menggerakkan warga lain untuk menanam jambu merah di pekarangan.

Sampai sekarang, ada sekitar 15 petani dengan populasi sekitar 800 pohon jambu merah di Desa Karangsono.

"Kebun jambu merah di Desa Karangsono juga menular ke desa lain, seperti di Garum, Kanigoro, Sawahan dan Kademangan. Beberapa warga di desa itu menanam jambu merah," katanya.

Kebun jambu merah milik Mufid juga sempat menjadi tempat wisata edukasi yang dikelola bersama BUMDes.

Wisata edukasi petik jambu merah milik Mufid berhenti ketika terjadi pandemi Covid-19 pada 2020.

Meski wisatanya sudah tidak beroperasi, penjualan jambu merah tetap jalan terus.

Bahkan, ketika pandemi Covid-19, penjualan jambu merah meningkat.

"Ketika pandemi, saya memasarkan jambu merah lewat medsos. Ternyata permintaannya banyak, karena pelanggannya selain lokal Blitar juga dari luar kota seperti Tulungagung dan Kediri," katanya.

Seperti sekarang ini, kata Mufid, penjualan jambu merah juga meningkat karena jumlah kasus DBD lumayan tinggi.

"Karena jambu merah dapat meningkatkan trombosit dan imun," ujarnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved