Berita Surabaya

Kejahatan Digital Tinggi, Otoritas Jasa Keuangan Ingatkan Masyarakat Jangan Berikan Data Pribadi

literasi keuangan digital bagi masyarakat sangat penting agar masyarakat melek dan tidak mudah terkena aksi kejahatan digital.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
ist
Director-In-Charge Astra Financial, Suparno Djasmin (kanan) memberikan plakat kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi (kiri) seusai memberikan kata sambutan pembukaan Astra Financial Talks, bertajuk "Cerdas dan Aman dalam Bertransaksi Digital", Selasa (2/4/2024). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Data tingkat inklusi keuangan Indonesia yang dicatat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022 ada di level 85,10 persen.

Angka tersebut berada di bawah Singapura di kisaran 98 persen.

"Sedangkan, tingkat penggunaan layanan keuangan digital berada di angka 56 persen. Artinya, sebagian besar dari masyarakat sudah familiar dengan produk maupun jasa keuangan digital yang ada," kata Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen merangkap anggota Dewan Komisioner OJK, saat memberikan keynote speech pada acara Astra Financial Talks : Cerdas dan Aman dalam Bertransaksi Digital yang dilakukan secara hybrid di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Kendati demikian, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia masih sangat rendah, yakni baru mencapai 49,68 persen pada tahun 2022.

Di sisi lain, data survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 menunjukkan tingkat literasi keuangan digital di Indonesia tercatat sebesar 38,03 persen, naik tipis dibanding tahun 2021 yang sebesar 36,02 persen.

"Itu artinya sekitar 62 persen masyarakat Indonesia masih kekurangan akses terhadap informasi dan edukasi tentang literasi keuangan digital. Oleh karena itu, penting bagi penyelenggara jasa keuangan untuk terus memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat agar tidak mudah terkena kejahatan siber," jelas Friderica.

Menurutnya, kejahatan digital saat ini marak dan berada di sekitar kita.

Hal tersebut menjadi perhatian serius para pelaku keuangan di seluruh dunia.

Kejahatan digital ini, kata dia, bisa berupa social enginering, phising, card tapping, dan skimming.

Otoritas Jasa Keuangan meminta masyarakat agar tidak memberikan data pribadi dari akun keuangan seperti PIN, OTP, CVV/CVC dan password keuangan kepada pihak mana pun. Karena bisa digunakan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan keuangan digital.

Social enginering adalah tindakan memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan data dan informasi pribadi dengan tujuan membobol akun keuangan korban.

"Phising adalah tindakan memancing korban untuk mendapatkan informasi atau data pribadi. Contohnya penipuan melalui situs palsu, file-APK seperti undangan, tagihan, dan bukti pengiriman," ungkap Friderica.

Karena itu, literasi keuangan digital bagi masyarakat sangat penting agar masyarakat melek dan tidak mudah terkena aksi kejahatan digital.

Hal-hal inilah yang banyak diadukan masyarakat kepada OJK.

Karena itu, ia meminta penyelenggara keuangan agar dapat memperkuat sistem keamanan data.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved