Pilpres 2024

Sosok Abdul Chair Ramadhan yang Kritik Gugatan 01 dan 03 Soal Bansos, Dulu Saksi Ahli Sidang Ahok

Inilah Sosok pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan jadi sorotan usai mengkritik gugatan kubu 01 dan 03 terkait bansos.

youtube TVOne
Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan yang Kritik Gugatan 01 dan 03 Soal Bansos. 

SURYA.co.id - Sosok pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan jadi sorotan usai mengkritik gugatan kubu 01 dan 03 terkait bansos.

Menurut Abdul Chair, bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah sudah sesuai mekanisme, tidak ada kaitannya dengan pemilu.

Hal itu disampaikan Abdul untuk membantah tuduhan penyalahgunaan bansos di Pilpres 2024 oleh tim hukum pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang dianggap menguntungkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Bansos itu kan sesuai dengan aturan sesuai dengan mekanisme dan juga tidak menyalahi APBN yang disepakati oleh DPR, disepakatinya ini sudah menjadi pengetahuan umum menjadi pengetahuan kita dan tidak ada kaitannya dengan masa-masa kampanye terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 ini,” kata Abdul saat dihubungi Minggu (31/3/2024).

Baca juga: Rekam Jejak Todung Mulya Tim Ganjar-Mahfud yang Tuding Kapolri Penyebab Batal Datangkan Kapolda

Abdul menjelaskan, bansos merupakan program pemerintah yang telah dirancang lama dan disepakati oleh DPR.

Meski demikian jika dianggap terjadi politisasi bansos seperti yang didalilkan kubu 01 dan 03, maka seharusnya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut dia, tuduhan bansos yang dikategorikan terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu masuk ke ranah Bawaslu yang mengadili masalah administrasi pemilu.

“Maka dengan itu dugaannya adalah termasuk atau tergolong pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif sehingga terhadap pelanggaran pemilu TSM ini menjadi ranah domain Bawaslu bukan domain kewenangan MK itu jelas ketentuannya,” ujar Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia ini.

“Ketentuannya itu menjadi standar menjadi kompetensi absolut di mana dapat diketahui di pasal 460 juncto 463 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengatur kompetensi yang dimiliki oleh Bawaslu, kemudian juga peraturan Bawaslu Peraturan Nomor 8 Tahun 2022 tepatnya di Pasal 12 itu telah menentukan kewenangan Bawaslu,” imbuhnya.

Abdul mengatakan wajar jika kemudian tim hukum 02, Prabowo-Gibran mengatakan gugatan 01 dan 03 “salah kamar”. 

Baca juga: Amunisi Kubu Anies-Cak Imin di Sidang Sengketa Pilpres 2024 Berkurang, 2 Saksi Ahli Mundur, Diancam?

Kesalahan dimaksud menunjuk pada kesalahan dalam pengajuan gugatan yang tidak pada tempatnya.

Abdul menegaskan kompetensi absolut dalam hal penyelesaian pelanggaran administratif pemilu secara TSM ada pada Bawaslu.

Sementara MK terikat dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 457 Ayat (2) yang menyatakan bahwa MK berwenang memutuskan perkara perselisihan suara.

“Dengan demikian tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penghitungan suara. Secara argumentum a contrario atau dalam ilmu fikih disebut mafhum mukhlafah, maka selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.

“Menjadi jelas bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya terhadap hasil penghitungan suara dengan pendekatan kuantitatif. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili pelanggaran administratif pemilu, utamanya secara TSM yang notabene pendekatannya adalah kualitatif,” lanjutnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved