Kisah Lengkap Wiwin Dwi, Guru Muslim Berprestasi Pilih Ngajar di SMA Kristen Bergaji Rp 300 Ribu

Inilah kisah lengkap Wiwin Dwi Jayanti, guru muslim yang memilih mengajar di SMA Kristen Bhaitani Pasuruan, dengan gaji Rp 300 ribu. 

|
Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase SURYA.CO.ID/Galih Lintartika
Wiwin Dwi, Guru Muslim Berprestasi Pilih Ngajar di SMA Kristen 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Inilah kisah lengkap Wiwin Dwi Jayanti, guru muslim yang memilih mengajar di SMA Kristen Bhaitani Pasuruan, dengan gaji Rp 300 ribu. 

Sosok Wiwin Dwi Jayanti jadi sorotan, lantaran dirinya mendapat medali emas dalam ajang Sains Merdeka Indonesia 2023.

Bukan hanya itu, kisah Wiwin rela meninggalkan pekerjaan bergaji Rp 8 juta demi mengajar di sebuah Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK), dengan gaji hanya Rp 300 ribu pun tak kalah menarik. 

Bagaimana kisah lengkap Wiwin? Berikut rangkumannya. 

Raih Juara 2

Wiwin meraih medali emas dalam ajang Sains Merdeka Indonesia 2023.

Wiwin menjadi juara pertama kejuaraan sains antar guru se-Indonesia dalam kompetisi yang digelar oleh National Science and Social Competition (NSSC) Divua Cahaya Prestasi beberapa waktu lalu.

Tak Punya Persiapan Khusus

Wanita 27 tahun itu mengaku tak menyangka bisa menyisihkan ratusan guru yang mengikuti kompetisi tersebut. 

"Alhamdulillah, pastinya senang. Saya tidak pernah menyangka bisa menjadi juara," kata Wiwin melalui pesan WA, melansir dari laman pasuruankab.go.id.

Apalagi, Wiwin tidak memiliki persiapan khusus.

"Persiapan lebih memang tidak ada. Berjalan seperti biasa," imbuhnya.

Sehari-hari Wiwin beraktivitas seperti biasa. Ia mengajar di sekolah dan kampus. Ia hanya akan membaca materi ketika ada waktu luang.

Sempat Terlambat

Pada hari perlombaan yakni 28 Agustus, Wiwin sempat terlambat untuk mengikuti kompetisi. Maklum, olimpiade tersebut digelar pukul 16.00. Sementara, jam pulang mengajar, pukul 16.00.

Hal ini membuatnya sedikit terlambat. Sekitar 15 menit. Kondisi itu, sempat membuat hatinya kacau. Perasaan buru-buru untuk mengerjakan soal, muncul dalam benaknya.

"Lombanya secara online. Karena terlambat, jadinya ada perasaan terburu-buru saat menjawab soal. Karena tidak ada waktu untuk persiapan dulu dan langsung menjawab soal," ujar perempuan yang tinggal di Dawuhan Sengon, Kecamatan Purwodadi tersebut.

Sederet pertanyaan demi pertanyaan dijawabnya. Dua tahapan lomba dilaluinya. Dari babak penyisihan hingga masuk final.

Pelaksanaan kompetisi itu, berlangsung hingga 31 Agustus 2023.

Pasca mengikuti olimpiade guru tersebut, ia pun tak terlalu memikirkan hasilnya. Karena juga tak terlalu berharap untuk menjadi juara.

Lolos Jadi Juar

Hingga pengumuman di bulan September 2023 tiba. Ternyata, ada namanya yang masuk daftar juara. Yang lebih menggembirakan lagi, ia menjadi juara pertama.

Hal inilah yang membuatnya sangat bahagia. Karena baru pertama ikut olimpiade kimia jenjang guru, langsung mendapatkan juara. Apalagi, tidak punya persiapan belajar yang maksimal.

"Rasa tidak percaya diri, memang sempat menyelimuti. Karena itu, saya tak menyangka bisa mendapatkan prestasi ini," aku perempuan kelahiran Pasuruan 18 Agustus 1996 tersebut.

Memang, untuk kompetisi guru, ia baru pertama kali ikut. Namun, saat masih SMA kelas dua, ia pernah ikut Olimpiade Sains Nasional bidang Kimia. Saat itu, ia berhasil menyabet juara 3.

"Dulu waktu sekolah, memang pernah ikut olimpiade sains nasional. Tapi baru bisa meraih juara ketiga," kisahnya.

Memilih Mengabdi

Berprestasi dalam dunia pendidikan dan terbukanya kesempatan karir yang menjanjikan, tidak membuat Wiwin terlena. 

Wanita yang juga berprofesi sebagai dosen ini memilih mengabdi di sekolah tempatnya menempuh pendidikan SMP hingga SMA. 

Yakni SMP dan SMAK Bhaitani, lembaga pendidikan yang bernaung dalam yayasan Kristen.

Kerja di BRIN

Kisah ini bermula ketika Wiwin berhasil melanjutkan sekolah jenjang sarjana di UM (Universitas Negeri Malang) jurusan Kimia murni.

Bahkan, ia juga berhasil menyelesaikan S2.

Setelah lulus kuliah, ia sempat bekerja di beberapa industri termasuk di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Gaji besar yang ditawarkan malah tidak membuatnya betah bekerja di sana.

Kepuasa Batin

Dan keputusan berani diambil Wiwin, ia memilih kembali ke sekolah tempat ia menimba ilmu sejak duduk di bangku SMP.

Bahkan ia mengenang bagaimana nyaris tidak bisa melanjutkan sekolah.

“Setelah lulus SD orangtua sudah tidak sanggup membiayai SMP"

"Setelah itu, saya dikasih kesempatan untuk sekolah di sini. Alhamdulillah, saya bisa sampai SMA bahkan sampai sekarang hampir menyelesaikan S3,” tutur Wiwin.

Wiwin mengakui ada kepuasan batin saat memberikan dan berbagi ilmu untuk anak-anak di sekolah.

Ia merasa bisa memberikan manfaat untuk anak-anak.

“Kalau mengajar itu bisa dikenal banyak orang,” kelakarnya.

Padahal perbandingan remunerasi yang didapatkannya dari tempat bekerja pertama dengan tempat mengajar sekarang, bak langit dengan bumi.

Gaji Tak Seberapa

Di tempat bekerja sebelumnya yang memang mentereng, Wiwin bisa mendapat gaji antara Rp 4 juta sampai Rp 8 juta per bulan.

Di SMA Kristen Bhatani ini, Wiwin hanya mendapatkan tidak lebih dari Rp 300.000, namun ia lebih memilih mengabdi sebagai pendidik.

“Saya ingin berbakti dan berdedikasi untuk sekolah ini."

"Makanya, penghargaan ini untuk sekolah ini."

"Saya bangga bisa ikut memberikan akses pendidikan tanpa membedakan latar belakang mereka,” ungkapnya.

Tanggapan Kepala Sekolah SMAK Bhatani

Sementara Kepala Sekolah SMA Kristen Bhatani, Dedi Hariyati menyampaikan terima kasih atas kontribusi yang diberikan oleh mantan muridnya yang disebutnya sangat luar biasa ini.

Pihaknya mengaku bangga atas prestasi mantan murid yang saat ini juga guru.

“Di sekolah ini kami memang menampung bukan hanya siswa Kristen saja, ada Muslim, dan juga Hindu."

"Mereka kami beri kesempatan sekolah, kami berikan akses pendidikan yang sama, tidak dibedakan,” urainya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved