Pilpres 2024

3 Kejanggalan Dugaan Pelanggaran Kode Etik 9 Hakim MK soal Usia Capres-Cawapres, Ada Kebohongan

3 Kejanggalan Dugaan Pelanggaran Kode Etik 9 Hakim MK soal Usia Capres-Cawapres, Ada Kebohongan

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Sosok 9 hakim MK yang akan menghadiri sidang putusan usia capres dan cawapres hari ini, Senin (16/10/2023) 

SURYA.CO.ID - Berikut ini daftar kejanggalan yang muncul dari kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menyeret sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Kejanggalan tersebut muncul setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melakukan pemeriksaan terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Yakni mengabulkan sebagian uji materi syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Berkat putusan MK ini, putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai cawapres Pemilu 2024.

Putusan ini menuai polemik dianggap memuat konflik kepentingan, mengingat Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman Gibran.

Meski putusan MKMK baru akan dibacakan pada Selasa (7/11/2023), sudah ditemukan sejumlah hal ganjil dari pemeriksaan tersebut, di antaranya: 

Gugatan tak bertanda tangan

Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang pada akhirnya dikabulkan oleh MK dimohonkan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Ternyata, baru-baru ini terungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan tersebut tak ditandatangani kuasa hukum ataupun Almas sendiri.

Temuan ini diungkap oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

PBHI mendapatkan dokumen tersebut langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan dalam persidangan.

"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ungkap Ketua PBHI Julius Ibrani yang terhubung secara daring dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).

Menurut Julius, selama ini MK telah menjadi pionir sekaligus teladan pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk dalam hal tertib administratif.

Oleh karenanya, janggal apabila ada dokumen permohonan yang tak ditandatangani, tetapi tetap diproses.

"Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," ucap dia.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved