Deklarasi Anies Muhaimin

NASIB AHY Disalip Sandiaga di Pilpres 2019, Kini Ditelikung Anies Baswedan, Mungkinkah Gabung PDIP?

Nasib Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pipres 2024 menjadi pertanyaan besar setelah ditelikung Capres Anies Baswedan yang memilih Muhaimin Iskandar

Editor: Musahadah
kolase surya.co.id/tribunnews
AHY kembali gagal jadi cawapres. Setelah di Pilpres 2019 disalip Sandiaga Uno, kini ditelikung Anies Baswedan. 

SURYA.CO.ID I SURABAYA - Nasib Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pipres 2024 menjadi pertanyaan besar setelah ditelikung Capres Anies Baswedan yang memilih Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres-nya. 

Partai Demokrat yang sebelumnya getol memasangkan AHY dengan Anies Baswedan akhirnya memilih keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). 

Partai Demokrat merasa dikhianati Anies Baswedan, bahkan Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono menyebutnya sebagai musang berbulu domba. 

Lalu, akan kemanakah AHY setelah keluar dari koalisi perubahan? 

AHY akan menyampaikan pidato politiknya terkait langkah partainya pada Senin (4/9/2023).

Baca juga: Anies Baswedan Tiba di Surabaya Jelang Deklarasi, Sekjen PKS Malah Tak Kelihatan

Pada kesempatan itu juga Demokrat akan mengumpulkan seluruh ketua DPD seluruh Indonesia untuk hadir di Jakarta.

Hal ini disampaikan Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) Partai Demokrat, Herman Khaeron dalam diskusi daring Polemik Trijaya 'Koalisi Ngalor Ngidul' pada Sabtu (2/9/2023).

"Senin siang, tapi saya masih koordinasi dulu karena diharapkan seluruh ketua DPD se-Indonesia bisa hadir di Jakarta," kata Herman.

Pada pertemuan itu, hal-hal yang akan dibahas yakni utamanya untuk menyampaikan perkembangan situasi terkini, serta menjelaskan ulang kronologis mulai dari Demokrat merapat ke Nasdem dan mendukung Anies, hingga berujung dikhianati.

Selain itu AHY juga akan menyampaikan langkah-langkah strategis yang diputuskan Demokrat agar tak berlarut dalam meratapi situasi sebagaimana yang terjadi kemarin.

"Tentu untuk mengupdate terhadap situasi terkini dan menjelaskan ulang kronologis, kemudian tentu pada akhirnya apa langkah strategis yang harus kita putuskan. Kita juga punya target ini tidak boleh berlama-lama dalam membahas situasi ke belakang. Jadi memang harus ada timeline ke depan, tentu menjadi tonggak dan lompatan ke depan yang lebih pasti," ungkapnya.

Terpisah, Pengamat Politik Rocky Gerung membaca langkah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) setelah ditinggalkan Anies Baswedan.

Rocky Gerung melihat Demokrat tengah dalam dilema.

Apakah Demokrat mau terus menjadi oposisi dengan narasi perubahannya, atau berusaha untuk mencari kerja sama politik yang memungkinkan AHY menjadi cawapres.

Sebab, Pilpres kali ini, kata Rocky Gerung, adalah saat paling tepat bagi AHY untuk turun ke gelanggang kontestasi politik eksekutif lima tahunan.

"Setelah keluar dia masuk ke siapa. Itu juga ujian moral tuh."

 "Bertahan sebagai oposisi, ya mungkin mereka bisa, tapi kemungkinan AHY masuk dalam kompetisi hilang."

"Padahal bagi Demokrat, AHY harus diuji hari ini, dalam Pemilu tahun ini sebagai kompetitor."

"Kalau itu masih menjadi dalih Demokrat, maka Demokrat pasti akan punya proposal untuk mengedarkan Pak AHY," kata Rocky Gerung di channel Youtube Rocky Gerung Official, Jumat (2/9/2023) malam.

Jika Demokrat memutuskan yang kedua, maka kemungkinan terbesar adalah dengan bergabung ke PDIP.

Terlebih, AHY sempat membuat pertemuan monumental dengan Puan Maharani Ketua DPP PDIP, putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Paling mungkin adalah ke PDIP. Karena sudah ada semacam tanda-tanda awal dengan Puan."

"Ibu Mega sebetulnya, memutuskan, oke Prabowo sudah tidak bisa lagi berkoalisi, maka melirik lah ke Pak SBY kan. Pak SBY juga mempunyai kesempatan untuk menunjukkan tidak ada permusuhan dengan Ibu Mega, dari awal juga Pak SBY menterinya Ibu Mega," ujarnya.

Menurut Rocky Gerung, konflik Ketua Majelis Tinggi Demokrat SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Megawati belasan tahun silam akan sirna jika Demokrat akan gabung PDIP pada Pilpres 2024 ini.

Titik temu antara Demokrat dan PDIP adalah kepentingan akan melawan Jokowi.

Sebab, Jokowi kerap diasosiasikan cawe-cawe mendukung pencapresan Prabowo Subianto.

"Jadi peristiwa yang lalu pasti akan dilupakan baik oleh Ibu Mega atau Demokrat, bila ternyata kepentingan politik antiJokowi terbentuk."

"Itu bisa terbentuk kalau PDIP merasa bahwa memang untuk melawan Prabowo diperlukan Demokrat, karena kapasitas PDIP sendiri untuk melawan Gerindra itu tidak mungkin tuh," ujar Rocky Gerung.

"Di atas kertas, PDIP melihat potensi bergabung dengan Demokrat, masuk akal secara kuantitatif," imbuhnya.

Ganjar Pranowo, bakal capres dari PDIP pun akan terlengkapi jika didampingi AHY.

Rocky Gerung mengatakan, AHY bisa menambal sisi isu-isu konseptual dari Ganjar.

"AHY lebih mampu dalam hal konseptual, sementara Ganjar lebih mampu menggerakkan akar rumput," pungkasnya.

Terpisah, Kader PDIP Gibran Rakabuming Raka mengatakan, potensi partainya berkoalisi dengan Partai Demokrat masih terbuka.

Hal ini diungkap Gibran, setelah Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dipastikan tidak menjadi Bakal Calon Wakil Presiden (Bacapres) dari Anies Baswedan.

"Kita ikuti saja dinamika seperti apa. Kan masih cair dan komunikasi masih terbuka," kata Gibran Rakabuming Raka di Pura Mangkunegaran, pada Sabtu (2/8/2023).

Wali Kota Solo itu menduga saat ini komunikasi antara AHY dengan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Puan Maharani, juga berjalan baik.

"Iya (potensi koalisi), siapa tau kan sekarang komunikasi Mas Agus dengan Mbak Puan. Kan sangat terbuka sekali," ujarnya.

Ia juga menyingung, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, akan mendongkrak koalisi PDI-P dengan Demokrat.

"Saya berharap beliau mas Ibas banyak tampil juga, saya yakin beliau akan dongkrak juga ya," katanya.

Meskipun demikian, Gibran mengatakan keputusan akhir koalisi kedua partai untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, berada di tangan para petinggi partai.

"Tidak tahu, yang menentukan para-para pemimpin, itu nego-nego para pimpinan. Saya tidak ikut-ikutan, saya bukan siapa-siapa," jelasnya.

Sebab menurutnya, kedudukannya di dalam partai berlogo banteng moncong putih itu, tidak memiliki jabatan partai.

"Urusan rapat merapat, urusan koalisi. Itu urusan pimpinan, sekali lagi saya bukan siapa-siapa di partai," tutupnya.

Gagal Cawapres di Pilpres 2019

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menginstruksikan seluruh kader Demokrat merapatkan barisan dan mempertahankan soliditas
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menginstruksikan seluruh kader Demokrat merapatkan barisan dan mempertahankan soliditas (Foto Istimewa)

Gagalnya AHY sebagai Cawapres bukan kali ini saja terjadi.

Jelang Pemilu 2019 lalu, nama AHY sempat masuk dalam bursa cawapres Prabowo Subianto.

Pencapresan Prabowo didukung oleh empat partai politik Parlemen yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Lantaran Gerindra telah mengusung Prabowo sebagai capres, tiga partai lainnya mengusulkan nama cawapres.

Demokrat, yang kala itu masih dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tentu mengusulkan nama AHY yang waktu itu menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma).

Sementara, PKS mengusulkan nama ketua majelis syuro partainya, Salim Segaf Al Jufri, sedangkan PAN mendorong sosok Ustaz Abdul Somad.

Anies Baswedan yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta juga masuk dalam bursa cawapres Prabowo.

Dari empat sosok tersebut, nama AHY dan Salim Segaf sempat menguat, lantaran Abdul Somad dan Anies menolak jadi cawapres.

Namun demikian, pembahasan soal cawapres Prabowo berlangsung berlarut-larut dan tak kunjung mencapai titik temu.

Sehari jelang penutupan pendaftaran Pilpres 2019 atau Kamis, 9 Agustus 2018, Prabowo dan SBY bertemu untuk membahas ini.

Dalam pertemuan itu, SBY bersikukuh mengajukan nama AHY, sedangkan Prabowo memunculkan sosok Sandiaga Uno yang kala itu masih duduk sebagai Wali Kota DKI Jakarta.

"Kembali ke komitmen/janji Prabowo yg meminta AHY cawapres karena elektabilitas tertinggi di semua lembaga survei," kata Andi Arief yang saat itu menjabat sebagai Wakil Sekjen Partai Demokrat, yang juga turut dalam pertemuan SBY-Prabowo.

Nama Sandiaga sendiri sedianya baru muncul dua hari sebelumnya.

Akan tetapi, SBY menolak Sandi lantaran sama-sama berasal dari Gerindra seperti Prabowo.

Di sisi lain, PKS menolak nama AHY.

PKS yang punya sejarah panjang sebagai partai oposisi merasa lebih punya kedekatan dengan Gerindra.

Lagipula, ketimbang Demokrat, PKS lebih dulu berkoalisi dengan partai berlambang garuda itu.

Akhirnya, malam itu juga, Prabowo mengambil keputusan, menunjuk Sandiaga sebagai cawapresnya, tanpa persetujuan Demokrat.

Namun demikian, Prabowo meminta Sandi hengkang dari partai, supaya capres-cawapres koalisi tersebut tak sama-sama berasal dari Gerindra.

"Pimpinan tiga partai politik, yaitu PKS, PAN, dan Gerindra, telah memutuskan dan memberi kepercayaan kepada saya, Prabowo Subianto, dan Saudara Sandiaga Uno untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden untuk masa bakti 2019-2024," ujar Prabowo di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2023).

Demokrat sempat bereaksi keras atas penunjukan Sandiaga sebagai cawapres.

Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief bahkan mengeluarkan pernyataan yang menyerang Prabowo melalui akun Twitter miliknya.

"Di luar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar," kata Andi Arief saat dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (8/8/2018) malam.

Dalam pernyataan itu, Andi juga menuding PKS dan PAN menerima mahar politik dalam penentuan posisi cawapres.

Sementara, AHY meminta maaf ke para kader Demokrat lantaran dia gagal jadi cawapres.

Putra sulung SBY tersebut mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menjadi calon RI-2, namun belum berhasil.

"Saya memohon maaf untuk kader Demokrat yang berharap saya menjadi cawapres dan tentunya lapisan bangsa ini," ujar AHY di rumah SBY di bilangan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Meski kecewa, Demokrat akhirnya mendukung Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019 dan berkoalisi dengan Gerindra, PAN, serta PKS.

Akan tetapi, Prabowo-Sandi kalah dari Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sehingga keduanya gagal jadi presiden dan wakil presiden.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dua Kali AHY Gagal Jadi Cawapres: Pilpres 2019 Disalip Sandiaga, Kini Ditikung Cak Imin" dan AHY akan Kumpulkan Seluruh Ketua DPD Demokrat, Sampaikan Pidato Politik soal Pengkhianatan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved