FAKTA Warga Tanah Merah Tinggal Dekat Depo Pertamina Plumpang yang Terbakar: Punya IMB, Ogah Pindah
Terungkap sederet fakta warga Tanah Merah, Jakarta Utara, tinggal dekat Depo Pertamina Plumpang yang terbakar Jumat (3/3/2023) malam.
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Terungkap sederet fakta warga Tanah Merah, Jakarta Utara, tinggal dekat Depo Pertamina Plumpang yang terbakar Jumat (3/3/2023) malam.
Pasca kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, lahan pemukiman penduduk di sekitar lokasi pun jadi polemik.
Sebab, lokasi tersebut dinilai terlalu beresiko bagi keselamatan warga sekitar.
Kini, warga Jalan Tanah Merah Bawah dekat kawasan Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, hanya bisa meratapi nasibnya.
Pemerintah pun sigap mengeluarkan wacana relokasi terhadap warga Tanah Merah yang menjadi korban kebakaran dahsyat itu.
Berikut fakta-faktanya dikutip dari Kompas.com.
Punya IMB
Seorang warga Kampung Tanah Merah, Jakarta Utara, Dini (40) mengaku memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) sementara yang didapatkan pada tahun 2021 di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dini tinggaal di sebuah rumah warna hijau yang memiliki dua lantai. Rumah tersebut berada di Jalan Mandiri IV, Kampung Tanah Merah, RT 010 RW 009, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Rumah Dini tidak ikut terbakar, tetapi lokasinya berada di dekat tembok pembatas permukiman dengan Depo Pertamina Plumpang.
Dini yang sudah tinggal sejak 2002 di Kampung Tanah Merah menuturkan, IMB tersebut terbit saat Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Iya, (IMB terbit) waktu era Pak Anies, 2021," tutur Dini saat ditemui di kediamannya pada Senin (6/3/2023).
Dini pun menunjukkan dokumen IMB yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) DKI Jakarta pada 2021.
Dalam dokumen itu tertulis bahwa IMB tersebut merupakan IMB sementara untuk 61 warga Kampung Tanah Merah RT 010 RW 009 Kelurahan Rawa Badak Selatan.
"Pemberian Izin Mendirikan Bangunan SEMENTARA untuk penataan kampung dan masyarakat...," demikian bunyi petikan dokumen tersebut.
Sebelum memiliki IMB tersebut, Dini hanya memiliki surat keterangan tanah dan bangunan yang diterbitkan pihak RW pada 2020.
Hal serupa juga disampaikan oleh tetangga Dini, Mar (63). Mar mengaku sudah mengurus IMB dan terbit pada 2021.
Saat ditanya apakah memiliki SHM, Mar tidak menjawabnya. Namun, Mar mengaku memiliki IMB yang terbit pada 2021.
Adapun Mar tinggal di Jalan Mandiri V, Kampung Tanah Merah, RT 011 RW 009, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara.
"Iya, waktu era Pak Anies (IMB-nya terbit)," kata Mar.
Dini dan Mar sepakat tidak ingin direlokasi atau digusur meski memiliki trauma mendalam usai terjadinya kebakaran hebat Depo Pertamina Plumpang.
Keduanya meminta pemerintah memindahkan Depo Pertamina Plumpang, dibandingkan merelokasi masyarakat yang tinggal di Kampung Tanah Merah.
"Mau tinggal di rusun pun harus bayar kan, penghasilan enggak ada," tegas Dini.
Ogah pindah
Darsih (57) yang tinggal di Jalan Tanah Merah Bawah, Gang Gotong Royong I, No 24, RT 12 RW 09, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, mengaku punya sertifikasi surat berupa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Ia mengaku telah mengurus surat tersebut sejak tahun 2019 saat Anies Baswedan menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Darsih mengatakan bahwa surat tersebut terbit dan salinannya diberikan ke warga pada 2021.
"Sudah tiga tahun kemarinan. Alhamdulillah sudah aman (surat IMB). Sudah disahkan lurah sih," ujar Darsih saat ditemui di depan rumahnya, Senin (6/3/2023).
Ia menambahkan, IMB tersebut berlaku selama tiga tahun dan akan habis pada Mei 2023.
"Katanya berlakunya tiga tahun. Sampai 2023 ini habis, kemarin pada bikin. Kalau bisa bikin lagi manjang lagi. Masanya cuma tiga tahun doang," tambah dia.
Merasa sudah memiliki surat IMB, Darsih pun menolak tegas wacana penggusuran atau relokasi di kawasan ini.
"Saya kan sudah dikasih surat masa enggak jelas? Sekarang sudah kasih RT RW, sudah komplit," tegasnya.
Ia pun tidak mengetahui masalah perizinan dan kepemilikan jelas tanah tersebut pada saat pembelian tahun 2009.
"Enggak tahu sih ya. Kalau masalah tanah mah saya dulu beli sama orang sini, beli 2008. Saya tinggal sini 2009, baru dua bulan tiga bulan meledak juga (Pipa kawasan ini) waktu itu," paparnya.
Terkait kejelasan wacana relokasi ini, ia pun belum mendapatkan keterangan apa pun dari pihak pemerintah setempat. Menurut dia, warga lebih memilih bertahan daripada penggusuran.
"Belum. Kalau warga maunya bertahan," pungkasnya.
Konflik sejak lama
Sementara anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), RW 09, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Frengky Mardongan mengatakan PT Pertamina dan warga Tanah Merah sudah berkonflik sejak tahun 1970-an soal lahan sekitar depo di Plumpang.
Dalam hal ini katanya, Pertamina sempat mengeklaim kawasan itu melalui surat keputusan pemerintah. Dalam Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut, kata dia, Pertamina mempunyai lahan seluas 14 hektare.
"Di sini ada sejarah singkat sengketa. Jadi, Tanah Merah sudah berkonflik antara warga dan Pertamina sejak tahun 1970-an," kata Frengky kepada wartawan, Senin (6/3/2023).
"Di tahun 1971 saja, warga sudah ada di sini. Pertamina yang mengeklaim kawasan tersebut adalah milik mereka melalui surat keputusan pemerintah sementara yang tercatat sebagai HGB Pertamina adalah 14 hektare," jelas dia.
Frengky menilai klaim tanah oleh Pertamina sendiri tidak meliputi kawasan RW 09. Namun, hanya sebatas bagian dalam yang dijarak oleh pagar.
"Yang terhubung menjadi Depo yang awalnya hanya 3,5 hektare. Awalnya 3,5 hektare, berubah menjadi 14 hektare," kata Frengky.
Di sekitar kawasan tersebut tidak hanya berdiri permukiman warga yang padat, tetapi ada juga hunian mewah. Termasuk posko Koramil Koja.
Karena permasalahan lahan dengan Pertamina, warga Tanah Merah sempat kesulitan mendapatkan fasilitas seperti air bersih dan pembangunan infrastruktur.
"Awalnya semuanya itu di tahun 1970-an itu. Karena permasalahan tersebut, klaim klaim ini, warga itu kesulitan mendapatkan hak. Ini seperti perbaikan jalan, saluran, dan air bersih," jelas Frengky.
Permasalahan tersebut kata dia, membuat masyarakat tidak mempunyai KTP. Akibatnya, warga sekitar membuat KTP di tempat lain, walaupun berdomisili di kawasan ini.
"Dan berbicara yang saya tahu itu, pada saat kita di sini itu enggak punya KTP. KTP kita itu enggak sesuai dengan domisili. KTP kita itu, kita punya rumah di sini, KTP kita itu bisa di Cilincing, bisa di Pondok Gede, bisa di mana saja," tutur dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.