Permintaan Tak Masuk Akal KKB Papua Pennyandera Pilot Susi Air, Polda Papua Tolak Mentah-mentah
KKB Papua penyandera pilot Susi Air mengungkapkan pemintaan tak masuk akal kepada aparat TNI-Polri. Langsung ditolak mentah-mentah.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - KKB Papua penyandera pilot Susi Air mengungkapkan pemintaan tak masuk akal kepada aparat TNI-Polri.
Pihak Polda Papua langsung menolak mentah-mentah permintaan mereka.
KKB Papua menawarkan sistem barter antara Pilot Susi Air, Kapten Philips Max Marthin dengan senjata dan uang.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady membenarkan sempat adanya penawaran tersebut dari kelompok pimpinan Egianus Kogoya.
"Sempat ada penyampaian demikian (barter pilot Susi Air dengan uang dan senjata)," kata Benny saat dihubungi, Jumat (24/2/2023).
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'KKB Minta Senjata dan Uang untuk Dibarter dengan Pilot Susi Air, Polri: Tidak Masuk Akal'.
Namun, lanjut Benny, penawaran barter itu ditolak oleh jajaran TNI-Polri karena tidak masuk akal.
"Namun TNI-Polri tidak tanggapi, hal itu tidak masuk akal," ucapnya.
Panglima TNI Anggap Tak Ada Apa-apanya
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menganggap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya tak ada apa-apanya.
Panglima TNI menyebut KKB Papua cuma kelompok kecil dan bahkan seperti preman.
Hal ini diungkapkan Yudo saat ditanya terkait aksi KKB Papua menyandera pilot Susi Air.
Yudo Margono menegaskan pembebasan pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methrtens (37), dari KKB Papua mengutamakan persuasif.
"TNI masih berupaya bersama dengan Polri. Ini adalah penegakan hukum, tidak langsung operasi militer.
Hal ini tentunya tetap mengedepankan penegakan hukum. Karena ini orang asing yang disandera KKB, tetap diupayakan dengan cara-cara persuasif," kata Laksamana TNI Yudo Margono usai melaksanakan olahraga bersama di GOR Praja Raksaka, Denpasar, Bali, Rabu, melansir dari ANTARA.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) tersebut mengatakan bahwa upaya penyelamatan tanpa kekerasan tersebut mengedepankan peran pemerintah daerah setempat, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
Sejauh ini, menurut dia, negosiasi tersebut terus berjalan degan perantaraan bupati, tokoh adat, dan tokoh masyarakat sambil memberikan pengamanan kepada masyarakat di daerah tempat penyanderaan tersebut.
"Kita harus melaksanakan dengan negosiasi. TNI utamakan tokoh-tokoh daerah dan tokoh masyarakat.
TNI tidak bisa selesaikan masalah ini dengan cara militer karena ini dalam situasi damai, dan di Papua ini ada masyarakatnya juga. Jangan sampai masyarakat ini terdampak," kata Panglima TNI.
Panglima mengatakan bahwa pihaknya tidak menambah pasukan untuk melakukan penindakan terhadap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya yang menyandera Kapten Philip Mark Merthens.
"TNI tidak mengerahkan pasukan. Itu kemarin pergantian pasukan yang sudah ada di sana yang memang ditugaskan di sana," katanya menjelaskan.
Selain mengamankan warga sekitar, TNI/Polri juga melakukan penjagaan ketat di sejumlah fasilitas publik agar tidak ada lagi perusakan yang diakibatkan oleh kelompok kriminal bersenjata tersebut.
Yudo Margono pun meminta agar KKB tidak dibesar-besarkan sebagai sebuah gerakan mayoritas masyarakat yang ingin supaya Papua merdeka.
Ia meyakini masyarakat Papua menginginkan situasi yang kondusif untuk mendukung kehidupan mereka sendiri.
"Yang ini jangan dibesar-besarkan, nanti dia (KKB) makin senang. Masyarakat Papua saya yakin mayoritas menginginkan kedamaian, ingin hidup yang layak, ingin membesarkan putra/putrinya pada masa depan mereka," kata dia.
Bahkan, Yugo Margono menyebutkan bahwa KKB adalah kelompok kecil yang bertindak seperti preman yang melakukan tindakan memeras masyarakat dengan teror.
Pola yang dibangun oleh kelompok tersebut, kata dia, terus berulang ketika kehabisan dana.
"Ini kelompok kecil, jangan terlalu dibesar-besarkan kadang-kadang.
Jadi, kalau di Jawa atau di luar daerah itu kayak preman," kata Panglima yang didampingi oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Putu Jayan Danu Putra dan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Sonny Aprianto.
Panglima melanjutkan, "Mereka menekan masyarakat, meminta uang. Nanti kalau sudah kehabisan duit, naik lagi, bakar-bakar, menekan masyarakat lagi. Begitu terus. Menurut saya jangan dibesar-besarkan."
Upaya Pembebasan Pilot Susi Air
Sebelumnya, Penjabat Bupati Nduga, Namia Gwijangge mengupayakan negosiasi dengan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua untuk membebaskan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Merthens.
Adanya upaya negosiasi Namia Gwijangge ini diungkapkan Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri pada Jumat (17/2/2023).
Menurut Kapolda, pihaknya masih menunggu proses negosiasi yang diupayakan Namia Gwijangge sebelum menentukan langkah berikutnya.
Fakhiri menyebut, aparat keamanan akan melakukan operasi penegakan hukum untuk menyelamatkan Kapten Philip setelah usaha negosiasi dianggap gagal.
Ia mengungkapkan, langkah operasi penegakan hukum itu sedang dalam persiapan.
"Saya minta teman-teman sabar dulu, kita setelah mendapat informasi dari masyarakat yang kita kirim, Pak Bupati (Nduga) sedang mengupayakan itu, kalau sudah dikroscek kebenarannya, baru kita bisa lakukan langkah penegakan hukum untuk menyelamatkan pilot, kalau negosiasi itu gagal," ujarnya di Jayapura, Jumat (17/2/2023).
Fakhiri menuturkan, proses negosiasi terus dilakukan, namun hingga saat ini belum ada respons balik dari Egianus Kogoya.
Lebih lanjut, Fakhiri tak berkomentar banyak saat ditanya soal keberadaan KKB pimpinan Egianus Kogoya.
Meski dari hasil pemantauan siber, komunikasi dari kelompok Egianus sudah terpantau, namun keberadaannya masih belum bisa dipastikan karena faktor geografis.
"Di gunung ini tangkapan (sinyal) susah, tangkapannya bisa ke mana-mana tergantung BTS. Saya tidak mau mengatakan dia ada di Habema, Mbua, Tiom, Balingga, tidak," kata Fakhiri.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.