85 Persen Anak Perempuan Putus Sekolah Setelah Menikah, Pemkot Surabaya Serius Cegah Pernikahan Anak

Berita Surabaya

SURYA.co.id, SURABAYA - Pemkot Surabaya serius mencegah pernikahan anak di Kota Pahlawan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) menjelaskan, perkawinan anak berpotensi menimbulkan angka stunting hingga putus sekolah.

Ketua Forum Anak Kota Surabaya, Neerzara Syarifah Alfarizi mengungkapkan, pernikahan anak di Surabaya selalu mencapai ratusan kasus tiap tahunnya, sekalipun trennya berlangsung fluktuatif.

Pada 2021 misalkan, jumlah dispensasi yang diberikan mencapai 375 kasus dan menurun menjadi 264 kasus di 2022.

"Pada Januari 2023, permintaan dispensasi sudah mencapai 19 anak," kata perempuan yang akrab disapa Caca ini memberikan penjelasan saat temu jurnalis di Pemkot Surabaya, Kamis (26/1/2023).

Perempuan 16 tahun ini menjelaskan, masih tingginya tren pernikahan dini di antaranya disebabkan hamil di luar nikah.

"Ketika pergaulan bebas, timbul married by accident. Apabila sudah kejadian maka jalan yang dipilih adalah menikah," katanya.

Siswi kelas XI SMKN 10 Surabaya ini kurang sependapat dengan solusi tersebut.

Menurutnya, pernikahan pada anak justru menimbulkan masalah baru, khususnya bagi perempuan.

Selain anak tersebut harus menanggung tanggungjawab sebagai orang tua, sang perempuan biasanya harus keluar dari sekolah.

"Padahal, anak ini seharusnya justru  lebih banyak mendapatkan perhatian," katanya.

"Dengan "memaksakan" pada pernikahan muda, bukan hanya berpotensi membahayakan fisik si orang tua, juga anak yang akan dilahirkan nantinya," katanya.

Karenanya, ia mendesak pemerintah untuk serius menyosialisasikan dampak negatif pergaulan bebas agar menjauhkan remaja hamil di luar nikah, serta memperketat aturan pernikahan dini.