Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

KETAKUTAN Arif Rahman setelah Bantah Ferdy Sambo di Sidang: Istri Takut, Ajudan Saja Disuruh Dibunuh

Ketakutan besar dirasakan Arif Rahman Arifin dan keluarganya seusai memberikan kesaksian berbeda dengan Ferdy Sambo. Kematian Brigadir J membayanginya

Editor: Musahadah
kolase kompas TV
Arif Rahman mengaku takut setelah berani berbeda dengan keterangan Ferdy Sambo hingga sang istri khawatirkan anak-anaknya. 

SURYA.CO.ID - Ketakutan besar dirasakan Arif Rahman Arifin dan keluarganya seusai memberikan kesaksian berbeda dengan Ferdy Sambo di sidang perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir J

Bahkan, Arif Rahman Arifin yang sebelumnya menjadi anak buah Ferdy Sambo di Divpropam Polri tak hanya meresahkan nasibnya, namun juga mengkhawatirkan keselamatan anak-anaknya. 

Bayang-bayang kematian Brigadir J, membuat ketakutan Arif Rahman Arifin ke Ferdy Sambo semakin memuncak. 

Hal itu diakui mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri saat diperiksa sebagai terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023). 

Saat itu, kuasa hukum Arif sempat mempertanyakan tentang jarak waktu Arif Rahman Arifin melihat rekaman CCTV yang mengungkap keberadaan Brigadir J sebelum pembunuhan di depan rumah DUren Tiga, dengan keputusannya untuk melapor. 

Baca juga: Chat WA Putri Candrawathi dan Brigadir J Dibeber Eks Staf Pribadi Ferdy Sambo di Sidang, Ini Isinya

Seperti diketahui, rekaman CCTV ini lah yang akhirnya membuka skenario Ferdy Sambo.  

"Jarak menonton dengan cerita itu panjang sekali, anda tidak bercerita karena takut diancam?," tanya kuasa hukum Arif. 

Mendapat pertanyaan itu, Arif tak kuasa menjawabnya.    

"Saya kemarin pak hakim yang mulia...," ucap Arif lalu menghentikann jawabannya dan menangis. 

Melihat Arif menangis, ketua majelis hakin, Ahmad Suhel pun bersuara.

Hakim menilai Arif adalah terdakwa yang diyakini hakim berkata jujur.  

"Saya mau beritahu ke saudara, kenapa saudara kami minta (diperiksa sebagia terdakwa) yang pertama. Karena saya melihat ada kejujuran di saudara. Saya bisa pahami bagaimana perasaan saudara. Itulah sebabnya bisa perkara ini menjadi terbuka, harapan kami itu tidak lain," kata hakim. 

Hakim berharap Arif membuka seterang-terangnya perkara. 

"Ada bantahan saudara terhadap keterangan ferdy sambo. Silakan dibuka apa yang harus saudara bukakan di sini," ujar Ahmad Suhel

"Sudah semuanya yang mulia," jawab Arif. 

Hakim lalu meminta Arif melanjutkan jawaban yang sempat terpotong. 

"Rasa takut itu besar yang mulia," jawab Arif.

Mantan Kapolres Jember ini pun mengungkap ketakutan yang dirasakan keluarganya. 

"Kemarin ketika saya menceritakan dan berbeda dengan pak FS (Ferdy Sambo), terus terang keluarga saya takut. Istri saya sempat bilang" nanti gak pa pa nih anak-anak. Bayangkan, ajudan saja bisa disuruh dibunuh, katanya, Gimana saya gak kepikiran yang mulia," ucap Arif sambil menangis dan mengusapkan air matanya dengan sapu tangan beberapa kali. 

Seperti diketahui, sebelumnya Arif berani membantah keterangan Ferdy Sambo di sidang. 

Bantahan ini Arif sampaikan usai mendengar kesaksian Sambo yang hadir sebagai saksi dalam sidang kasus obstruction of justice dengan terdakwa dirinya, Hendra Kurniawan, dan Agus Nurpatria, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (5/1/2023).

Mulanya, Sambo memberikan keterangan bahwa Rabu (13/7/2022) atau lima hari pascapenembakan Brigadir J, dirinya mendapat laporan dari Arif soal rekaman CCTV di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) penembakan di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Menurut Sambo, saat itu, Rabu dini hari, Arif berulang kali menelepon dia, meminta untuk menghadap.

"Pada saat 13 (Juli) subuh itu ada missed call dari terdakwa Arif berulang kali.

Kemudian saya pagi baru membuka karena saya sudah istirahat," kata Sambo.

"Pada waktu itu saya sampaikan, 'Ada apa, Rif?', 'Mau jelaskan masalah CCTV', saya sampaikan, 'Ya sudah, nanti malam aja di kantor karena saya ada kegiatan dulu'," ujarnya.

Rabu malam, kata Sambo, Arif menghadap seorang diri di ruangannya di Mabes Polri.

Saat itu, Sambo masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

"Waktu itu Arif sendiri di ruang kerja dalam saya," ucap Sambo.

Masih menurut penuturan Sambo, Arif menyampaikan bahwa dia telah menjalankan perintah untuk menonton rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan.

Arif pun melaporkan bahwa rekaman CCTV itu berbeda dengan narasi kematian yang disampaikan Sambo.

Dalam rekaman CCTV tersebut, tampak Yosua masih hidup dan berdiri di taman rumah ketika Sambo tiba.

Sementara, menurut skenario kebohongan Sambo, dirinya baru tiba di rumah dinas sesaat setelah terjadi baku tembak antara Yosua dan Richard.

"Dia (Arif) sampaikan, 'Mohon izin, Komandan, kami sudah lihat CCTV, ini tidak sesuai dengan press conference Kapolres Metro Jakarta Selatan'," ujar Sambo.

Sambo mengaku terkejut atas laporan Arif.

Namun, dia meminta anak buahnya itu untuk percaya pada keterangannya.

Tak hanya itu, mantan perwira tinggi Polri tersebut juga mengancam Arif agar tak membocorkan rekaman CCTV itu.

Bahkan, Sambo memerintahkan Arif menghapus dan menghancurkan dokumen tersebut.

"Kalau ada apa-apa kamu yang tanggung jawab," kata Sambo ke Arif saat itu.

Namun, sebagian keterangan Sambo ini dibantah keras oleh Arif. Mantan Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri itu mengelak dirinya menelpon Sambo untuk melapor soal CCTV.

Arif bilang, dia melapor perihal CCTV itu ke Hendra Kurniawan, bawahan langsung Sambo dan atasan Arif.

Dari situ, Hendra menghubungi Sambo untuk menghadap.

"Pada tanggal 13 Juli dini hari saya tidak pernah menelpon dan menerima telepon dari Pak Ferdy Sambo, terlebih mendapat perintah untuk menghadap pada malam harinya," kata Arif di persidangan.

Arif menegaskan, tak mungkin dirinya berani menghadap Sambo seorang diri.

Sebab, saat itu Sambo berpangkat jenderal bintang dua Polri, sementara dia merupakan perwira menengah berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP).

Jika saja berani, kata Arif, dia justru tak melaporkan perihal ini ke Sambo, tetapi ke Kapolri.

"Tidak mungkin saya melihat suatu keanehan terus kemudian saya yang menghadap kepada Kadiv Propam, sepertinya mental saya belum cukup kuat, Yang Mulia," kata Arif. "Kalau sudah cukup kuat, mungkin saya menghadapnya Kapolri, Yang Mulia, bukan Kadiv Propam," lanjut dia.

Namun demikian, mendengar keterangan Arif, Sambo tetap pada keterangannya.

Dimarahi Hendra Kurniawan 

Terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Arif Rachman Arifin menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). Agenda persidangan mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi penasehat hukum terdakwa.
Terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Arif Rachman Arifin menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). Agenda persidangan mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi penasehat hukum terdakwa. (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Selain blak-blakan takut ke Ferdy Sambo, Arif Rahman Arifin juga mengaku dimarahi mantan Karopaminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan saat olah tempat kejadian perkara (TKP) awal tewasnya Brigadir J dilakukan.

Kemarahan Hendra saat itu didasari karena dirinya menyatakan tidak mengetahui anggota yang memimpin proses olah TKP awal tersebut.

Keterangan itu diungkap Arif dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Mulanya, Arif membeberkan soal proses olah TKP di rumah dinas Ferdy Sambo, Komplek Polri, Duren Tiga. Saat itu proses dimulai sekitar pukul 20.00 WIB.

"Dimulai pelaksaanaan olah TKP, labfor datang, INAFIS datang. Kemudian jam kurang lebih 20.30 WIB Kaba (Kabareskrim) dan rombongan keluar," kata Arif Rahman dalam persidangan, Jumat (13/1/2023).

Melihat Kabareskrim keluar dari TKP dan ramainya orang saat itu, Arif menyebut kalau dirinya ikut keluar dari rumah dinas Ferdy Sambo.

Namun tak berselang lama, Hendra Kurniawan yang saat itu sedang berada di Jambi menelepon dirinya.

"Kami juga keluar dari TKP karena ramai sekali di dalam. Kemudian tak beberapa lama Hendra telepon kami. Dia di Jambi," kata Arif.

Dalam sambungan telepon tersebut, secara garis besar Hendra menanyakan siapa sosok yang memimpin olah TKP tersebut.

Karena posisi Arif Rahman yang sedang berada di luar rumah, dia mengaku tidak mengetahui siapa pimpinan saat olah TKP itu.

Namun kata Arif, Hendra seakan marah kepadanya karena tidak tahu siapa yang memimpin padahal ada di lokasi.

"Pak Hendra telepon kami, menanyakan dengan sedikit marah, 'kamu liat siapa yang pimpin? Siap. Loh siap apa? Siap tidak tahu. Kamu dimana? Bukannya kamu di TKP? Siap. Saya di luar. Masa kamu gabisa liat siapa yang pimpin olah tkp. Siap tidak lihat'," kata Arif seraya meniru percakapannya dengan Hendra.

Atas adanya telepon dari Hendra Kurniawan, Arif saat itu memaksa untuk bisa masuk ke dalam TKP.

Setelah dilihat, ternyata pimpinan saat melakukan olah TKP yakni dari tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri.

"Akhirnya saya berusaha ke dalam. Saya liat orang yang sedang olah TKP di dalam sepertinya orang dari Labfor karena sedang pasang benang," kata Arif.

"Timsus ya?" tanya majelis hakim dalam persidangan.

"Timsus," kata Arif.

"Bentukan Kapolri?" tanya lagi hakim.

"Kapolri," tukas Arif.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Arif Rahman Ngaku Dibentak Hendra Kurniawan Saat Olah TKP Tewasnya Brigadir J

Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved