Berita Kota Surabaya
Kekerasan Perempuan-Anak Menigkat Selama 2022, Pemkot Surabaya Siapkan Sistem Perlindungan UPTD PPA
Untuk memperkuat pencegahan, Pemkot segera membentuk UPTD PPA. Selama ini, penanganan sebatas dilakukan oleh Unit Pusat Pelayanan (UPT)
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Pemkot Surabaya membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Nantinya UPTD ini akan memperkuat sistem perlindungan bagi perempuan dan anak. Hal ini penting untuk segera dilakukan mengingat kasus kekerasan pada perempuan dan anak cenderung meningkat tahun ini dibanding sebelumnya.
Mengutip data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, tahun 2022 ini total kekerasan pada perempuan dan anak mencapai 152 kasus hingga November 2022. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 116 kasus.
Kepala DP3A-PPKB Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto menganggap gejala tersebut justru tidak lepas dari dukungan masyarakat. Saat ini, masyarakat Surabaya semakin peduli terhadap antisipasi kekerasan.
Masyarakat berani melapor kepada petugas ketika menemui kekerasan. Dengan kata lain, sistem pencegahan dan penanganan yang ada di Surabaya sudah berjalan. "Kita melihatnya bukan karena kasusnya naik, jumlahnya naik. Namun bagaimana sistem yang kita bangun itu bisa melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus perempuan dan anak," kata Tomi di Surabaya.
Selama 2022, kekerasan didominasi dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Misalnya, karena kekerasan secara fisik, verbal, penelantaran anak, hingga eksploitasi ekonomi terhadap anak.
Untuk memperkuat pencegahan tersebut, maka Pemkot segera membentuk UPTD PPA. Selama ini, penanganan itu sebatas dilakukan oleh Unit Pusat Pelayanan (UPT) Terpadu PPA Surabaya. "Jadi istilahnya mendorong kita untuk tahun depan melakukan ketuntasan terhadap permasalahan-permasalahan penanganan perempuan dan anak," ujarnya.
Tomi mencontohkan, UPTD PPA nantinya bisa menangani kasus KDRT. Persoalannya juga dilihat baik dari sisi keluarga, komunitas, maupun lingkungannya."Yaitu ekosistem di lingkungan anak, mendukung atau tidak? Kalau perlu intervensi dari pemkot, misalnya dari sisi ekonomi, kita arahkan ke teman-teman dinas terkait," papar Tomi.
"Sehingga, kolaborasinya secara holistik dan integratif. Kita juga sudah ada dua shelter yang kita punya. Ada shelter perempuan dan anak, untuk laki dan perempuan," ia menambahkan.
Saat ini, Pemkot Surabaya telah merampungkan seluruh persiapan. Di antaranya, personel, sarana prasarana, hingga lokasi kantor yang berada di kawasan Kelurahan Nginden Jangkungan. Pemkot juga tengah menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
"Rekomendasi terbentuknya UPTD PPA itu harus ada tanda tangan Ibu Gubernur. Kita tinggal menunggu itu saja, semuanya sudah kita siapkan," terangnya.
Mantan Camat Wonokromo itu optimistis UPTD baru akan mengefektifkan penanganan kasus yang sudah berjalan saat ini. Berbagai elemen turut ambil bagian dalam penanganan. "Misalnya, pembentukan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) di Balai RW, itu sebenarnya juga mendukung kita untuk bisa segera mengantisipasi permasalahan - permasalahan di anak," tegasnya.
Pembentukan UPTD ini sebenarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Salah satu amanat dari UU TPKS adalah pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) guna menyelenggarakan penanganan, perlindungan, pemulihan bagi korban, keluarga korban, dan/atau saksi.
Tugas UPTD PPA berdasarkan UU TPKS Pasal 76 Ayat (3) yaitu menyelenggarakan penanganan, perlindungan korban; memfasilitasi pemberian layanan kesehatan; memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikolgis; dan memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabsos, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial. ****