KONDISI TERKINI Try Sutrisno yang Dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, Sempat Dijenguk Mantan Ketua MK
Begini kondisi terkini Try Sutrisno yang tengah dirawat di RS Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Begini kondisi terkini Try Sutrisno yang tengah dirawat di RS Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Diwartakan sebelumnya, media sosial sempat dihebohkan dengan potret Try Sutrisno terbaring lemas di rumah sakit.
Kabar Try Sutrisno sakit pertama kali diketahui dari unggahan media sosial milik Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono hingga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie.
Keduanya berkesempatan menjenguk Wakil Presiden ke-6 RI itu.
Terbaru, kondisi terkini Try Sutrisno diungkap Jimly Asshiddiqie saat ditemui awak media.
Jimly mengatakan, kondisi Try Sutrisno sudah membaik. Ia memprediksi Try Sutrisno segera diperbolehkan pulang oleh dokter.
Sementara melalui unggahan Twitter, Jimly menyebut Try Sutrisno merupakan sosok yang selalu memberikan petuah.
"Banyak memberi petuah dengan sukacita bersama Ibu Try," ucapnya.
Jimly juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan agar Try Sutrisno selalu sehat.
"Kita doakan beliau terus sehat, petuah-petuahnya untuk bngsa dan negara selalu dibutuhkan," tulisnya.

Biodata Try Sutrisno
Try Sutrisno memulai karir militernya setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).
Try Sutrisno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 15 November 1935.
Ayahnya, Subandi adalah seorang sopir ambulans, sedangkan ibunya, Mardiyah adalah seorang ibu rumah tangga.
Seperti dilansir dari Tribunnews Wiki dalam artikel 'Try Sutrisno'
Try Surtrisno menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Surabaya. Setelah tamat dari SMP 2 Surabaya, ia kemudian melanjutkan ke SMA 2 Surabaya.
Pada usia 13 tahun, ketika Belanda kembali dan melakukan agresi militer, ia ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati untuk ikut berperang.
Namun karena tidak ada yang menganggap keinginan Try serius, maka ia hanya dipekerjakan sebagai kurir.
Tugasnya adalah mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia. Hingga pada 1949, Belanda akhirnya dapat dipukul mundur.
Setelah sebelumnya harus pindah ke Mojokerto karena serangan Belanda itu, setelah mundurnya Belanda Try dan keluarganya akhirnya kembali ke Surabaya. Di sana Try melanjutkan sekolahnya dan berhasil tamat dari SMA di usianya yang ke-21.
Lulus dari SMA, Try Sutrisno kemudian melanjutkan Pendidikan ke Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Pendidikan militernya di Atekad selesai pada tahun 1959.
Riwayat Karier:
- Ajudan Presiden Suharto (1974)
- Kepala Staf KODAM XVI/Udayana (1978)
- Panglima KODAM IV/Sriwijaya (1979)
- Panglima KODAM V/Jaya (1982)
- Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (1985)
- Kepala Staf Angkatan Darat (1986)
- Panglima ABRI (1988)
- Wakil Presiden (1993-1998)
Pengalaman militer pertama Try Sutrisno adalah ketika ia ditugaskan dalam peperangan melawan pemberontak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1957.
PRRI sendiri merupakan sebuah kelompok sparatis yang berbasis di Sumatera, dimana mereka ingin membentuk pemerintahan alternatif di luar pemerintahan Soekarno.
Ia kemudian dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat pada tahun 1972. Kemudian pada 1974, ia terpilih menjadi ajudan Presiden Suharto. Sejak saat itulah kariernya di militer terus meroket.
Pada 1978, Try diangkat sebagai Kepala Staf KODAM XVI/Udayana. Setahun beselang, Try kemudian menjadi Panglima KODAM IV/Sriwijaya.
Sebagai Pangdam, Try Sutriso aktif menekan tingkat kejahatan serta menghentikan penyelundupan timah. Ia juga aktif di kampanye lingkungan untuk mengembalikan Gajah Sumatera ke habitat asli mereka.
Pada 1982, Try kemudian dipindahkan ke Jakarta, ia diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya.
Masa-masa ketika ia menjadi Pangdam V/Jaya menjadi salah satu masa kelam dalam hidupnya. Try Sutrisno bersama Panglima ABRI saat itu, Benny Moerdani adalah tokoh utama dalam tragedi Tanjung Priok 1984.
Sampai saat ini belum ada data pasti terkait jumlah korban dalam tragedi tersebut. Pemerintah mengklaim ada 28 orang yang tewas dalam kerusuhan tersebut, namun dari pihak korban tetap bersikeras bahwa jumlah korban yang tewas ada 700 orang.
Kendati demikian, kariernya terus berkembang. Pada 1985, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Hanya berselang setahun, pada 1986, ia diangkat sebagai KSAD.
Try menjabat sebagai KSAD selama dua tahun.
Setelah lengser, pada 1988 ia kemudian diangkat menjadi Panglima ABRI. Jabatan ini merupakan puncak kariernya di militer.
Masa jabatannya sebagai Panglima ABRI berakhir pada 1993.
Kendati demikian, bukan berarti kariernya berhenti sepenuhnya. Di tahun yang sma, pada 1993 ia justru diangkat menjadi wakil presiden mendampingi Soeharto.
Sebagai wakil presiden yang ke-6, Tri mendampingi Suharto sampai 1998 sebelum posisinya digantikan oleh B. J. Habibie menjelang reformasi.
Setelah jabatannya sebagai wakil presiden selesai, Try tidak serta merta melepaskan perhatiannya terhadap keadaan bangsa. Ia tetap aktif menyoroti kinerja pemerintahan.