Sekeluarga Tewas di Kalideres
TERUNGKAP Makna Chat Negatif Kasus Sekeluarga Tewas di Kalideres: Dian Masih Berusaha Bertahan Hidup
Makna di balik chat WhatsApp negatif antar sesama penghuni rumah dalam kasus sekeluarga tewas di Kalideres terungkap, apakah itu?
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Terungkap makna di balik chat WhatsApp negatif antar sesama penghuni rumah dalam kasus sekeluarga tewas di Kalideres.
Diketahui, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi sempat menyoroti percakapan intens dari dua ponsel sesama penghuni rumah.
Yakni Dian Febbyana dan pamannya, Budiyanto Gunawan. Keduanya sama-sama tewas di dalam rumah.
Setelah melakukan penyelidikan, Tim Ahli Psikologi Forensik akhirnya menyimpulkan fakta baru.
Pesan itu berisi curahan hati Dian dalam rangka mengekspresikan emosi negatifnya sekaligus memotivasi dirinya melalui tulisan.
"Seperti dia lagi marah, kesal, dia lagi lelah. Tapi terselip selalu kata-kata motivasional.
Dia bilang kalau kita hanya bisa lulus, kalau kita bisa melampaui ujian Tuhan," ujar Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Reni Kusumowardhani, melansir dari Kompas.com dalam artikel 'Chat" Emosional di Ponsel Keluarga Kalideres Ditulis Dian, Berisi Curhat Percintaan dan Motivasi'.
Reni mencontohkan salah satu pesan tersebut berisi relasi percintaan Dian yang belum menikah meski sudah berusia 42 tahun.
Terselip pula pesan yang menggambarkan kegundahan hati Dian soal kondisi keluarganya, dan keinginannya mendapatkan jodoh.
"Jadi ada konten tentang pernikahan untuk mendapatkan jodoh," kata Reni.
Menurut Reni, isi pesan yang ditulis Dian dalam percakapan satu arah di ponsel itu tidak sepenuhnya bernada emosi negatif.
Dian juga menulis kalimat yang memotivasi diri Dian untuk melawan pikiran-pikiran negatifnya.
Meski begitu, Reni memastikan bahwa tidak kalimat terkait dengan keinginan atau hasrat mengakhiri hidup.
Temuan itu justru memperkenalkan dugaan bahwa Dian masih berusaha untuk bertahan hidup sampai akhir hayatnya.
"Kalimat-kalimat yang juga positif yang meng-counter dia. Tidak ada ke arah bunuh diri, " kata Reni.
"Dia masih berusaha dan survive. Namun, memang ada kondisi yang tidak wajar, sehingga mengakibatkan dia enggak berdaya.
Sebab dia sudah enggak punya apa-apa," pungkasnya.
Untuk diketahui, polisi telah menyampaikan perkembangan terbaru terkait kasus kematian satu keluarga di Perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat.
Dalam penyelidikan kasus itu, polisi memastikan tak ada tindak pidana yang ditemukan sehingga polisi pun menutup kasus tersebut.
Tim forensik gabungan pun menyimpulkan keempat anggota keluarga yang ditemukan tewas dalam keadaan membusuk yakni Rudyanto, Margaretha, Budyanto, dan Dian meninggal secara wajar.
Adapun urutan kematiannya ialah Rudyanto meninggal pertama, kemudian disusul oleh sang istri yakni Margaretha, lalu sang ipar yakni Budyanto, dan Dian selaku anaknya.
Rudyanto meninggal karena gangguan saluran pencernaan. Kemudian Margaretha meninggal karena kanker payudara.
Lalu Budyanto meninggal karena serangan jantung. Dan terakhir, Dian meninggal karena gangguan pernapasan.
Tabiat Asli Sekeluarga Tewas di Kalideres
Sebelumnya, hasil penyelidikan ahli dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) menyebutkan bahwa keluarga yang ditemukan meninggal itu tertutup dari lingkungan.
Bahkan, mereka sudah lama mengasingkan diri dari lingkungan.
Itulah mengapa, ketika satu dari empat orang itu meninggal, tak ada satu pun yang memberi tahu keluarga besar.
"Ada perilaku mengalienasi atau mengasingkan diri mereka sejak lama, sekitar 20 tahunan," kata Ketua Tim Apsifor Reni Kusumawardhani dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (9/12).
Perilaku ini juga membuat Budi Gunawan dan keluarganya putus komunikasi dengan saudaranya yang lain.
"Ini mengakibatkan mereka sungkan dan enggan untuk meminta pertolongan atau dukungan. Karena hal seperti itulah. Maka, Rudi atau Bapak Rudi ini tidak dimakamkan," kata Reni.
Sementara terkait temuan buku mantra, kemenyan, serta klentingan mungil itu bukan karena sekeluarga tewas di Kalideres ini menganut sekte tertentu.
Hal ini terungkap setelah ahli psikologi forensik melakukan otopsi terhadap jenazah sekeluarga tewas di Kalideres.
Hasil otopsi psikologi forensik hanya mengungkap adanya perilaku tak lazim dari salah satu korban yakni, Budyanto Gunawan (69).
Budyanto Gunawan ini dideteks memiliki pola pikir tak lazim serta ketertarikan pada dunia perdukunan sejak SMA.
Menurut Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani, Budyanto memiliki tingkah laku dan cara berpikir yang tidak lazim, tidak seperti manusia pada umumnya.
"(Budyanto) menyukai hal-hal yang bersifat klenik, perdukunan, dan memiliki guru spiritual. Hal ini sudah sejak SMA," ujarnya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (9/12/2022).
Alih-alih mencari pengobatan medis, lanjut Reni, Budyanto memilih mencari cara-cara alternatif untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga.
Selain itu, ia pun kerap melakukan kegiatan yang berbau klenik sebagai upaya memperbaiki atau meningkatkan taraf kehidupannya, termasuk dalam hal finansial.
"Hal ini kemudian dijadikan sebuah harapan untuk memperbaiki kesehatan dan kehidupan keluarga dengan cara yang diyakininya," kata Reni.
"Namun ternyata harapannya tidak kunjung datang sehingga ada pergeseran dari situasi hope (penuh harapan) ke situasi hopeless (putus asa)," lanjut Reni.
Diberitakan sebelumnya, kepolisian menemukan sejumlah barang bukti yang mengarahkan bahwa salah satu anggota keluarga yang ditemukan tewas di Kalideres kerap melakukan ritual tertentu.
Barang bukti tersebut di antaranya adalah buku mantra, kemenyan, serta klentingan mungil atau buli-buli.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, Budyanto adalah sosok yang memengaruhi tiga anggota keluarga lainnya untuk menerapkan ritual kepercayaan tersebut.
"Hal ini mengakibatkan adanya suatu kepercayaan dalam keluarga tersebut bahwa upaya untuk membuat kondisi lebih baik atau mengatasi masalah yang terjadi dalam keluarga," ujar Hengki.
Kematian wajar Hasil otopsi psikologis melalui perilaku dan pola kepribadian juga mengungkapkan bahwa Budyanto meninggal karena penyebab wajar, baik itu karena faktor usia atau penyakit.
Reni mengatakan ditemukan indikasi secara kuat kematian wajar karena usia, atau mungkin sakit, terkait situasi pandemi atau mungkin penyakit lainnya.
Hal tersebut juga relevan dengan hasil pemeriksaan dokter forensik yang menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan yang menjadi penyebab kematian Budyanto.
"Intinya Bapak Budyanto meninggal dalam kondisi ketidakberdayaan. serta tidak ada sumber daya finansial yang tidak mungkin diakses," ujar Reni.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id