Sekeluarga Tewas di Kalideres

PENYEBAB Sekeluarga Tewas di Kalideres Versi 3 Ahli: Penganut Santhara, Apokaliptik atau Dibunuh?

Penyebab Sekeluarga tewas di Kalideres dianalisis sejumlah ahli mulai dari kriminolog, sosiolog hingga pakar forensik emosi.

Editor: Musahadah
kolase tribun jakarta
Penyebab sekeluarga tewas di dalam rumah di Kalideres, Jakarta Barat dianalisis 3 pakar yakni pakar forensik emosi, sosiologi dan kriminologi. 

SURYA.CO.ID - Teka-teki penyebab sekeluarga tewas di kompleks Perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat pada Kamis (10/11/2022), belum terjawab.

Sempat beredar dugaan sekeluarga tewas di Kalideres ini sengaja melaparkan diri karena menganut sekte tertentu.

Ada juga yang menyebut bahwa sekeluarga tewas yang terdiri dari Rudyanto Gunawan (71) dan Margaretha Gunawan (68) serta keponakan Budyanto Gunawan (69) itu korban pembunuhan. 

Hingga kini, polisi belum menyimpulkan penyebab tewasnya. 

Berikut dugaan penyebab yang diungkapkan sejumlah pakar atau ahli: 

Baca juga: SOSOK Dian Febbyana yang Ikut Sekeluarga Tewas di Kalideres, Berubah Total Seusai Pandemi Covid-19

1. Menganut Kepercayaan Santhara 

Pakar Forensik Emosi dan Trainer Investigasi Handoko Gani, menduga penyebab meninggalnya Rudyanto Gunawan dan keluarganya karena kepercayaan tertentu.  

Menurut Handoko, ada sebuah kepercayaan di India bernama Santhara, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal. 

Diketahui, Santhara merupakan bagian dari Jainisme, salah satu agama tertua di dunia. 

"Kalau dugaan saya lebih kepada kepercayan tertentu yang dianut, sehingga memutuskan bunuh diri, itu lebih cocok ya menurut saya," ujar Handoko saat dihubungi, Senin (14/11/2022).

"Mungkin ada keyakinan bahwa bunuh diri seperti itu adalah sebuah jalan hidup yang mulia dan diperbolehkan. Nah itu harus diselidiki. Apakah ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu?" lanjut Handoko.

Menurut Handoko, polisi perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah orang pertama yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah jenazah yang dipaksa dan disiksa untuk tidak makan?

Sementara sisanya, kata Handoko, merupakan orang yang memaksanya atau dalam tanda kutip membunuhnya.

Kemudian, karena kelainan jiwa atau menganut kepercayaan tertentu, orang tersebut akhirnya depresi atau alasan lain yang membuatnya memutuskan tidak makan.

"Itu memang menarik untuk dibedah. Saya rasa yang sangat unik dan bisa dicek adalah otaknya," ujar Handoko.

"Karena ada teori-teori tertentu, yang menyatakan kelainan jiwa itu terkait dengan kelainan struktur tertentu di otak, nah apakah ada kolerasi ke sana? karena hanya itu petunjuk-petunjuk yang ada," lanjutnya. 

Handoko mengatakan, pada kasus tersebut, jika di sekitar korban tidak ada jejak penyiksaan dan kekerasan, maka akan menjadi sebuah pertanyaan besar.

Apalagi, kata Handoko, tetangga sekitar tak mendengar emosi apapun yang dilontarkan empat orang tersebut sebelum meninggal, seperti teriakan atau tangisan. 

"Ini pertanyaannya, apakah ada yg meminta mereka untuk tidak makan? Menjalani ritual tertentu sehingga tidak makan dan meninggal?" Kata Handoko. 

Namun, menurut Handoko, apabila benar sebuah kepercayaan, apakah penganutnya empat orang tersebut atau hanya orang terakhir yang hidup saja? 

"Kenapa indikasinya orang terakhir? karena dia yang memaska, menjalani, dan dia yang menyaksikan dua orang pertama menjadi korban meninggal. Baru kemudian, dia mungkin mengalami kelainan mental dan menjadi depresi, frustasi, sehingga ikut tidak makan juga," jelas Handoko.

"Itu yang lebih masuk akal, daripada mempercayai keempatnya. Namun, bukan berarti tidak mungkin," lanjutnya. 

Handoko melanjutkan, kemungkinan tersebut bisa saja sama seperti kepercayan tertentu atau terorisme, suami yang meyakinkan isterinya dulu, baru keluarganya. 

Pada kasus ini, kata Handoko, bisa jadi ada yang mengikut. Seperti, suami yang ikut paman, dan lain sebagainya.

"Santhara itu tadi saya bilang, fasting to dead. Jadi menarik untuk digali," ujar Handoko. 

Handoko mengatakan, alasan kelainan mental karena menganut kepercayaan tertentu, itu bisa saja terjadi.

Menurutnya, jika polisi benar-benar bisa menggali soal kepercayaan, maka titik terang tersebut segera terpecahkan. 

"Kalau sampai ada kepercayaan itu di Indonesia, tidak mungkin kan penganutnya hanya empat orang?," ujarnya.

Menurutnya, pasti ada dalang yang mengajarkannya.

Sementara, jika bukan karena kepercayaan, katakanlah pembunuhan atau keracunan. Maka motif-motif, jejak, serta barang buktinya harus ditemukan.

Terlebih, rumah dalam keadaan rapih, tanpa ada bekas kekerasan atau kejahatan tertentu.

Sehingga, kata Handoko, salah satu yang paling membantu untuk melacak dan memecahkan kasus tersebut adalah alat komunikasi yang digunakannya. 

"Pasti ada jejak komunikasinya, itu salah satu cara untuk membuktikan bahwa ada kelainan mental atau keunikan kepercayaan yang dianutnya," jelas Handoko.

2. Diduga Dibunuh

TKP rumah sekeluarga tewas di Kalideres. Simak sejumlah titik terang kasus tersebut.
TKP rumah sekeluarga tewas di Kalideres. Simak sejumlah titik terang kasus tersebut. (Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI)

Ahli Sosiologi Trubus Rahadiansyah mengatakan terkait tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat, dirinya lebih condong menyatakan bahwa peristiwa itu adalah sebuah pembunuhan.

Sebab kata Trubus ada sejumlah indikasi yang bisa menunjukkan bahwa tewasnya satu keluarga di Kalideres itu adalah sebuah pembunuhan, meski tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh 4 jenazah.

"Saya melihat keluarga ini menjauhkan diri dari tetangga. Tapi bukan berarti tidak pernah komunikasi. Kata tetangga pernah kok main ke rumah, tapi belakangan memang sudah tidak," kata Trubus dalam tayangan di TV One, Selasa (15/11/2022) malam.

Meski belakangan mereka tidak lagi berinteraksi dengan tetangga Trubus menilai hal itu bukan karena mereka menganut aliran atau paham tertentu yang belakangan disebut memiliki keyakinan apokaliptik atau keyakinan terhadap akhir dunia, sehingga bunuh diri bersama-sama.

"Kalau larinya ke hal-hal karena menganut aliran atau ajaran tertentu terlalu jauh. Saya menduganya ini pembunuhan," ujar Trubus.

Indikasinya kata dia ada kapur barus, lilin dan bedak di rumah keluarga yang tewas itu.

"Misalnya yang mendatangkjan kapur barus dan lilin itu siapa? Kemudian di situ motornya juga hilang misalnya. HP dan alat lain mestinya ada di situ, dan belum dibuka semuanya," ujarnya.

"Kalau kita berasumsi itu ada yang bau-bau mistik, kayaknya terlalu irasional. Jadi yang rasional menurut saya karena faktor pembunuhan," ujarnya.

Trubus menilai pelaku pembunuhan adalah orang dekat.

"Sehingga rumahnya rapi dan tidak ada jejak. Jadi mengarah ke pembunuhan supaya tidak terlacak," katanya.

Apalagi katanya ke 4 korban meninggal bersama-sama dalam waktu berdekatan.

"Yang jelas lebih banyak arahnya ke pembunuhan. Dari perilaku sosial seperti ada beban yang menyebabkan mereka bertengkar. Dengan kekayaan Rp 3,8 miliar ada sesuatu yang diperebutkan atau saling menguasai. Bisa saja pelakunya dari luar," katanya.

"Potensi motifnya perebutan harta, atau yang kedua segala sesuatu direncanakan, rapi, tidak ada jejak mengarah ke suatu perencanaan. Jadi kalau karena tidak ada kekerasan, dibilang bunuh diri dengan cara berbau mistik terlalu jauh," ujar Trubus.

Sebelumnya kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala turut menganalisa dugaan penyebab meninggalnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat pada Kamis (10/11/2022) lalu.

3. Penganut Apokaliptik

Kriminolog UI Adrianus Meliala
Kriminolog UI Adrianus Meliala (kompas.TV)

Pakar Kriminologi Adrianus Meliala menduga ada dua kemungkinan penyebab tewasnya sekeluarga yang terdiri empat orang, yakni Rudyanto Gunawan (71), istrinya Margaretha Gunawan (68), anak mereka Dian (40), serta Budyanto Gunawan (69). 

Adrianus mengaku tidak mempercayai konteks  kelaparan yang menjadi penyebab tewasnya Rudyanto Gunawan sekeluarga, karena akan sangat menderita. 

Namun lain ceritanya jika kelaparan itu disengaja. 

Untuk kelaparan yang disengaja ini Adrianus memiliki dua kemungkinan, pertama ada orang ke-5 yang sengaja memaksa empat itu lapar hingga akhirnya meninggal dunia. 

Namun kemungkinan ini kecil karena ternyata kondisi pagar yang sampai ke atap sehingga tidak mungkin orang lain bisa mencoba masuk lalu ke luar rumah lagi.   

Kedua, memang dari ke 4  orang itu ada ada keyakinan yang luar biasa kuat berupa keyakinan spiritual mengenai dunia setelah mati. 

Adrianus Meliala menyebut hal itu sebagai keyakinan apokaliptik pada wawancara sebelumnya. 

Dengan keyakinan ini akan mendorong yang bersangkutan rela menempuh kesengsaraan demi meraih kemuliaan setelah mati.

"Kalau orang sudah berpikir tentang dunia fana. Hal-hal yang di dunia ini dipikir fana. Maka kelaparan dianggap cobaan.

Kalau itu terjadi, kelaparan menjadi oke lalu berakhir kematian," katanya. 

Pendapat Adrianus ini didukung dengan temuan banyaknya buku-buku bacaan dan buku-buku macam-macam agama yang ditemukan di rumah korban. 

Temuan baru ini diungkapkan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto saat wawancara di Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Selasa (15/11/2022). 

Menurut Benny, temuan ini dimungkinkan akan mengungkap penyebab sekeluarga tewas di Kalideres. 

Berbagai macam buku itu kini tengah didalami penyidik. 

"Apakah di buku itu ada coretan atau garis di bawah tulisan.

Ketika nanti ditemukan bacaan yang menjurus ke apa yang disampaikan Prof adrianus, itu bisa memperkuat," kata Benny Mamoto. 

Selain itu, kejanggalan perilaku korban yang tidak memakai alas kaki, tapi membungkus kakinya dengan plastik hitam juga bisa menjadi petunjuk. 

"Apakah mereka sebelum HP mati ada komunikasi-komunikasi lain. Ada komunikasi dengan kelompoknya atau pihak yang berafiliasi, kami masih menunggu penyidik untuk menyimpulkan kasus ini motifnya apa," kata Benny. 

Yang jelas, lanjut Benny, kondisi gembok pintu terkunci dari dalam sehingga penguasaan kunci ada di empat penghuni tersebut. 

Selain itu, fakta bahwa komunikasi dengan keluarga yang terputus lama juga harus didalami penyidik.

"Ada faktor apa dan kenapa, Ini belum dipahami.

Pihak keluarga bisa membantu penyidik untuk memberikan penjelasan lebih lengkap lagi," katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Trubus Sebut Tewasnya Satu Keluarga di Kalideres adalah Pembunuhan, Bukan Karena Apokaliptik

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved