Kasus Ferdy Sambo
RUANG BEBAS Ferdy Sambo Terbuka, Pakar Hukum Pidana UI Soroti Pasal Bela Paksa, Pakar UB Soal Tembak
Bisakah Ferdy Sambo bebas? 2 pakar hukum kampus ternama menganalisisnya.
SURYA.co.id - Kemungkinan bebasnya Ferdy Sambo menjadi telaah menarik menjelang sidang perdana pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat hari ini, Senin (17/10/2022).
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Prof Ganjar Laksmana, ruang bebasnya Ferdy Sambo masih terbuka.
Hal ini jika dikaitkan dengan dugaan pelecehan yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi karena hal itu bisa jadi akan menjadi dasar penghapus pidananya.
Namun, kata Ganjar, dasar penghapus pidana ini harus dilihat secara utuh.
Misalnya, terkait ada atau tidaknya pelecehan dan kapan kabar itu diterima oleh Ferdy Sambo.
Baca juga: NASIB Febri Diansyah Diminta Mundur dari Tim Ferdy Sambo hingga Ditertawakan Martin Simanjuntak
Ini akan berpengaruh dengan apa reaksi dan situasi seperti apa yang membuat Ferdy Sambo mengambil keputusan membuat pembunuhan.
"Buat saya, ada atau tidak adanya pelecehan seksual, pembunuhan ini tidak dibenarkan. karena FS tidak melihat sendiri pelecehan seksual, tapi mendengar kabar," kata Ganjar dikutip dari tayangan Satu Meja Kompas TV, Minggu (16/10/2022).
Dijelaskan Ganjar, orang bisa dibenarkan melakukan pembelaan diri, atau pembelaan diri melampaui batas kalau memang ada keadaan yang mengguncangkan dirinya.
"Saya mengandai-andai kabar pelecehan istrinya, mengguncangkan jiwanya. Tapi di hukum pidana (KUHP) Pasal 49 itu disebutkan bela paksa dan bela paksa melampui batas itu ada syaratnya. Ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum," terangnya.
Sementara di kasus FS ini, dia hanya menerima kabar pelecehan, bukan melihat langsung serangan itu.
"Dibenarkan bela paksa kalau dia melihat ada serangan atau ancaman serangan. Tapi karena ini kabar, seharusnya dia mampu mencerna. Tapi apa yang dilakukan, malah dia melakukan eksekusi," sebut Ganjar.
Ganjar justru mengingatkan dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim harus jeli dan teliti dalam menggali fakta-fakta di persidangan.
Ini beralasan karena bisa saja Ferdy Sambo Cs ini tetap berkomunikasi satu sama lain secara langsung atau melalui pengacara untuk emmbangun rekayasa sebuah cerita baru yang berbeda dengan keterangan yang dihasilkan penyidik dan diserahkan ke kejaksaan.
"Tiba-tiba muncul persitiwa baru, konstruksi baru yang sudah disusun sedemikian rupa yang itu bisa membuat kacau dakwaan. Maka, kejelian JPU dan hakim diperlukan untuk menggali itu semua," katanya.
Lihat video selengkapnya:
Di bagian lain, pakar hukum Universitas Brawaijaya Malang Aan Eko Widianto mengatakan karena perkara sudah masuk persingan, maka yang paling menentukan adalah keyakinan hakim.
Menurutnya, di persidangan bisa saja terdakwa berdalih dan saksi punya keterangan lain dari dakwaan.
Nantinya, hakim yang akan menentukan, apakah percata pada statemen awal bahwa ada perintha 'tembak' atau klaim pihak Ferdy Sambo saat ini yang katanya yang memberi perintah 'hajar'.
"Tentunya hakim harus diyakinkan dengan keterangan saksi dan alat bukti lain, misalnya pistol.
Aan lalu melihat ketidakmungkinan klaim kedua pihak Ferdy Sambo yang hanya memberi perintah hajar.
"Kan tidak mungkin, kalau hajar saja tembakannya dari depan, dari belakang. Itu bukan hajar namanya," tegas Aan.
Seperti diketahui, sebelumnya anggota tim kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah menyebut Ferdy Sambo mengaku hanya memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J saat berada di rumah dinas Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022).
Namun yang terjadi saat itu adalah penembakan.
Ferdy Sambo kemudian panik setelah insiden tersebut.
"Perintah FS pada saat itu, yang dari berkas yang kami dapatkan, itu perintahnya adalah "hajar Chad". Namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu," kata Febri saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/10/2022), seperti diberitakan Tribunnews sebelumnya.
Atas insiden tersebut, Ferdy Sambo kemudian panik dan memerintahkan ADC untuk memanggil ambulans.
"FS kemudian panik dan memerintahkan ADC. Jadi sempat memerintahkan ADC untuk melakukan memanggil ambulans," katanya.
Ferdy Sambo lalu menjemput Putri Candrawathi dari kamarnya setelah penembakan tersebut.
Ferdy Sambo disebut mendekap wajah sang istri agar tak melihat insiden tersebut.
Sambo kemudian memerintahkan Bripka Ricky Rizal unttuk mengantar Putri Candrawathi ke rumah Saguling.
Febri juga menjelaskan, pada saat itu Ferdy Sambo awalnya hendak bermain badminton ke Depok.
Mengutip Kompas.com, Ferdy Sambo kemudian memerintahkan sopirnya untuk berhenti saat melintasi kawasan Duren Tiga.
Ferdy Sambo lalu masuk ke rumah Duren Tiga dan mengklarifikasi terkait kejadian di Magelang kepada Brigadir J.
Perintah Ferdy Sambo yang menyuruh Bharada E menghajar Brigadir J akan dijelaskan di persidangan.
"Jadi nanti mungkin lebih (jelas) di persidangan, tetapi perlu saya tegaskan di sini bahwa bukan perintah, atau apa yang disampaikan tadi, perintah menembak atau apa,” kata Arman Hanis.
Ditertawakan Martin Simanjuntak
Di bagian lain, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak justru mengaku geli dengan keterangan Febri yang menyebut Ferdy Sambo hendak bermain badminton ke Depok setelah mendengar istrinya dilecehkan.
"Ini sangat mengelitik, membuat saya gak habis pikir. Setelah Ferdy Sambo menangis, marah meluap-luap. Malah ingin main badminton, ini logika macam apa ini. Orang lagi sedih, marah, mendengar istri dilecehkan tiba-tiba main badminton," sindir Martin sambil tertawa kecil.
Dikatakan Martin, laiknya orang yang emosi biasanya menenangkan diri tau melakukan pencarian fakta.
"Bagaimana dia membangun logika hukumnya," kritiknya.
Menurut Martin, biasanya orang yang ingin bermain badminton membawa raket, kok atau sparing partner.
"Justru dia membawa pistol HS milik Joshua dan menggunakan sarung tangan.
"Menurut saya ini menggelikan
"Sangat tidak mendidik. Saya sangat geli mendengar statemen mereka," katanya.
Martin pun menyindir Febri Diansyah yang mengeluarkan pernyataan tersebut untuk kembali ke jalan yang benar.
"Pliss lah, kawan-kawanku yang terhormat, rekan sejawat. Kita advokat punya profesi terhormat, jangan lecehkan profesi kalian untuk membela membabi buta. Malu kalian," katanya.
Terkait pernyataan Febri bahwa Ferdy Sambo tidak memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J, tapi hanya meminta menghajar, juga menjadi sorotan Martin.
Menurut Martin, keterangan ini membalikkan fakta-fakta yang sebelumnya terungkap.
Sebelumnya, keterangan saksi lain, Bripka RR menyebut sebelum Bharada E yang diperintah menembak Brigadir J, Ferdy Sambo lebih dulu memerintahnya.
Namun, saat itu Bripka RR menolak karena mentalnya tidak kuat.
Setelah itu baru Bharada E dipanggil dan diberikan perintah itu.
"Itu ada alat bukti. Bagaimana Sambo hanya mengendalkan keterangan istri.
Siapa yang mau menguatkan keterangan dia? Kuat Maruf?," katanya.
"Kalau benar yang disampaikan Ferdy Sambo, buat apa minta maaf.
Dia gak salah kok, yang salah Eliezer," sindir Martin.
Agar keterangan awal di BAP Bripka RR tidak berubah saat di sidang, Martin berharap agar para saksi ini dijaga.
"Ini harus dijaga, jangan sampai Bripka RR yang di BAP diperintah nembak, nanti berubah hajar saat di sidang," tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Bharada E, Ronny Thalapessy memastikan bahwa perintah yang diterima Bharada E dari Ferdy Sambo adalah menembah, bukan menghajar.
"Tidak ada perintah menghajar," katanya.
Ditegaskan Ronny, dalam kasus ini, Bharada E lah yang membuka terang ketika tersangka lain mencoba menutupi.
Keterbukaan Bharada ini adalah buah kerja dari penyidik timsus, bukan ajakan dari Ferdy Sambo.
Karena kejujuran Bharada E itu lah akhirnya dia menyandang status justice collaborator yang dilimdungi LPSK.
"Publik akan tahu siapa yang jujur, dan siapa yang tidak jujur," katanya.
Ronny mengaku tidak kaget dengan penjelasan kuasa hukum Ferdy Sambo karena saat rekonstruksi-pun dia sudah menolaknya.
"Janganlah orang kecil, orang tidak mampu, saksi yang paling lemap membuat semua kesalahan ditimpakan kepada dia," kata Ronny.
Menurut Ronny, Bharada E tidak punya motif apapun untuk membunuh Brigadir J.
"Dia tidak punya niat. Dia dan korban adalah teman yang tidak pernah ada masalah.
Bahkan sebulan belakangan mereka tidur bersama. Apa mau nembak karena cuma iseng-iseng," katanya.
Ronny memastikan Bharada E akan tetap konsisten dengan pernyataannya di BAP sehingga bisa membuka kasus ini secara terang benderang.
"Persiapan klien saya siap. Kondisi mentalnya semakin baik. Ada pendampingan LPSK, rohaniawan, tim pengacara selalu memonitor. Klien saya siap menghadapi persiadangan," katanya.
Lihat video selengkapnya:
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id