Tragedi Arema vs Persebaya
Media Asing Sebut Ada 40 Tembakan Gas Air Mata saat Tragedi Kanjuruhan, Ini Jawaban Mabes Polri
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, menegaskan jumlah tembakan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan Malang berjumlah 11 kali
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: irwan sy
Berita Surabaya
SURYA.co.id, SURABAYA - Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, menegaskan jumlah tembakan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan Malang, saat terjadinya kerusuhan tersebut, berjumlah 11 kali.
Belasan kali tembakan gas air mata itu dilakukan oleh masing-masing dari anggota pemegang senjata pelontar gas air mata, yang berjumlah 11 orang.
Ada 11 kali tembakan gas air mata tersebut dilakukan oleh anggota Brimob di dalam tujuh titik di tiga tribun penonton, yakni tujuh kali tembakan ke arah tribun selatan, satu kali tembakan ke arah tribun utara, dan tiga kali tembakan ke arah tengah lapangan.
"Tembakan seperti yang disampaikan Kapolri, ada 11 ya," ujarnya di Mapolda Jatim, Jumat (7/10/2022).
Dedi menerangkan, saat situasi mulai berubah menjadi pergolakan massa suporter yang membuat beberapa orang suporter mulai memasuki area tengah lapangan seusai pertandingan kedua kesebelasan tersebut rampung, sekitar pukul 22.00 WIB.
Aparat berusaha mengendalikan massa dengan salah satunya upayanya melontarkan gas air air mata.
Ternyata, lontaran tersebut mengenai area tribun yang sarat penonton sehingga menyebabkan kepanikan massa untuk berlari menuju ke pintu keluar yang ternyata masih dalam keadaan tertutup.
Terkait insiden di dalam stadion, Dedi mengungkapkan, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan enam orang tersangka, di mana tiga orang diantara merupakan petinggi PT LIB, panitia pelaksana, hingga petugas keamanan.
Kemudian, tiga orang lainnya, merupakan anggota kepolisian yang diduga lalai dengan tetap membiarkan personel di lapangan dilengkapi senjata pelontar gas air mata, meskipun mengetahui regulasi tersebut sudah diatur oleh FIFA.
"Jadi begini, yang kita ketahui kejadian itu ada 2 TKP. TKP pertama, yang menyangkut Pasal 359 atau 360 KUHP, di dalam (stadion). Di dalam memang teman teman melakukan gas air mata, yang dilakukan dalam rangka penghalauan kemudian pengurai massa yang sudah melakukan tindakan anarkis. Banyak sekali video yang beredar, yang melakukan pengerusakan, pembakaran," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Dedi, situasi kerusuhan serupa juga dirasakan oleh aparat saat berada di luar area stadion.
Apalagi, saat itu, aparat juga berupaya untuk mengevakuasi para official dan pemain Persebaya Surabaya yang menjadi sasaran amuk massa suporter lawan, menggunakan kendaraan rantis Baracuda.
Dedi mengungkapkan aparat yang disebar untuk bersiaga di area luar stadion juga sempat melontarkan gas air mata.
Namun, ia menegaskan, upaya tersebut telah sesuai dengan standar operasional (SOP).
"Di luar pun juga ada kejadian. Di luar tim pengamanan juga telah melakukan evakuasi terhadap pemain dan official Persebaya, keluar itu, membutuhkan waktu sekian lama, cukup lama dihadang dan sebagainya. Dan juga terjadi insiden itu juga yakni pengerusakan pembakaran dan sebagainya. Di situ juga aparat kepolisian melakukan tembakan gas air mata untuk menghalau dan membubarkan massa yang anarkis. Jadi ada 2 TKP dan 2 kejadian yang sama-sama kami usut," jelasnya.
Mantan Kapolres Lamongan itu, menjelaskan, asap yang diketahui berkelebatan di area stadion, saat kericuhan terjadi, bukan hanya berasal dari asap gas air mata.
Namun, Dedi mengungkapkan, ada juga asap yang bersumber dari alat pelontar asap.
Alat tersebut murni hanya menimbulkan kepulan asap putih yang tidak menimbulkan rasa pedih di mata.
"Jadi ada beberapa tembakan, ada yang bukan gas air mata. Ada 2 jenis. Asap, itu misalnya smoke aja, jadi asap dan suara aja. Dan satu lagi memang tembakan gas air mata. Di luar pun sama SOP-nya seperti itu," pungkasnya.
Sebelumnya, dikutip dari Tribunnews.com, media asal Amerika Serikat (AS), The Washington Post mempublikasikan hasil investigasi terkait tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada Kamis (6/10/2022) waktu setempat.
Hasil investigasi tersebut dilakukan berdasarkan temuan lebih dari 100 video dan foto, mewawancarai 11 saksi dan dianalisa oleh ahli penanganan kerumunan serta aktivis HAM.
Adapun kesimpulannya, terdapat 40 amunisi berupa gas air mata hingga granat asap yang ditembakkan ke kerumunan dalam rentang waktu 10 menit.
"Penembakan setidaknya dengan 40 amunisi ke arah kerumunan dalam jangka waktu 10 menit. Hal ini melanggar aturan protokol keamanan nasional dan internasional untuk pertandingan sepak bola. Amunisi yang ditembakan termasuk gas air mata, granat asap, dan suar," demikian tertulis dalam artikel The Washington Post.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan dengan melihat video yang beredar, ditemukan amunisi ditembakkan ke arah lapangan dan tribun penonton.
Selain itu, banyak gas air mata yang ditembakan ke arah tribun 11, 12, dan 13 Stadion Kanjuruhan.
Akibatnya, banyak suporter Aremania terinjak-injak atau menabrak tembok dan pintu gerbang karena beberapa pintu keluar ditutup.
Profesor dari Keele University, Inggris yang mempelajari pengamanan suporter olahraga, Clifford Stott mengulas video yang disediakan oleh The Washington Post.
Ia menyimpulkan tragedi yang merenggut 131 orang ini disebabkan oleh aksi polisi yang dikombinasikan dengan buruknya manajemen stadion.
"Ini adalah hasil langsung dari aksi polisi yang dikombinasikan dengan buruknya manajemen stadion," ujarnya.