Berita Surabaya

Pemerintah Diingatkan Masih Banyak Tantangan Meski Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,44 % di Triwulan II

Capaian ekonomi Indonesia tumbuh positif, namun pemerintah diingatkan untuk tetap berhati-hati mengingat kondisi ekonomi dunia masih cukup bergejolak

Editor: Cak Sur
Istimewa
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco. 

"Tetapi kita sudah bisa percaya diri, sudah bisa optimistis karena kita tumbuh. Berarti kita ada income, berarti kita punya daya beli bagus, kemampuan savingnya bagus, berarti kemampuan investasi juga bagus," kata dia.

Namun demikian, Fitra mengingatkan saat ini perekonomian sedang dibayang-bayangi ancaman inflasi yang tinggi. Sehingga perputaran ekonomi harus dijalankan secara hati-hati.

Dia mengakui saat ini kondisi perekonomian memang menimbulkan optimisme yang tinggi. Tetapi, hal ini tidak boleh disikapi secara gegabah.

"Yang sudah dua tahun duitnya disimpan, itu tidak bisa tergesa-gesa duitnya diputar," kata dia.

Selain itu, Fitra juga mengingatkan adanya masalah lain yaitu maraknya impor barang konsumsi. Di 2021, nilai impor B-to-C (Business to Consument/produsen langsung ke konsumen) lewat e-commerce mencapai lebih dari Rp260 triliun.

Dari nilai tersebut, produsen dalam negeri hanya menempati porsi sekitar 6 persen lebih. Sehingga tidak berdampak besar pada pertumbuhan perekonomian nasional maupun daerah.

"Kita dibayang-bayangi pola impor konsumsi dan laju inflasi. Kalau impor untuk produksi, kita bisa lega. Tapi impor untuk konsumsi, tingkat daya konsumsi seperti ini, ini perlu diwaspadai," kata dia.

Tak hanya itu, Fitra juga mengingatkan tentang potensi krisis energi dan pangan. Krisis energi mungkin hanya terpantau lewat pemberitaan namun krisis pangan sudah mulai dirasakan dampaknya.

Dia mencontohkan, adanya kabar bakal terjadinya kenaikan harga mie instan tiga kali lipat akibat pasokan gandum dari Ukraina tersendat. Ini merupakan pertanda bagaimana krisis pangan sudah tampak.

"Meskipun kemarin Menteri Perdagangan sudah menyatakan, nggak kok, enggak tiga kali lipat," kata dia.

Sementara, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jawa Timur, Sumrambah, mendorong pemerintah segera menerapkan kebijakan di sektor pertanian, peternakan, maupun perikanan yang mendorong peningkatan produktivitas. Ini penting diterapkan mengingat potensi krisis pangan mulai terlihat.

Sumrambah mengungkapkan dari sektor pertanian terjadi penyusutan lahan yang cukup mengkhawatirkan. Data BPA 2012 mencatat, lahan pertanian di Indonesia tercatat seluas 8,4 hektare namun pada 2019, luasannya turun menjadi 7,4 hektare.

"Ketika lahan semakin sedikit, kita akan menghadapi krisis pangan," kata dia.

Dia pun menegaskan penyelamatan lahan pertanian perlu segera dilakukan. Jika tidak, potensi penyusutan lahan pertanian menjadi non pertanian akan semakin besar.

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved