Berita Surabaya

Pusat Kajian Halal ITS Dampingi 25 UMKM Ajukan Sertifikasi Halal Self-declare

Pusat Kajian Halal Institut Teknologi 10 Nopember (PKH ITS) terus berkomitmen mendampingi UMKM untuk memiliki sertifikasi halal.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Titis Jati Permata
Foto Istimewa PKH ITS
Salah satu UKM Binaan PKH ITS bersama pendamping PPH menunjukkan sertifikat halal yang diperoleh usahanya. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pusat Kajian Halal Institut Teknologi 10 Nopember (PKH ITS) terus berkomitmen mendampingi UMKM untuk memiliki sertifikasi halal.

Selain sertifikasi halal regular, tahun ini, melalui kegiatan pengabdian masyarakat berbasis produk PKH ITS juga memfasilitasi pengajuan sertifikasi halal self-declare khusus pelaku usaha mikro dan kecil.

Sertifikasi halal self-declare atau juga disebut sertifikasi halal didasarkan atas pernyataan pelaku usaha baru diterapkan di tahun 2022.

Ketua tim pengabdian masyarakat, Orchidea Rachmaniah menjelaskan Sertifikasi halal atas pernyataan pelaku usaha atau sertifikasi halal self-declare diatur melalui Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) No. 33 Tahun 2022 harus memenuhi kriteria 16 kriteria.

"Di sinilah peranan penting pendamping proses produk halal (PPH). Selain keberadaan nya diperlukan untuk memverifikasi dan menvalidasi kehalalan produk pelaku usaha yang akan diajukan sertifikasi halal self-declare," ungkapnya.

Selain itu, Pendamping PPH juga sangat berperan dalam membantu pelaku usaha untuk membuat, menyiapkan dan melengkapi dokumen sertifikasi halal yang nantinya harus di submit secara online di website SI HALAL (https://ptsp.halal.go.id/).

"Dan ITS merupakan salah satu perguruan tinggi yang dapat memberikan nomor registrasi pendampingan PPH berdasarkan keputusan Kepala BPJPH No. 65 tahun 2022.

Pendamping PPH teregistrasi resmi BPJH merupakan mahasiswa ITS yang telah mendapatkan pelatihan pendamping halal dan lulus tersertifikasi sebagai pendamping PPH," lanjutnya.

Orchidea mengungkapkan tahun ini timnya memfasilitasi kurang lebih 25 UMKM untuk sertifikasi halal self-declare.

Namun, hanya 22 UMKM yang bertahan dan terus konsisten melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal.

"Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh UMKM yaitu di kriteria ke-8, bahwa UKM harus secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal. Dua UMKM mengundurkan diri, karena tidak memiliki penjualan dan tidak berproduksi sama sekali selama dua tahun periode pandemi covid-19," ujarnya.

Sehingga, dokumen bukti catatan pembelian bahan dan form pemeriksaan bahan yang diminta pada SJPH tidak dapat dilengkapi.

Jenis produk UMKM yang mengajukan sertifikat ini diakui Orchidea cukup bervariasi, mulai dari produk buah dan sayur dengan pengolahan dan penambahan bahan tambahan pangan/BTP, serealia dan produk serealia (Tempe), produk bakeri (produk bakeri istimewa, kue kering, puding siap santap), telur olahan dan produk-produk telur hasil olahan, makanan ringan siap santap, dan minuman dengan pengolahan.

"Produk bakeri dan minuman dengan pengolahan merupakan jenis produk yang mendominasi dihasilkan oleh UMKM-UMKM binaan kami," lanjutnya.

Selama pendampingan, tim berhasil membawa lima UMKM terregistrasi dokumen pengajuan sertifikasi halal secara online di SIHALAL.

Kemudian enam UMKM lainnya dalam tahap verifikasi dan validasi surat jaminan produk halal (SJPH) oleh pendamping PPH yang dalam waktu dekat bisa di registrasi secara online.

"Sedangkan, sisanya masih dalam tahap pelengkapan dokumen SJPH", tegasnya.

UMKM yang telah teregistrasi secara online adalah Nuri’s rice box and snacks, Binar Camilan, dan Dapur Mbak Zaenab (produk bakeri istimewa), Tempe YM (serealia dan produk serealia), KrezzTang (produk makanan ringan siap santap).

Sedangkan UMKM Rengganis (produk minuman dengan pengolahan), Dhani Jaya dan Pawon Hasanah (produk makanan ringan siap santap), Spesial Salad Simo (produk buah dan sayur dengan pengolahan dan penambahan BTP), Umi Tatjik dan Glasmtree (produk bakeri istimewa) akan menyusul.

"Dalam perjalanan melengkapi dokumen SJPH, kriteria nomor satu dan 10 harus dipastikan terpenuhi. Yaitu produk tidak beresiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya dan bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya," urainya.

Hal ini dibuktikan dengan bahan telah tersertifikati halal dan atau termasuk dalam daftar Bahan Yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal sesuai Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 1360 Tahun 2021 tentang.

"Seringkali UMKM binaan disarankan untuk mengganti bahan mereka untuk memastikan kehalalan dari bahan yang digunakan. Karena, umumnya UMKM binaan menggunakan bahan-bahan yang dibeli secara curah seperti gula pasir, gula aren, minyak goreng, pengembang kue, ataupun pengemulsi kue (baca SP) yang sulit dipastikan kehalalannya", tegasnya.

Walaupun bahan-bahan tersebut umum dan sederhana namun, bahan-bahan tersebut memiliki titik kritis sehingga perlu dipastikan kehalalannya.

Tentunya penggantian bahan tidak serta-merta memudahkan, mengingat dimungkinkan terjadi perubahan citarasa produk dan berkurangnya margin keuntungan yang didapatkan.

"Namun, UMKM harus bervisioner ke depan, dengan produk yang telah tersertifikasi halal. Maka, kepercayaan konsumen akan produk kita akan meningkat dan dipastikan mempengaruhi volume penjualan dimasa datang," tegasnya.

Oleh karena itu, penggantian bahan ke bahan-bahan yang telah tersertifikasi halal lebih disarankan sebagai alternatif terbaik pada pengajuan sertifikasi halal self-declare.

"Tentunya UMKM juga sadar, setelah sertifikat halal telah diperoleh, mereka selaku pelaku usaha sekaligus produsen wajib menjalankan secara penuh dan konsisten semua yang tertulis di dokumen SJPH termasuk ketaatan hanya menggunakan bahan-bahan yang tertulis di SJPH dan tidak melakukan penggantian brand bahan selama proses produksi berlangsung," pungkasnya.

BACA BERITA SURYA.CO.ID DI GOOGLE NEWS LAINNYA

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved