Brigadir J Ditembak Ajudan Ferdy Sambo
Benarkah Ada Keanehan Dibalik Autopsi Brigadir J yang Tewas di Rumah Ferdy Sambo? Ini Kata IPW
Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya keanehan pada autopsi jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya keanehan pada autopsi jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
IPW menganggap ada yang coba disembunyikan oleh polisi di balik kematian Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam tayangan KOMPAS TV, Selasa (19/7/2022).
Menurut Sugeng, pada proses autopsi yang dilakukan, ada pihak yang secara diam-diam berani mengambil gambar kondisi luka Brigadir J.
“Wow dahsyat. Artinya autopsi dilakukan. Diambil secara diam-diam artinya yang mengambil ini tahu ada yang akan disembunyikan oleh polisi,” kata Sugeng.
“Dengan demikian, maka proses autopsi pertama diduga tidak sah.”
Atas fakta-fakta baru tersebut, Sugeng menyampaikan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menarik penanganan kasus tewasnya Brigadir J dari Polres Metro Jakarta Selatan.
Lebih dari itu, Sugeng meminta Kapolri untuk memecat Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto.
“Menurut saya kasus di Polres Jakarta Selatan ditarik tim gabungan,” ujar Sugeng.
“Kapolres Jakarta Selatan harus dicopot, karena diduga menyembunyikan informasi.” pungkas Sugeng.
Diberitakan KOMPAS TV, Koordinator Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkap ada saksi perempuan yang memberanikan diri untuk mengambil foto hingga video kondisi jenazah Brigadir J.
Situasi tersebut diambil, saat polisi lengah atau tengah mengambil formalin.
“Barang bukti berikutnya itu adalah berupa foto, jadi foto ini, ketika polisi lengah dengan alasan mau apa namanya itu menambah formalin maka tiba-tiba para-wanita, saksi-saksi yang pemberani mereka langsung buru-buru membuka bajunya, kemudian memfoto dan memvideokan,” ucap Kamarudin dalam BreakingNews KOMPAS TV, Senin (18/7/2022).
Sebagai informasi sesuai Pasal 134 KUHAP, pelaksanaan otopsi forensik diatur di dalam KUHAP, yang pada prinsipnya otopsi forensik baru boleh dilakukan jika ada surat permintaan tertulis dari penyidik dan setelah keluarga diberitahu serta telah memahami setelah dua hari dalam hal keluarga tidak menyetujui otopsi atau keluarga tidak ditemukan.
Sebelumnya Tim Kuasa Hukum keluarga Brigadir J atau Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat, Martin Lukkas mengungkapkan fakta baru di Sapa Indonesia Pagi, Selasa (19/10/2022).
Martin mengungkapkan Adik Brigadir J, mendapatkan larangan dari komandannya saat ingin mengetahui proses autopsi terhadap kakaknya.
Bahkan, larangan untuk mengetahui berlanjut dilakukan Komandan, saat dokter mencoba menjelaskan hasil autopsi yang dilakukan terhadap Brigadir J.
Martin menuturkan adik dari Brigadir J hanya diizinkan untuk menandatangani surat hasil autopsi.
“Ada pengakuan dari saksi yang juga adik korban, ketika ingin melihat proses autopsi itu tidak diijinkan oleh komandannya,” ucap Martin.
“Bahkan pada saat dokternya keluar ingin menyampaikan hasilnya itu juga distop katanya”.
Perintah Brigjen Polisi ke Adik Brigadir J Saat Autopsi Jenazah
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak membongkar perintah Brigjen Polisi ke adik Brigadir J, yakni Bripda LL Hutabarat saat autopsi kakanya.
Waktu itu, Bripda LL Hutabarat diperintah jenderal polisi bintang 1 untuk menandatangani selembar kertas yang tidak jelas isinya.
Belakangan diketahui, kertas tersebut digunakan untuk melakukan autopsi jasad Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Seperti diketahui, Brigadir J tewas di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif, Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB.
Keterangan pihak polisi, Brigadir J tewas setelah baku tembak dengan ajudan Ferdy Sambo, yaitu Barada E.
Kamarudin Simanjuntak mengatakan proses autopsi terhadap Brigadir J dilakukan sepihak dari pihak kepolisian.
ia mengatakan, Bripda LL mendatangani suatu kertas ketika mendapat panggilan dari pejabat kepolisian untuk menandatangani RS Polri.
Belakangan, Bripda LL baru tahu bahwa kertas itu terkait pemeriksaan tewasnya Brigadir J.
"Yang saya tahu (keluarga) tidak dapat. Dia hanya adiknya dipanggil Karo Provos disuruh pergi ke rumah sakit Polri disuruh menandatangani satu kertas tanpa melihat abangnya yang sudah meninggal, tanpa mengetahui luka mana yang akan diautopsi atau bagian mana saja yang tertembak atau tersayat, atau telah dirusak," kata Kamarudin kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Menurut Kamaruddin, lantaran mendapat suruhan dari pejabat berpangkat Brigjen, Bripda LL mau tak mau menandatangani surat itu
"Jadi, ini lebih kepada mengedepankan perintah karena yang memerintah ini Brigjen Polisi memerintah seorang Brigadir Polisi. Dia tidak bisa mendampingi pas autopsi sehingga dia tidak tahu apa yang dilakukan di dalam," jelas Kamarudin.
Kendati demikian, kata Kamaruddin, tidak ada unsur paksaan terhadap Bripda LL dalam penandatangan surat tersebut.
"Tidak dibilang pemaksaan tetapi lebih kepada perintah yaitu perintah atasan kepada bawahan atau perintah jenderal kepada brigadir," katanya.
Minta autopsi ulang
Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J meminta dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah korban.
Sebab, proses autopsi Brigadir J yang dilakukan polisi sebelumnya tidak mendapat izin dari pihak keluarga.
Namun, kepolisian menolak adanya autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J yang tewas di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan autopsi terhadap Brigadir J.
Nantinya, hasilnya bakal disampaikan secara terbuka.
"Sudah diautopsi nanti akan disampaikan," ujar Dedi kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Dedi menambahkan bahwa nantinya hasil autopsi itu bakal disampaikan bersama Komnas HAM.
Dengan begitu, dia mengklaim Korps Bhayangkara telah transparan.
"Hasilnya mungkin bersama Komnas HAM biar transparan dan obyektif," katanya.
Sementara itu, Polri akan menyampaikan hasil otopsi awal jenazah Brigadir J kepada pihak keluarga Rabu (19/7/2022).
Hal ini dilakukan sebagai wujud keterbukaan Polri dalam rangka mengusut kasus tewasnya Brigadir J tersebut.
“Nanti penyidik dalam hal ini akan menyampaikan kepada kedokteran forensik, menyampaikan kepada pihak keluarga dan kawan-kawannya tentang hasil otopsi yang sudah dilakukan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Ia berharap, dengan disampaikannya hasil otopsi tersebut dapat mengurangi berbagai spekulasi yang beredar di media terkait kematian Brigadir J.
Menurut Dedi, saat ini, mulai berkembang spekulasi soal banyaknya luka-luka selain luka tembak yang ada di tubuh Brigadir J.
Ia menyebutkan, informasi tersebut sebaiknya disampaikan oleh pihak yang memiliki kewenangan atau ahli dibidangnya.
“Sebagai contoh misalnya, luka-luka karena benda ini benda ini, ini kan dibawa kan ke arahnya ke persepsi lagi, spekulasi-spekulasi lagi. Karena apa? Orang yang menyampaikan bukan orang yang expert di bidangnya,” kata dia.
“Ketika besok akan disampaikan oleh dari pihak tim forensik Polri, nah itu akan membuat informasi akan semakin lebih jelas,” imbuh Dedi.
Dalam kesempatan yang sama, Dedi juga mempersilakan pihak keluarga untuk mengajukan ekshumasi jika ingin jenazah Brigadir J diotopsi ulang.
Permohonan itu dapat diajukan ke penyidik Bareskrim Polri.
Dedi memastikan pihaknya terbuka untuk memproses ekshumasi itu.
“Dan ini akan terang benderang, di dalam setiap kasus apabila dilakukan ekshumasi apabila diketemukan bukti-bukti tambahan untuk menguatkan hasil otopsi yang pertama itu sangat bagus,” tutur dia.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id