Adu Tembak di Rumah Kadiv Propam

Apa Bentuk Pelecehan Brigpol J pada Istri Irjen Ferdy Sambo hingga Tewas Ditembus 4 Peluru Barada E?

Apa bentuk pelecehan yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigpol J pada Istri Irjen Ferdy Sambo hingga tewas Ditembak Barada E?

Editor: Iksan Fauzi
warta kota
Apa bentuk pelecehan Brigpol J pada istri Irjen Ferdy Sambo hingga nekat adu tembak dan tewas ditembus 4 peluru Barada E? 

SURYA.co.id -Apa bentuk pelecehan yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigpol J pada Istri Irjen Ferdy Sambo hingga tewas Ditembak Barada E?

Teka teki bentuk pelecehan yang diduga dilakukan Brigpol J belum diungkap polisi, termasuk motif dan modusnya.

Hingga saat ini, polisi masih membeberkan kronologi kejadian penyebab adu tembak dengan temannya, Barada E.

Seperti diketahui, Brigpol J merupakan sopir istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Sedangkan Barada E adalah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang saat kejadian bertugas menjaga rumah.

Pihak keluarga pun meminta penjelasan kepada kepolisian penyebab sebenarnya kematian Brigpol J.

Brigpol J tewas mengenaskan. Tubuhnya ditembus timah panas dan ada luka diduga dari sayatan benda tajam.

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan aksi baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dinilai sangat merugikan.

Kerugian itu dari sisi anggaran untuk penanganan dan penyelidikan, serta dampak psikologis bagi masyarakat.

"Yang jelas, bayangkan ini. Dalam kejadian penembakan yang tidak patut, setelah satu peluru diletuskan polisi dan mengenai sasaran, maka polisi lainnya akan datang ke TKP," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Selanjutnya, ambulans akan dikerahkan untuk membawa korban.

Propam pun turun tangan melakukan investigasi dan melakukan autopsi terhadap korban yang tewas.

"Proses hukum berlangsung lama. Keluarga korban memperoleh restitusi dan kompensasi," katanya," ucapnya.

Kompolnas : korban harus dilindungi

Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, merespons soal peristiwa penembakan antara dua polisi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jakarta pada Senin (11/7/2022).

Sebagaimana diketahui, kasus baku tembak di rumah Irjen Ferdy Sambo terjadi setelah Brigadir J diduga melakukan pelecehan dan pengancaman kepada istri Kadiv Propam.

Bharada E (ajudan Kadiv Propam) pun menghampiri istri Kadiv Propam, namun Brigadir J justru melepaskan tembakan.

Pasca kejadian tersebut, Poengky Indarti berpendapat, korban kekerasan seksual dan orang yang melindungi korban harus dilindungi.

"Kami menduga pemicu kasus ini adalah terjadinya pelecehan dan ancaman kekerasan todongan pistol oleh Brigadir J kepada istri Kadiv Propam selaku korban, yang diikuti dengan serangan Brigadir J kepada Bharada E yang berupaya menyelamatkan korban."

"Kasus pelecehan masuk dalam kategori kekerasan seksual, yang dapat menyerang perempuan di mana saja, kapan saja, dapat menimpa perempuan siapa saja, dan tindakan keji tersebut dapat dilakukan oleh orang-orang yang kita kenal," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (12/7/2022).

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pun akan mendukung pemeriksaan yang profesional, transparan, dan akuntabel dalam kasus penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo ini.

"Kompolnas akan terus memantau proses pemeriksaan kasus ini untuk dapat memastikan Polri profesional dan mandiri," ucap Poengky.

Selain itu, Kompolnas meminta masyarakat bersabar menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan Propam dan Polres Jakarta Selatan.

Sebelumnya, kasus baku tembak yang mengakibatkan satu polisi meninggal terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Senin (11/7/2022) kemarin.

Menurut Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, peristiwa terjadi setelah Brigadir J menembak Bharada E.

Lantas, Barada E membalas tembakan untuk melindungi diri.

"Brigadir J melakukan tindakan pelecehan dan menodongkan menggunakan senjata pistol ke kepala istri Kadiv Proram. Sontak, istri Kadiv Propam berteriak minta tolong."

"Mendengar teriakan Ibu, maka Barada E yang saat itu di lantai atas menghampiri dan bertanya. Namun, direspons tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J, terjadi saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia," katanya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube metrotvnews, Selasa (12/7/2022).

Menurut Ramadhan, Brigadir J telah melakukan tujuh kali penembakan kepada Bharada E.

Bharada E pun membalas tembakkan sebanyak lima kali.

Reaksi IPW

Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan pencari fakta atas meninggalnya polisi di rumah pejabat Polri.

Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, tim pencari fakta dimaksudkan untuk mengungkap kasus penembakan yang melibatkan dua polisi itu.

"Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya atau adanya motif lain," ungkapnya.

IPW pun meminta pimpinan tertinggi Polri harus menonaktifkan sementara waktu Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya.

"Alasannya, Irjen Ferdy Sambo adalah saksi kunci peristiwa yang menewaskan ajudannya tersebut. Hal tersebut, agar diperoleh kejelasan motif dari pelaku membunuh sesama anggota Polri," imbuhnya.

Alasan kedua, kata Sugeng, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat statusnya belum jelas apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak.

Alasan ketiga, locus delicti diduga terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

"Karena itu agar tidak terjadi distorsi penyelidikan, maka harus dilakukan oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk atas perintah Kapolri bukan oleh Propam," jelasnya.

Keluarga

Peristiwa baku tembak yang menewaskan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih menimbulkan sejumlah tanda tanya bagi keluarganya di Jambi.

Setelah sejumlah keluarga mempertanyakan keberadaan barang bukti di lokasi kejadian, dan barang-baran milik pribadi korban, kali ini 3 handphone keluarga inti korban diduga diretas.

Samuel ayah Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat menjelaskan, sejak Senin 11 Juli 2022 malam, usai prosesi pemakaman, sejumlah HP keluarga inti diduga diretas.

Handphone Ibu, dan kakak kandung sulung korban tidak dapat digunakan untuk mengakses media sosial dan WhatsApp.

"Ya terakhir tadi malam masih bisa dipakai, pas pagi sudah tidak bisa lagi," kata Samuel, Selasa (12/7/2022).

Namun, saat Tribunjambi.com dan sejumlah awak media sedang berada di rumah duka, handpohone adik dari korban juga kembali tidak bisa difungsikan, untuk mengakses WhatsAap dan media sosial lainnya.

"Iya, ini barusan sudah tidak bisa difungsikan lagi," kata seorang keluarga, memberitahu ke sejumlah awak media.

Sebelumnya Samuel juga mengatakan, hingga saat ini pihak keluarga masih mempertanyakan keberadaan 3 unit handphone anaknya itu.

"HP anak saya ada 3, sampai sekarang tidak dikembalikan dan mereka bilang tidak menemukan HP," kata Samuel.

Tidak hanya itu, bahkan mereka juga mempertanyakan barang lainya, termasuk pakaian korban yang tidak kunjung diserahkan.

Kemudian, kejanggalan tersebut terlihat setelah tim dari Mabes Polri menyampaikan bahwa, dalam insiden tersebut, korban terlebih dahulu mengeluarkan senjata api, dan menembak secara membabi buta ke arah ajudan yang berada di rumah tersebut.

Mereka merasa janggal dan bertanya terkait kondisi orang yang terlibat baku tembak dengan putranya tersebut.

"Kalau anak saya yang menembak secara membabi buta, terus kondisi yang ditembak gimana, katanya lagi diperiksa di sana. Nah, logikanya kalau jarak 3 meter tidak mungkin tidak kena kalau terjadi baku tembak," kata Samuel, saat diwawancarai tribun di kediamannya, Senin (11/7/2022).

Tidak hanya itu, ia juga meminta pihak kepolisian untuk lebih terbuka, dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian, jika memang anaknya terlebih dahulu melakukan penembakan.

Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.

"Itu kan rumah perwira tinggi, ya tolong diperlihatkan CCTVnya," sebutnya.

Ia juga menyebut kejanggalan lainnya, di mana, beberapa jam sebelul kejadian, korban dan keluarganya masih intens berkomunikasi.

Saat itu, ke dua orangtua korban bersama dengan adiknya sedang pulang ke kampung halaman, Balige, Sumatera Utara untuk ziarah.

Korban selalu aktif memberi komentar setiap foto yang dia lihat dipost oleh adiknya.

Korban seyogiyanya ingin ikut pulang ke kampung halaman, namun ia dalam kondisi tugas.

Saat itu, korban sedang mendampingi keluarga perwira Polri tersebut ke Magelang. Kemudian berkomunikasi dengan sang ibu ia akan kembali ke Jakarta.

"Waktu itu masih aktif chatingan, setiap foto-foto selalu dikomentari. Dia bilang enak ya, katanya sama adiknya," jelas Samuel.

Mereka memperkirakan, perjalanan Magelang menunu ke Jakarta sekira 7 jam. Kemudian, mereka menghubungi kontak korban untuk memastikan apakah sudah tiba di Jakarta.

Namun, saat itu korban tidak bisa dihubungi, semua kontak di keluarganya telah diblokir.

"Semua diblokir, kakaknya dan yang lainnya diblokir," sebutnya.

Tidak berselang lama, mereka mendapat kabar, bahwa anaknya telah meninggal dunia.

Namun mirisnya, informasi tersebut tidak mereka terima langsung dari kepolisian, melainkan dari adik kandung korban yang juga bertugas di Mabes Polri.

Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.

Ia mendapati anaknya sudah dalam kondisi lebam di sekujur tubuh, dan luka tembak di dada, tangan, leher dan bekas jahitan hasil autopsi.

"Tidak ada meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.

Kejanggalan masih berlanjut, saat jenazah korban tiba, pihal keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.

Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.

"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.

Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut, ia mengatakan, jika memanh ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal tersebut.

"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," bilangnya.

Dua Cerita Versi Polisi

Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, dua kali menyampaikan keterangan terkait kematian Yosua di rumah dinas Kadis Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Pada siang hari, dia menyebut saat itu Samuel mau masuk ke rumah Irjen Pol Ferdy Sambo, ditegur penjaga rumah.

Kemudian teguran dijawab Yosua dengan tembakan ke arah yang menegurnya, Bharada E.

Terjadi baku tembak antara Brigadir J atau Yosua dengan E, hingga akhirnya Yosua tewas.

Pada pernyataan beberapa jam setelahnya, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan penembakan terjadi setelah istri Irjan Pol Ferdy Sambo berteriak dari kamar.

Disebutkannya, Yosua Hutabarat saat itu masuk ke kamar tersebut, lalu melakukan pelecehan dan mengancam pakai pistol.

Istri perwira tinggi itu berteriak, lalu Yosua keluar dari kamar.

Di sisi lain, Bharada E awalnya di lantai dua, turun dan menanyakan maksud Yosua.

Pertanyaan dijawab dengan tembakan oleh Yosua. Hingga terjadi baku tembak.

Yosua Hutabarat, yang memiliki latar belakang anggota Brimob, disebutnya menembak 7 kali dan tidak sekalipun kena.

Sementara Bharada E menembak sebanyak 5 kali, dan 4 kali kena sasaran.

Peristiwa baku tembak itu terjadi Jumat lalu, jenazah dibawa ke Jambi Sabtu, dimakamkan pada Senin.

Peristiwa tragis ini baru terungkap ke publik pada hari Senin kemarin, setelah pihak keluarga buka suara karena merasakan banyak keanehan.

Mabes Polri kemudian menyebutkan kronologi dan motif penembakan seperti di atas.

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul Kejanggalan Kematian Brigadir J Terus Mencuat, 3 Handphone Keluarga Inti Diduga Diretas

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Baku Tembak di Rumah Irjen Ferdy Sambo, Kompolnas: Korban Kekerasan Seksual Harus Dilindungi

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved