Berita Sidoarjo

Rekor, Sudah Berdiri 169 Rumah Restorative Justive di Jawa Timur

Jawa Timur memecahkan rekor dalam program restorative justice yang digagas Kejaksaan Agung.

Penulis: M Taufik | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/M Taufik
Kajati Jatim, Mia Amiati bersama sejumlah pejabat saat meresmikan 20 Rumah Restorative Justive di Sidoarjo, Senin (6/6/2022). 

SURYA.CO.ID, SIDOARJO – Jawa Timur memecahkan rekor dalam program restorative justice yang digagas Kejaksaan Agung. Sampai saat ini, terhitung sudah ada 169 rumah restorative justive berdiri di 38 kabupaten dan kota di Jatim.

Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Mia Amiati, jumlah ini menempati ranking pertama di Indonesia.

“Ini artinya, respons Kejari (Kejaksaan Negeri) di Jawa Timur sangat bagus,” kata Mia ditemui usai meresmikan 20 rumah restorative justice di Sidoarjo, Senin (6/6/2022).

Dari rekor Jawa Timur itu, Sidoarjo juga masuk kategori luar biasa dibanding wilayah lain. Secara bersamaan langsung meresmikan 20 rumah restorative justice. Beda dengan daerah lain yang hanya satu atau dua saja.

Ya, secara serentak ada 20 rumah restorative justice berdiri di 20 desa dan keluarahan di Sidoarjo. Antara lain ada di Kelurahan Sidokumpul dan Desa Lebo di Kecamatan Kota.

Kemudian ada di kelurahan Tambak Kemerakan Krian, Desa Dukuhsari Kecamatan Jabon, Sukodono di Kecamatan Sukodono, Desa Gelam di Candi dan Desa Gading di Kecamatan Krembung.

Lalu ada di Desa Randegan Tanggulangin, Simogirang di Prambon, Desa Wunut Porong, Kemantren di Tulangan, Donokasian di Wonoayu, Desa Wedoro Kecamatan Waru, Bringinbendo di Kecamatan Taman, Sedati Agung di Sedati, Keboansikep di Gedangan, Desa Siwalan Panji Kecamatan Buduran, Kemangsen di Balongbendo dan Desa Tarik di Kecamatan Tarik.

“Peresmian dipusatkan di Balai Kelurahan Sidokumpul. Pertimbangannya, karena baru saja di sini juga berhasil dilakukan restorative justice terhadap sebuah perkara pencurian handphone. Pelakunya benar-benar kepepet karena masalah ekonomi,” urai Kajati.

Dalam praktiknya, restorative justice juga ada syaratnya. Antara lain pelaku bukan residivis, tidak secara sengaja dan niat kuat melakukan pelanggaran pidana, ancaman pidana di bawah lima tahun dan beberapa alasan lain.

“Jaksa harus turun langsung memastikan perkaranya. Serta mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dari situ setelah berkas perkara dinyatakan P21 baru dihentikan perkaranya atas pertimbangan restorative justice,” tandasnya.

Sejauh ini, terhitung sudah ada 60 kasus di seluruh Jawa Timur yang diselesaikan lewat program ini. Lainnya ada sekira tujuh perkara yang ditolak karena dianggap tidak layak mendapat restorative justivce.

“Di Sidoarjo sudah ada tiga perkara. Dua perkara adalah kasus KDRT dan kasus pencurian ponsel yang sudah diselesaikan lewat restorative justice, dan satu perkara kekerasan yang tidak bisa diselesaikan karena ada beberapa persyaratan yang kurang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sidoarjo, Ahmad Muhdhor dalam kesempatan yang sama.

Acara yang dipusatkan di Balai Kelurahan Sidokumpul itu juga diikuti 19 rumah restorative justice lain di Sidoarjo. Kegiatan digabungkan lewat zoom meeting, sehingga acara di satu tempat dan lainnya tetap terhubung secara bersamaan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved