Sabar dan Ikhlas, Zainal Fanani dan Ihza Muhammad Boyong Medali Emas dan Perak

Atlet balap sepeda gunung asal Lumajang rebut medali emas dalam ajang bergengsi Bike Cross Country Marathon di Sea Games Vietnam. 

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Rahadian Bagus
surya.co.id/tony
Zaenal Fanani dan Muhammad Ihza berhasil boyong emas dan perak ajang bergengsi Bike Cross Country Marathon Sea Games Vietnam. 

SURYA.CO.ID | LUMAJANG - Mulai menekuni dunia balap sepeda gunung sejak umur 18 tahun. Digembleng dari kompetisi kampung, lokal, nasional, Zainal Fanani (31), sekarang tumbuh menjadi atlet handal.

16 Mei lalu, dia keluar sebagai juara pertama dalam ajang bergengsi Bike Cross Country Marathon di Sea Games Vietnam. 

Sebuah prestasi yang membanggakan tentunya. Anak yang lahir di Desa Karang Lor, Kecamatan Kunir, Lumajang ini berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Vietnam dan disaksikan orang-orang  di Asia. 

Ia memaknai kemenangan ini bisa diraih karena memegang prinsip teguh sabar dan ikhlas saat bertanding. Arti sabar sebenarnya, yaitu tak terpancing emosi ketika ada lawan yang mencoba mengganggunya di lintasan. Ikhlas, yaitu bertanding menjunjung tinggi sportivitas. Karena menyadari sebuah pertandingan pasti ada sisi menang dan kalah. 

Dari dua prinsip ini, dia bisa bertanding lebih lepas. Tanpa beban. Hal ini lah yang membuat kakinya bisa mengayuh pedal sepeda lebih cepat. Lintasan sepanjang 20.8 Kilometer, bisa Zaenal taklukan hanya dalam waktu 1 Jam 16 Menit 41 detik.

"Setahun lalu saya pernah bilang sama istri, pingin sekali bisa merasakan nangis di podium. Tahun ini ternyata terwujud," kata bapak tiga anak ini.

Koleksi medali di rumah Zainal sekarang bertambah. Ditemui di rumahnya, medali emas dari Sea Games itu terkalung di badan anaknya. Anaknya nomor dua adalah yang paling narsis memamerkan medali itu.

Dengan menggunakan balance dia menunjukkan medali ayahnya kepada semua keluarga dan rekan Zaenal yang datang ke rumah. Tanpa berucap satu kata-kata pun, tatapan mata anak umur 5 tahun itu terlihat sangat bangga akan prestasi ayahnya. 

"Aku sama istri itu pasangan atlet sepeda. Kalau sudah pensiun, Insya Allah anak-anakku besok-besok yang nerusin," ujarnya.

Zaenal yakin keinginan ini bukanlah hal yang mustahil. Kondisinya sekarang jauh lebih baik. Jika hanya untuk membelikan 1 sepeda gunung untuk anaknya, tentu menjadi hal yang mudah.

Tapi sebelum di titik sekarang, dulu belasan tahun lalu, Zaenal mengawali karir di dunia balap sepeda gunung, dengan perjuangan yang berdarah-darah.

Tinggal jauh dari keluarga. Dan yang paling parah, dia pernah putus asa tak punya cita-cita.

"Orang tua gak punya biaya melanjutkan sekolah. Ekonomi sulit, tiap hari cuma bantu bapak merawat sapi," kenangnya.

Sesuai menggembala sapi, Fanani punya hobi bermain sepeda BMX. Sepeda itu milik ayahnya waktu muda. Dia berlatih di jalanan sepi di desa-desa.

Rupanya, kebiasaan ini diamati salah seorang pecinta sepeda gunung. Dia diajak bergabung bersama atlet sepeda gunung. Skill dia berakobrat di jalan aspal, sangat bisa diterapkan untuk teknik melintas di medan-medan curam.

"Gak pernah ikut latihan, tiba-tiba dipinjami sepeda gunung disuruh ikut kompetisi mountain bike (MTB) di Malang. Gak tahu kenapa ternyata bisa masuk 5 besar," katanya.

Sepulangnya dari tanding, nama Zaenal menjadi perbincangan di kalangan atlet MTB. Dia diminta bergabung di sebuah klub bernama Megar. Dia diberi pinjaman sepeda. Syaratnya cuma harus rutin latihan. 

Dorongan ini yang membuatnya semangat. Setiap hari dia hanya mengisi waktu berlatih dan berlatih. Ikhtiar ini ternyata tak mengkhianati hasil.

Beberapa tahun lalu, dia  pernah bertanding di Asia Champions Ship di China. Kemudian ke India tour Gunung Himalaya. Tahun 2019 lalu, dia juga membawa medali emas di PON Riau. 

Perjuangan di masa lalu, juga pernah dirasakan Ihza Muhammad, peraih medali perak yang juga bertanding di ajang Bike Cross Country Marathon di Sea Games Vietnam. Pemuda usia 24 tahun ini bertemu Fanani sekitar tahun 2017.

Sama seperti Fanani, latar belakang Ihza adalah atlet BMX. Ihza diajak Fanani bergabung di klub Megar untuk mengembangkan skill di balap sepeda MTB.

Latar belakang Ihza bukan dari kalangan keluarga sederhana.

Tahun 2017 lalu, tepatnya ketika Ihza lulus SMA. Saat itu Ihza sempat berencana merantau di Bali.

Bekerja di sana untuk membantu keuangan keluarga. Mulai itu lah, Ihza digembleng latihan oleh Fanani.

Dia dicetak menjadi atlet profesional agar bisa tetap mengejar prestasi, tapi juga mendapat royalti.

"Setiap hari latihan dan latihan. Paling cepat dua jam," katanya.

Tahun 2019, karirnya mulai tertata. Saat itu dia mendapat kesempatan menjadi atlet yang dipercaya bertanding ajang Asean Championship di Malaysia.

Namun, saat itu keberuntungan belum memihak. 

Ketika pandemi corona menyerang, kebosanan mulai kembali menyelimuti Ihza.

Ihza ingin kembali pergi ke Bali, lantaran tidak ada kompetisi yang digelar.

Di situ lah sosok Fanani kembali hadir memupuk kembali semangatnya. Berlatih dan berlatih terus dilakukan setiap hari.

Hingga akhirnya dia berhasil meraih medali perak di kompetisi pertamanya di Sea Games bersama Fanani.

"Dulu sempat putus asa. Mau kerja saja. Apalagi dua tahun ada corona gak ada kompetisi. Gak tahunya sekarang, aku bisa 
mendapat hasilnya," pungkasnya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved