Ramadan 2022

Hikmah Ramadan 2022, Ketua MUI Jatim H Ainul Yaqin: Agar Serasa Puasa Sepanjang Masa

Hikmah puasa Ramadan sungguh luar biasa, yakni pengampunan dosa, penyempurnaan akhlak, dan pahala.

Penulis: Adrianus Adhi | Editor: irwan sy
MUI Jatim
Ketua MUI Jatim, H Ainul Yaqin. 

SURYA.co.id - Hikmah puasa Ramadan sungguh luar biasa.

Setidaknya ada tiga hal yang akan diterima oleh orang yang berpuasa ketika ia melakukannya dengan keimanan sungguh-sungguh dan penuh harapan kepada Allah SWT.

Pertama, pengampunan dosa, yang kedua penyempurnaan akhlak dan perbaikan perilaku, dan ketiga sudah tentu pahala dari Allah STW.

Berkaitan dengan yang pertama, Rasulullah Saw bersabda: 'Barang siapa yang puasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu' (HR al-Bukhari).

Pengampunan dosa itu akan lebih mantap lagi jika di malam bulan Ramadan juga diisi dengan ibadah salat sunah tarawih sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 'Barang siapa melaksanakan salat malam di bulan Ramadan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni' (HR Muslim).

Dengan demikian, ketika seorang muslim secara istikamah dapat melaksanakan puasa secara sempurna setiap tahun dengan sepenuh hati, yakni menghindarkan diri dari hal yang akan membatalkannya dan menghindari hal yang menurunkan kualitas ibadah puasanya, serasa baginya mendapat pengampunan dosa sepanjang masa, selama ia tidak melakukan dosa-dosa besar.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Nabi SAW: 'Salat lima waktu, ibadah Jumat dengan ibadah Jumat berikutnya, dan puasa Ramadan yang satu dengan puasa Ramadan berikutnya,  itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama menjauhi dosa-dosa besar' (HR Muslim).

Yang kedua, puasa mempunyai kaitan dengan pembentuikan kepribadian dan penyempurnaan akhlak.

Menyempurkan akhlak manusia adalah misi diutusnya Rasulullah SAW.

Sabda Beliau: 'Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kebaikan akhlak' (HR Imam Malik dalam al-Muwatha’, al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra).

Akhlak yang baik adalah cermin dari keimanan seseorang, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW: 'Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlkqnya' (HR al-Tirmidzi).

Karena itu, setiap muslim dituntut untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dalam setiap tidak tanduk dan ucapannya, memilih diksi yang baik dalam bertutur kata, berkata jujur menjauhi dusta, bersikap tawadhu dalam bertingkah laku, menghindari dari sikap angkuh dan sombong dalam berinteraksi dengan yang lainnya.

Puasa Ramadan disyari’atkan mempunyai keterkaitan dengan pembentukan dan penguatan karakter yang baik ini. Rasulullah Saw menyampaikan: 'Siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dusta, berbuat yang bodoh dan beramal dengannya,  maka Allah tidak butuh dari meninggalkan makan dan minumnya' (HR al-Bukhari).

Demikian pula, Rasulullah SAW menyampaikan: 'Jika salah satu di antara kalian di pagi hari dalam kondisi berpuasa, maka jangan berkata jorok dan jangan bersikap bodoh. Kalau ada seseorang yang menghardiknya atau menghinanya maka katakan kepadanya, sesungguhnya saya sedang puasa, sesungguhnya saya sedang puasa' (HR Bukhari dan  Muslim).

Nah, disaat berpuasa, seseorang ditekankan terus untuk menjaga diri dari akhlak yang tercela di saat yang sama agar berusaha menghiasi diri dengan akhlak terpuji.

Puasa menumbuhkan empati, sikap peduli, dan semangan membantu, serta menumbuhkan kedermawanan.

Puasa seseorang tetap sah selama menetapi syarat dan rukunnya, namun jika akhlak buruk tidak dihindari tiada memperoleh manfaat dari puasanya. Nabi SAW mengingatkan: 'Banyak orang yang berpuasa tetapi tiada dapat balasan dari puasanya selain hanya lapar, dan betapa banyak orang yang shalat malam (tarawih) tetapi tiada balasan dari shalatnya selain hanya letih mengantuk' (HR Ibnu Majah, al-Nasa’i, dan Ahmad).

Adapun manfaat yang ke tiga bagi orang yang berpuasa, dia akan memperoleh pahala sebagai balasan dari Allah.

Dalam hadits qudsi Allah SWT berfirman: 'Setiap amal anak adam adalah untuk dia kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya' (HR al-Bukhari dan Muslim).

Lalu, Rasulullah SAW pun memberikan kabar gembira kepada orang yang menyempurnakan ibadah pusanya dengan puasa sunah enam hari di bulan Syawal sebagaimana sabda beliau: 'Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (pahala) puasa selama setahun penuh' (HR Muslim).

Kemudian bagaimana jika seseorang masih mempunyai utang puasa Ramadan, para ulama pun membahasnya.

Berdasarkan dzahir hadits di atas, maka tidak ada pahala kesunahannya, jika niat puasa enam hari di bulan Syawal digabung dengan niat qadha puasa Ramadan.

Namun munurut Ibnu Hajar al-Haitami, tetaplah mendapatkan pahala dari sunah, jika disempurnakan niatnya (lih. Bughyah al-Mustarsyidin hlm. 142).

Menurut al-Syarqawi mengabungkan niat puasa Syawal dengan qadha Ramadan tetap mendapatkan pahala, hanya saja berbeda dengan pahala orang mengkhususkan niat untuk puasa Syawal (lih. Hasyiyah al-Syarqawi I/ hlm. 474).

Dengan memperhatikan pandangan di atas, maka bagi yang ingin menyempurkan puasa Ramadannya dengan melakukan puasa sunah enam hari di bulan Syawal, hendaklah lebih dahulu melakukan qadha puasa Ramadan. Wallahu a’lam.

Penutup
Sungguh inilah anugerah Islam.

Bagi seorang muslim yang terus berusaha menjaga diri dari akhlak tercela, berusaha menghiasi diri dengan akhlak terupuji, lalu diikuti dengan melaksanakan amaliyah sunnah puasa enam hari di bulan syawal dengan sempurna, sesungguhnya dia serasa seperti menjalani puasa sepanjang masa. Dosanya diampuni, pahala puasanya disempurnakan, dan akhlaknya tetap terjaga.

H Ainul Yaqin
Ketua MUI Jatim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved