BELA Dokter Terawan, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sayangkan Keputusan IDI, Begini Langkahnya

Pemecatan Dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memantik reaksi banyak pihak. 

Editor: Musahadah
kolase youtube Metro TV/ tribun
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, Agung Laksono menyebut Dokter Terawan banyak jasanya di dalam dan luar negeri. 

Terawan menamai metodenya dengan nama Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) dan diklaim bisa menyembuhkan stroke.

Berdasar pemberitaan selama ini, DSA di dunia kedokteran sejak puluhan tahun digunakan sebagai alat diagnosis.

Namun, oleh Terawan digunakan sebagai terapi penyembuhan stroke dan "dijual" dengan harga yang tak murah.

Padahal, IAHF yang diusungnya belum terbukti secara ilmiah.

Menurut Beni, pelanggaran etik Terawan tak hanya soal DSA saja.

Setelah tahun 2018 diberikan rekomendasi pemecatan sementara terkait DSA, Terawan tak menggubris beberapa kali panggilan IDI untuk membela diri.

"Tidak hanya terkait tindakan DSA, beberapa putusan yang lain termasuk tidak memenuhi beberapa panggilan 3 kali, kemudian bahkan ditambah lagi 2 kali, tetapi tidak direspons juga oleh sejawat kami (Terawan). Sehingga MKEK kemudian bersidang kembali memutuskan ini (rekomendasi pemecatan permanen)," imbuhnya.

Terkait tindakan DSA yang dilakukan, sebenarnya sudah ada satgas khusus di bawah menteri kesehatan sebelum Terawan, yaitu bentukan Menkes Nila Moeloek, yang mengkaji.

Hal itu sesuai dengan Surat Kepmenkes 442 Tahun 2018.

"Bahwa tindakan tersebut (DSA) sesuai dengan kesimpulan hasil satgas belum terbukti ilmiah dan berpotensi melanggar disiplin. Untuk pengetesan alat tadi sudah dilakukan oleh satgas khusus tadi dan kesimpulannya seperti itu," jelas Beni.

"Kebetulan kami menerima file itu dan kami mempelajari dan kemudian kami serahkan ke satgas independen yang dibentuk oleh pemerintah bukan tim yang dibentuk oleh Tim IDI," sambungnya.

Beni menjelaskan, di dalam praktik kedokteran ada norma etik, disiplin, dan hukum. Semua profesi pasti mempunyai norma itu.

"Kita di profesi IDI hanya berkonsentrasi dalam penerapan norma etik. Apakah pemerintah bisa masuk? Pemerintah bisa saja masuk di dalam norma disiplin/hukum kalau memang itu dianggap ada pelanggaran hukum/disiplin. Kita punya KKI (Konsil Kedokteran Indonesia), di sana ada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) di Kemenkes. Kita sendiri organisasi punya MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) untuk ranah etik. Apakah untuk disiplin dll, tentu itu kewenangan pemerintah," ujarnya.

Terkait rekomendasi pemecatan Terawan, Beni mengatakan rekomendasi MKEK itu akan diproses PB IDI dengan waktu selambat-lambatnya 28 hari kerja setelah putusan tersebut.

Ia menyebut PB IDI selaku perwujudan eksekutif dalam kelembagaan kedokteran akan memproses usulan itu sebagai bentuk pertanggungjawaban tugas organisasi.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved