BIODATA Ayu Kartika Dewi Staf Khusus Jokowi yang Menikahi Gerald Bastian, Giat Suarakan Toleransi
Berikut biodata Ayu Kartika Dewi, staf khusus Jokowi yang menikahi Gerald Bastian, Jumat (18/3/2022).
Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Berikut biodata Ayu Kartika Dewi, staf khusus Jokowi yang menikahi Gerald Bastian, Jumat (18/3/2022).
Diberitakan, Ayu Kartika Dewi dan Gerald Bastian merupakan pasangan beda agama. Sehingga pada prosesi pernikahan ini, keduanya menjalani proses akad nikah dan pemberkatan sekaligus.
Kabar pernikahan Ayu Kartika Dewi dan Gerald Bastian disampaikan melalui akun Instagram masing-masing, di mana keduanya sama-sama mengunggah pasfoto dengan latar biru dan mengenakan pakaian serba putih.
Dalam unggahan itu, Ayu menceritakan apa yang membuatnya tertarikk dengan Gerald Bastian.
Dari 100 kriteria, menurut Ayu Kartika Dewi, Gerald Bastian memenuhi 97 di antaranya.
"Dulu banget, saya pernah mencoba menulis 100 kriteria teman hidup yang saya inginkan. Butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa nulis sampai ke angka 100.
Beberapa tahun kemudian, saya dikenalkan dengan orang ini. Ternyata dia memenuhi 97 dari 100 kriteria.
Jadi, ya gitu deh
Setelah pacaran lebih dari 2 tahun, kami mau nikah," tulisnya.
Lalu siapakah sosok Ayu Kartika Dewi?
Ayu Kartika Dewi yang merupakan seorang pejuang toleransi dan keberagaman, pada 2019 lalu diangkat Jokowi untuk menjadi staf khususnya.
Lulusan pascasarjana Duke University, Amerika Serikat ini kerap kali membagikan kesibukannya melalui akun Instagram pribadinya.
Dirinya tampak aktif dalam berbagai kegiatan dan memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.
Satu di antaranya tampak dalam unggahannya di Instagram pribadinya @ayukartikadewi.
Dirinya memaparkan soal makna toleransi serta kaum minoritas.
"Pernah menjadi minoritas itu ngefek banget dalam cara kita melihat toleransi, karena kita jadi tahu bahwa oh jadi minoritas itu susah ya," ujarnya.
Pihaknya menyebut ketika ketika seseorang menjadi kaum mayoritas, seharusnya bisa melindungi kaum yang minoritas.
Pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di sebuah SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.
Satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.
Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.
Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya.
Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut.
Ia menyadari, keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri.
Tak ayal, Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman.
Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).
Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawal ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia.
Para pesertanya adalah pelajar tingkat SMP.
Mereka ditugaskan untuk menyatu bersama keluarga dan berinteraksi dengan teman yang berbeda.
Setelah tugas tersebut selesai dan kembali ke masing-masing daerahnya, Ayu mendelegasikan mereka sebagai duta perdamainan di daerah asalnya.
Bertahun-tahun Ayu mengomandoi program tersebut.
Sudah ribuan pelajar ia kirimkan ke berbagai daerah guna merajut nilai keberagaman dan toleransi.
Sebaliknya, apa yang dilakukannya justru membuat Ayu seolah tak percaya.
Komitmennya menyebarkan nilai keberagaman dan toleransi terhadap kelompok agama yang berbeda.
Ayu mengatakan, dedikasi anak didiknya selalu berangkat dari prasangka terhadap agama maupun suku yang berbeda.
Ketakutan ini dapat menegaskan, fakta intoleransi di Indonesia masih ada.