La Nyalla Dukung Partai Baru Gugat Aturan Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mendukung partai politik baru untuk mengajukan Judicial Review Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017

istimewa
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti 

SURYA.co.id|SURABAYA - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mendukung partai politik baru untuk mengajukan Judicial Review Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi. Pasal ini dianggap membatasi hak partai dalam berdemokrasi.

Untuk diketahui, Pasal 222 UU Pemilu mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Yang mana, capres harus diusung paling sedikit perolehan kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Regulasi ini dianggap membatasi kehidupan berdemokrasi partai baru. "Pasal 222 menjegal partai baru untuk mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres," kata LaNyalla pada keterangan tertulis yang didapat Surya.co.id, Senin (14/3/2022).

Oleh karenanya, LaNyalla menyebut Judicial Review akan memastikan koridor kepemimpinan nasional berjalan optimal. Pemenuhan hak tersebut harus diutamakan dibanding berbicara Presidential threshold.

Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden memang hingga saat ini menjadi acuan pencapresan. "Partai baru dianggap yang tidak punya basis suara hasil Pemilu sebelumnya ," ujar LaNyalla.

Regulasi ini membuat partai baru tidak akan bisa berbuat banyak dalam perubahan kepemimpinan nasional di 2024 nanti. Padahal, saat ini bermunculan partai baru, di antaranya Partai Ummat yang digagas Amien Rais dan Partai Pelita yang digagas Din Syamsudin.

Nyalla menyebut, hak konstitusional partai baru telah dijamin Undang-Undang Dasar di Pasal 6A ayat (2). Namun, hal ini juga dibatasi oleh Undang-Undang Pemilu Pasal 222.

"Makanya saya mendukung upaya Partai Ummat, dan Partai Politik baru lainnya, untuk mengajukan Judicial Review Pasal 222 tersebut," ujarnya menegaskan.

Selama ini Mahkamah Konstitusi menolak judicial review yang diajukan oleh berbagai kalangan. Alasannya, penggugat tidak mempunyai legal standing karena bukan partai politik.

"Padahal, ini kan partai politik walaupun parpol baru sehingga memenuhi apa yang ditegaskan oleh MK. Mereka ini punya legal standing," paparnya.

Ditambahkan LaNyalla, Pasal 222 juga membuat harapan dan tumpuan rakyat kepada Partai Politik baru kandas. Terutama, sebagai saluran kepemimpinan nasional.

Padahal partai baru tentu tujuannya untuk menawarkan gagasan sekaligus melakukan evaluasi atas ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja Partai Politik yang lama. "Terutama dalam menyajikan calon pemimpin bangsa, di tahun 2024 nanti," lanjutnya.

Sehingga menurutnya, penjegalan ini justru melanggar Pasal 6A Ayat (2) Konstitusi. Namun, juga melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 tentang Pendirian Partai Politik.

Serta, Undang-Undang Partai Politik. Muaranya sama, yakni menciptakan Pemilu yang berintegritas dan memiliki kepastian hukum untuk tercapainya cita-cita dan tujuan nasional. (bob)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved