Berita Sumenep

Gus Yahya Kenalkan Visi Peradaban saat Silaturahmi ke Kiai di Madura

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menggelar silaturahmi dengan sejumlah ulama di Madura

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Fatkhul Alami
Surabaya.tribunnews.com/Galih Lintartika
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menggelar silaturahmi dengan sejumlah ulama di Madura. 

SURYA.co.id | SUMENEP - Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menggelar silaturahmi dengan sejumlah ulama di Madura.

Silaturahmi Gus Yahya dimulai dengan menghadiri Simposium Peradaban NU yang digelar di Kraton Sumenep.

Sejumlah kiai, akademisi hingga budayawan ikut dalam simposium kali ini.

"Sumenep adalah salah satu tempat keramat, Warisan spiritual yang luar biasa. Di sini ada keraton dan spirit inilah yang ingin kita ambil,” kata Gus Yahya, saat berbicara di Simposium yang digelar di dalam Keraton Sumenep, Sabtu (5/3/2022).

Gus Yahya mengatakan jika peradaban merupakan suatu komposisi dari beberapa elemen yang kompleks seperti nilai-nilai, budaya, sampai kepada tatanan sosial politik yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat.

Peradaban Islam sendiri sudah terbangun sejak zaman Rasulullah. Karena Rasulullah memiliki visi untuk membangun peradaban dari wahyu-wahyu yang disampaikan kepada manusia.

“Maka ketika Rasul melaksanakan perjuangan dalam bergulat memikul risalah kita akan menyaksikan bahwa seluruh perjuangannya sesungguhnya adalah merintis suatu peradaban. Karena tidak hanya memperkenalkan nilai-nilai tapi juga membangun struktur masyarakat agar dapat diterapkan di kehidupan masyarakat itu sendiri,” terangnya.

Setelah zaman Rasulullah, peradaban Islam sempat mentereng saat zaman Turki Utsmani namun akhirnya jatuh pada Perang Dunia I setelah perang melawan Eropa yang mengakibatkan umat Islam merasakan kebimbangan yang sangat mendalam.

“Merespons hal tersebut, KH Wahab Hasbullah yang sempat berada di Mekkah saat ketegangan terjadi merasakan betul dinamika yang terjadi pada umat Islam,” jelas Gus Yahya.

Sepulang dari Mekkah Kiai Wahab mengusulkan kepada gurunya yaitu KH Hasyim Asy’ari untuk mendirikan organisasi baru yang menghimpun para ulama karena Kerajaan Saudi tidak punya kapasitas menggantikan kosntruksi peradaban Turki Utsmani.

“Jika tidak ada yang menggantikan, seluruh umat Islam akan mengalami kebingungan peradaban. Dalam keadaan yang bingung ini, tidak ada yang lebih bertanggung jawab untuk memberikan jalan keluar selain ulama,” tambahnya.

Sehingga terbentuklah Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasinya para ulama sebagai jawaban atas lahir kembali peradaban Islam.

“Itu sebabnya organisasi yang didirikan adalah organisasinya ulama yang diberi nama Nahdlatul Ulama dan gambarnya jagat karena yang bingung adalah orang sedunia. Maka mandat kita adalah mandat peradaban global,” kata Gus Yahya.

Sementara itu, usai menghadiri simposium peradaban, Gus Yahya yang juga didampingi Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dan setua PBNU Amin Said Husni lantas melanjutkan silaturahmi ke Pesantren Panyeppen, Pamakeasan.

Di pesantren yang sudah berusia lebih dari 100 tahun ini, Gus Yahya bertemu dengan KH Mudatsir serta sejumlah ulama dan kiai sepuh.

Gus Yahya sendiri ternyata masih memiliki garis keturunan dari Madura yakni dari bani KH Isbath. KH Isbath sendiri merupakan ulama ahli fiqih yang berasal dari Banyuanyar, Pamekasan. Banyak ulama Madura memiliki garis keturunan dari KH Isbath ini.

“Saya secara tidak langsung terhubung dengan bani Isbath, Karena bibik saya, Kakak dari ibu saya diambil istri oleh KH Bakir dari Banyuanyar,” kata Gus Yahya.

Dari panyeppen, silaturahmi lantas dilanjutkan ke pesantren Banyuanyar; selanjutnya menuju ke Pesantren Plakpak. Di dua pesantren terakhir, Gus Yahya disambut hangat kiai serta keluarga pesantren.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved