Berita Surabaya

Penasehat Hukum Guntual Laremba Nilai Beberapa Putusan Mahkamah Agung Janggal

Penasehat Hukum Guntual Laremba, terdakwa kasus gelar ijazah S1 Sarjana Hukum, Tuty Rahayu, menilai putusan MA terdapat beberapa kejanggalan

Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Fatkhul Alami
Foto Istimewa untuk Surya.co.id
Penasehat Hukum Guntual Laremba, terdakwa kasus gelar ijazah S1 Sarjana Hukum, Tuty Rahayu, menilai putusan Mahkamah Agung (MA) terdapat beberapa kejanggalan 

SURYA.co.id | SURABAYA - Penasehat Hukum Guntual Laremba, terdakwa kasus gelar ijazah S1 Sarjana Hukum, Tuty Rahayu, menilai putusan Mahkamah Agung (MA) terdapat beberapa kejanggalan.

Tuty menerangkan, sebelumnya putusan Judex Factie Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam perkara Nomor 847/Pid.Sus/2019/PN.Sda tanggal 27 Mei 2020, menyatakan, terdakwa Guntual, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan Penuntut Umum.

"Membebaskan terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," ujar Tuty ketika ditemui di kantornya, Tegalsari, Surabaya, Kamis (3/3/2022).

Menurutnya, putusan MA janggal karena terjadi dua putusan diucapkan pada hari yang sama, tanggal 3 Maret 2021, dengan hakim tunggal yakni H Abu Ayub, setelah diprotes kemudian diganti dengan hakim majelis H Andi Samsan Ngandro

"Diucapkan kabul kasasi Jaksa dengan Nomor 33 K/Pid.Sus/2021 tanggal 3 Maret 2021 tapi salinan pertimbangan putusannya baru turun tanggal 15 Februari 2022," paparnya.

Dirinya menjelaskan, dalam putusan Hakim Kasasi MA hanya menyalin memori Kasasi yang diajukan JPU, sedangkan kontra memory terdakwa tak dipertimbangkan. Sehingga pertimbangan hukum yang dibuat sendiri Hakim Kasasi MA tidak ada.

"Jadi sangatlah jelas salinan pertimbangan putusan mafia yang bisa mengendalikan Mahkamah Agung," tuturnya.

"Salinan Ijasah yang menjadi barang bukti penggunaan gelar tanpa hak, adalah copy ijasah sah, bukan palsu, yang dilegalisir oleh penyidik tidak membawa aslinya atas petunjuk Jaksa Penuntut Umum," imbuhnya.

Lebih lanjut Tuty mengungkapkan, Delik pidana yang dipersoalkan adalah penggunaan gelar akademik tanpa hak, tetapi dipersidangan tidak bisa dibuktikan oleh JPU, hanya dengan tulisan SH lalu diasumsikan telah menggunakan gelar.

"Padahal penulisan gelar akademi sesuai UU itu adalah, (S.H.) justru yang terbukti dalam persidangan adalah penyidik dan JPU bersekongkol melegalisir ijasah secara ilegal," bebernya.

Terpisah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Affandi, buka suara soal kasus gelar ijazah palsu S1 Sarjana Hukum (SH), yang menjerat Guntual Laremba.

" Jadi dalam putusan kasasi, beliau dinyatakan bersalah. Dijatuhi pidana. Kalau tidak salah 2 bulan penjara," ujar Afandi, saat dikonfirmasi lewat telepon.

Menurutnya, dalam kasus itu, terdakwa mengaku SH namun sebenarnya tidak memiliki gelar tersebut.

"Berdasarkan info dari Panitera Muda atau Panmud Pidana, yang bersangkutan mengajukan Peninjauan Kembali, dan lagi diproses," bebernya.

"Dari kuasa hukum boleh berbeda pendapat. Tapi setidaknya harus menyertakan buktinya," imbuhnya.

Mengenai vonis hukuman, Affandi menuturkan, masih belum dijalankan dan menunggu eksekusi dari jaksa.

"Seharusnya kalau ada bukti baru, atau kekeliruan Hakim, harus mengajukan Peninjauan Kembali," ungkapnya.

"Nanti ditunggu saja Putusan Peninjauan Kembalinya seperti apa," pungkasnya.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved