Berita Tulungagung

Jadi Kecap Ikonik Tulungagung, Kualitas Rasa Terjaga Selama 106 Tahun dan Sejahterakan Banyak Orang

Meski merupakan produk tradisional dari keluarga, Hendra tetap melakukan kendali mutu alias quality control atas kecapnya.

Penulis: David Yohanes | Editor: Deddy Humana
surya/david yohanes
Para karyawan pabrik Kecap Cap Kuda Han Kioe mengangkut produk yang akan dikirim ke pelanggan. Kecap Cap Kuda Han Kioe sudah ada sejak 106 tahun silam dan identik dengan kecap Tulungagung. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Setiap daerah di Indonesia hampir pasti punya merek kecap sendiri. Seperti Kabupaten Tulungagung yang identik dengan kecap merek Cap Kuda Han Kioe. Kecap ini telah eksis sejak tahun 1916.

Kecap Cap Kuda kini dijalankan oleh generasi ke-4, yaitu Hendra Saputra (40). Namun Hendra mengaku tidak tahu pasti sejarah awal Kecap Cap Kuda Han Kioe ini. Yang ia tahu, Han Kioe adalah nama kakek buyutnya, perintis usaha ini.

"Beliau generasi pertama yang merintis kecap ini. Lalu diteruskan kakek saya, papa, terus sekarang saya," ungkap Hendra saat ditemui SURYA di pabriknya, di Jalan Adi Sucipto Tulungagung, Rabu (23/2/2022).

Dari penuturan yang didapatnya, Han Kioe merintis usahanya di kawasan yang saat ini menjadi Pasar Wage Tulungagung. Usaha pembuatan kecap ini turun temurun hingga dilanjutkan ayahnya.

Namun pada tahun 1980-an Tulungagung dilanda banjir, sehingga produksi kecap legendaris itu sempat terhenti. Lalu orangtua Hendra memindahkan tempat produksi ke Jalan Adi Sucipto yang bertahan sampai sekarang.

Dengan perjalanan waktu yang cukup panjang, maka sudah 106 tahun usaha kecap warisan ini berlanjut dan menjaga keunikan rasa dengan warisan resep dari pemilik pertama. "Bahan dasarnya kedelai, lalu gula kelapa dan rempah-rempah. Turun temurun resep itu kami jaga," tutur Hendra.

Meski merupakan produk tradisional dari keluarga, Hendra tetap melakukan kendali mutu alias quality control atas kecapnya. Produk akhir ditaruh di atas piring, lalu Hendra menggoyang-goyangkannya untuk memeriksa ladar kekentalannya.

Ia juga mencium produk tersebut lalu mencicipi rasanya. Warna kecap juga tidak lepas dari perhatiannya. Kecap Cap Kuda Han Kioe mempunyai warga hitam kemerahan. "Kekentalannya benar-benar terjaga karena gula yang menjadi karamel. Demikian juga warga hitam kemerahan itu juga karena gulanya," terang Hendra.

Kontrol kualitas dilakukan untuk memastikan rasa yang tidak berubah. Kontrol dilakukan terutama jika ada komponen produksi yang berubah. Misalnya jika biasanya menggunakan garam merek tertentu, namun terpaksa diganti merek lain karena stok yang kosong.

Diakui Hendra, ada nilai-nilai kemanusiaan yang dipertahankan di perusahaan ini. Secara turun temurun perusahaan menolak menggunakan mesin, dan memilih mempertahankan tenaga manusia.

Karena itulah Hendra menyebut perusahaannya bermodel padat karya, bukan padat modal. "Bisa saja saya ganti mesin agar lebih efektif. Tetapi sejak dulu papa berkomitmen, kami tidak sekedar mengejar keuntungan," ucapnya.

Saat ini perusahaan Kecap Cap Kuda Han Kioe telah mempekerjakan 20 karyawan. Ditambahkan Hendra, pendahulunya bertekad menjadikan perusahaan sebagai sarana untuk membantu banyak orang. Salah satunya merekrut tenaga manusia, dan meningkatkan taraf hidupnya.

Hendra juga bertekad mempertahankan bahan alami untuk bahan baku. Meski saat ini marak dijual bahan-bahan instan pembuat kecap. Mulai olahan fermentasi kedelai yang diubah jadi bahan bubuk instan, pengawet, pemanis buatan, pewarna hingga pengental.

Penggunaan bahan tersebut bisa menekan ongkos produksi dan memperbesar keuntungan. Namun menurutnya, ada tanggung jawab dalam memastikan keamanan produknya.

Halaman
12
Sumber: Surya
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved