Berita Surabaya
Anak Pendek atau Kurus Disebut Stunting? Ahli Gizi Ungkap Fakta Penyebabnya
Karena dampak Stunting yang cukup besar, Indonesia menargetkan dapat menurunkan jumlah kasus stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Stunting adalah kekurangan gizi pada anak di seribu hari pertama kehidupan, yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Karena dampak Stunting yang cukup besar, Indonesia menargetkan dapat menurunkan jumlah kasus stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Kasus stunting menjadi salah satu program prioritas penanganan yang difokuskan pemerintah. Data 2019 menunjukkan, jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 27,67 persen dan ditargetkan turun 14 persen pada 2024.
Ahli Gizi sekaligus Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Fildzah Karunia Putri SGz MSc memaparkan, seorang anak bisa dianggap mengalami stunting bila tinggi badannya lebih dari dua tingkat di bawah Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk anak seusianya.
Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal, merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama.
Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat, sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting.
Namun, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang, sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
“Stunting ini diakibatkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, sejak ibu hamil hingga anak 2 tahun. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan pemenuhan gizi agar tidak sampai kekurangan gizi kronis,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Fildzah, banyak faktor lain yang menjadi penyebab. Seperti ekonomi keluarga, penyakit atau infeksi yg berkali-kali. Lalu kondisi lingkungan, baik itu polusi udara dan air bersih bisa juga mempengaruhi stunting.
Tidak jarang pula masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan serta masalah degradasi lingkungan.
“Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu dalam memahami kebutuhan gizi saat hamil juga penting untuk disosialisasikan,”lanjutnya.
Untuk mendeteksi Stunting, diperlukan pemeriksaan rutin ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penting, walau tidak dalam kondisi sakit untuk mengecek pertumbuhan dan perkembangan anak.
“Mungkin ibu-ibu bisa cek di buku Kartu Menuju Sehat (KMS), saat anak berat badan dan tinggi badannya berada di bawah garis merah, maka perlu diperiksakan lebih lanjut,” ungkapnya.
Selain itu, juga diperlukan pemantauan tumbuh kembang anak sesuai usianya yang juga bisa dilihat di buku KMS.
Seperti, pada usia balita 3 bulan balita sebaiknya sudah miring, 4 bulan sudah tengkurap, 8 bulan sudah duduk dan 9 bulan sudah berdiri serta usia 1 tahun sudah dapat berjalan.
Pada usia 2 tahun, balita setidaknya sudah menguasasi 6 kata. Jika mengalami keterlambatan berbicara, sebaiknya diperiksakan ke dokter.
PT The Chemours Indonesia Edukasi Pasar Surabaya untuk Menghindari Produk Palsu |
![]() |
---|
PLN NP Kejar 100 Persen Digital Power Plant pada Unit Pembangkit |
![]() |
---|
Samsung Luncurkan 4 Seri Smart TV Baru di 2023, Harga Mulai Rp 2,599 Juta Hingga Rp 129,9 Juta |
![]() |
---|
Calo Masih Berkeliaran Mencari Mangsa di Samsat Manyar Surabaya, Begini Modusnya, WASPADALAH |
![]() |
---|
Harga Telur Melonjak, Disperindag Jatim Tegaskan Stok Cukup Bahkan Jatim Surplus 27 Ribu Ton |
![]() |
---|